Bab 3. Enjoy, My Step Sister!

403 43 0
                                    

"Antariksa, selama Mami pergi kamu jangan bikin masalah, ya. Nurut sama kakak kamu."

Amara berpesan pada Antariksa, tapi dibalas dengan gerakan mata malas oleh pria itu. Kalau bukan karena tadi Amara mengancam akan menjual motor sport-nya, mana mungkin pria itu mau ikut ke Bandara mengantar orang tuanya itu.

Baby lantas memegang tangan Amara dan berkata, "Mami tenang aja, ada aku di sini yang bisa jagain Antariksa. Mami sama Papi have fun di sana, ya. Jangan lupa pulang bawa oleh-oleh."

Amara tersenyum sambil menepuk pipi Baby. "Maaf sudah merepotkan kamu ya, sayang. Mami percayakan Antariksa sama kamu," balasnya.

"Siap." Amara memberi hormat.

Antariksa memutar bola matanya. Dia tampaknya sudah tidak sabar ingin pergi dari sini, merasa perpisahan ini terlalu didramatisir seolah-oleh tidak akan bertemu lagi.

"Antariksa, Papi juga titip Baby, ya." Emran bicara dengan lembut, namun Antariksa malah memalingkan wajah dengan tidak sopan.

Baby melambaikan tangan melepas kepergian Emran dan Amara dengan senyum berbahagia. Tiba-tiba saja, Antariksa merebut kunci mobil yang Baby pegang, lalu berbalik pergi begitu saja.

"Eh!" Baby bergegas menyusul.

"Kamu bisa nggak sih turunin sedikit ego demi Mami kamu? Kasihan tau," omel Baby setelah berhasil menyamai langkah Antariksa.

"Gue rasa ini bukan urusan lo," sahut Antariksa ketus.

"Jelas ini urusan aku, karena Mami kamu udah jadi Mami aku juga," balas Baby.

Antariksa tersenyum sinis. "Selamat kalau gitu, lo dan bokap lo berhasil merebut nyokap gue," ucapnya tajam.

"Antariksa, kita ini keluarga. Kenapa kamu keras kepala? Aku dan Papi akan memperlakukan kamu dengan baik."

"Lo pikir gue peduli?"

Mereka sudah sampai di parkiran dan Antariksa ingin mengambil alih kursi kemudi. Saat dia akan naik ke mobil, Baby menghalangi.

"Kamu bisa nyetir?" tanya Baby ragu. Meski Antariksa sudah cukup umur untuk punya SIM, namun Baby tidak mau mempercayakan hidupnya pada pria arogan seperti itu.

"Lo bisa naik taksi kalau nggak mau ikut." Antariksa mendorong Baby ke samping, lalu masuk ke mobil.

"Emang ini mobil siapa?" Baby tidak habis pikir masih ada manusia tidak tahu malu seperti Antariksa.

Dia terpaksa mengalah dan masuk ke kursi penumpang di sebelah pria gila itu. Dia memasang seat belt sebelum dibawa ke neraka oleh Antariksa dan berpegangan sekuat mungkin.

Wuusss!

Begitu ke luar dari area Bandara, mobil melesat seperti sedang berada di arena balap. Antariksa sedang membuktikan kalau nyetir bukanlah hal yang sulit seperti yang Baby ragukan.

"Antariksa, pelan-pelan!" pekik Baby ketakutan. Entah sudah berapa kali mereka hampir adu banteng dengan mobil lain lantaran Antariksa tidak sabaran dan memakai ruas jalan yang salah. Jantungnya terasa mau copot.

"Enjoy, my stepsister!" Antariksa makin mempercepat laju mobil, tidak peduli sama sekali pada rasa takut Baby.

"Antariksaaaaaa!"

***

Gara-gara adegan kebut-kebutan di jalan tadi, Baby masih merasa mual hingga sore. Bukan hanya fisiknya, tapi mentalnya juga ikut terguncang. Antariksa benar-benar jelmaan iblis, pria itu hampir membuatnya mati muda. Sekarang, kepalanya jadi sakit mendengar kegaduhan dari kamar Antariksa.

"Nih anak maunya apa sih!" Baby pun tidak tahan lagi. Dia mendatangi kamar Antariksa, mengetuk pintunya dengan keras.

Lagi-lagi tidak ada respons.

Baby pun membuka sendiri pintu kamar itu. Dia sedikit terkejut melihat ada teman-teman Antariksa di sana, pantas saja sangat gaduh. Mereka semua sedang memainkan drum dan gitar listrik seperti band metal.

Salah seorang yang menyadari kedatangan Baby pun lantas menyikut Antariksa. Antariksa menoleh, tapi setelahnya cuek saja dan tetap memainkan gitarnya.

"Halo Kak," sapa salah seorang sambil mengangkat stick drum di tangannya.

Semua yang ada di sana ikut menyapa Baby dengan ramah. Alhasil, Baby tidak jadi marah demi menjaga harga diri Antariksa.

"Tunggu." Antariksa menghentikan langkah Baby yang hendak ke luar dari kamarnya. Dia menaruh gitar ke tangan temannya, lalu mendekati sang kakak tiri.

Baby hanya diam menunggu.

"Buatin temen-temen gue minum dong Kakak tiri," minta Antariksa.

Teman-teman Antariksa yang merasa tidak enak pun langsung menegur pria itu. "Nggak usah Kak, kita nggak haus," tolak salah satunya dengan sopan.

"Kalian santai aja, ini rumah dia. Jadi, harus memperlakukan tamu seperti Raja, kan?" ucap Antariksa sembari tersenyum jahat ke Baby.

Baby mencoba bersabar. "Mau minum apa?" tanyanya pada mereka semua.

Tidak ada yang menjawab, karena merasa tidak enak pada Baby.

"Bikinin aja jus," suruh Antariksa.

Baby pun pergi dari kamar Antariksa. Meski terpaksa, dia tetap ke dapur membuatkan minum untuk semua teman adik tirinya itu. Dia harus benar-benar sabar menghadapi makhluk jelmaan iblis itu agar tidak makin menjadi-jadi. Minimal sampai orang tua mereka kembali.

"Baby," panggil seseorang.

"Eh, Mas Naren. Kok ke sini?" Baby berhenti melangkah, tangannya sedang memegang nampan berisi enam gelas jus jeruk.

"Iya, tadi aku mampir ke kantor kamu tapi sekretaris kamu bilang hari ini kamu nggak masuk karena sakit. Makanya aku ke sini. Kamu sakit apa? Gimana keadaan kamu sekarang?" tanya Narendra sangat perhatian.

"Aku nggak papa kok Mas, cuma agak pusing aja tadi."

Narendra melirik nampan yang Baby bawa. "Banyak banget, buat siapa?" tanyanya.

"Ini ..."

Tiba-tiba ...

"Pantesan lama, sibuk pacaran di sini." Antariksa melipat tangan sambil bersandar di pegangan tangga.

Narendra menatap Antariksa tajam.

Baby langsung mendekati Antariksa dan menyerahkan nampan itu. "Bawa sendiri," suruhnya ketus.

"Bawain makanan ringan sekalian," suruh Antariksa lagi.

Baby melotot, tapi Antariksa malah pergi dengan santai.

"Dia kok nggak sopan gitu sih sama kamu?" tanya Narendra tidak terima.

"Udah nggak papa. Kamu duduk dulu ya bentar."

Baby mengambil beberapa makanan ringan dari lemari dapur, lalu naik ke atas menggunakan lift. Sebenarnya bisa saja dia meminta tolong pada ART di rumah ini, namun sejak kecil Baby sudah diajari untuk melakukan segala sesuatu sendiri selagi bisa. Dia tidak pernah menyuruh-nyuruh ART di rumahnya seenaknya.

***

Baby, My Step DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang