Baskara Aji Wiratama.
***
Gaun merah itu mengibas, melorot menampilkan pundak mulus yang tampak hangat. Aku mengernyit, mengerjapkan mataku berulang kali tatkala merasakan pandanganku yang kabur. Kepalaku pusing bukan main ketika jari-jari lentik tanpa nail art yang warna-warni mulai menyentuh dadaku. Debar jantung yang menggebu terasa di telapak tangan yang lembut itu.
"Aku ..., udah lama pengin begini sama kamu." Suara mendayu yang terdengar memanja telinga menyapa. Aku mengerang dan memejamkan mata erat ketika sebuah jilatan sensual menyentuh daun telingaku. Sialan sekali. Wanita ini benar-benar memiliki daya tarik yang luar biasa tinggi.
"Kamu pernah kenal aku sebelumnya?" Suaraku yang serak terdengar memalukan. Apa lagi ketika wanita itu menarik wajahnya. Cantik. Meskipun pandanganku masih samar, namun aku bisa memastikan jika wanita di depanku ini memiliki wajah dan senyum sensual yang menawan. "Kita pernah ketemu?"
"Belum." Kepalanya menggeleng. Keningku mengernyit. Dia mendorong pundakku untuk membuatku berbaring di atas ranjang empuk milik sebuah club yang aku kunjungi. Dadanya yang terbalut oleh lingerie ketat dan memunculkan sedikit belahan kenikmatan itu menindih dadaku dengan erat. "Karena selama ini ..., aku cuma berani merhatiin kamu tanpa berani mendekat."
Waktu bibir kami saling beradu untuk pertama kalinya, aku langsung merasa candu. Mataku kembali terpejam, kepalaku hampir pecah akibat kenikmatan yang mengguncang. Sentuhan jemarinya terasa membuka kancing kemejaku satu persatu. Nikmat sekali. Aku belum pernah merasakan darahku mendidih seperti ini meskipun sudah tak terhitung seberapa banyak aku bercinta dengan istriku sendiri.
"Ahhh!" Aku sama sekali tidak bisa menahan eranganku ketika lidahnya yang hangat turun menelusur dagu. Bergerilya masuk ke dalam leherku. Tangannya ..., astaga! Tangannya juga ikut merambat, mengusap pada gundukan besar di balik celana bahan yang aku pakai. Yang sekarang masih terikat erat oleh ikat pinggang. "Aku ..., bener-bener pengin menikmati kamu!"
Gaun tipis itu berwarna merah menyala. Warnanya yang terang membuat pandanganku yang buram dapat mengenalinya. Aku belum pernah melihat wanita semenawan dia di sini. Aku bukan tipe laki-laki yang siap onani jika melihat lekuk tubuh seksi. Namun ketika melihatnya untuk pertama kali, masuk ke dalam kamar padahal aku tidak pernah memesan wanita manapun di club ini, hasrat ku yang muncul sama sekali sulit untuk aku tolak.
Gaun merah itu tadinya berkibar. Menerawang menutup bagian-bagian sensitif yang membuatku menegang. Senyum cantik yang menggetarkan dada turut membuat bibirku tak lagi bisa berkata-kata. Apa lagi ketika gaun panjang itu melorot, menyisakan lingerie ketat yang menonjolkan lekuk tubuh sempurna yang dimiliki oleh seorang wanita. Aku langsung tidak bisa menahan air liurku untuk tidak menetes. Dan sejak beberapa menit lalu, aku bertekad untuk bercinta dengannya malam ini juga.
"Kamu suka?" Dia mengangkat wajahnya lagi dan bertanya. Oh, yeah, hell! Aku nggak perlu menjawab pertanyaan itu ketika tubuhku sudah terkapar tak berdaya di bawah sentuhannya, bukan? "Jujur aja ..., ini beneran kali pertama aku nyentuh laki-laki," gumamnya lagi. Dengan suara lembut dan malu-malu. Yang justru bikin keningku mengernyit.
Pertama kali menyentuh lelaki? Well, itu berarti dia ..., masih perawan?!
Mataku yang semula berkunang-kunang dan tak lagi sanggup menatap kini justru terbuka lebar. Aku bahkan sampai bangkit menahan punggungku dengan siku dan membuat wanita itu, yang semula menduduki perutku melorot, yang malah membuatnya duduk di atas ..., gundukan kejantananku yang sudah menggembung memalukan. Dia juga ikut membelalak saking terkejutnya.
"Kamu ..., masih perawan?" Tanyaku. Aku sama sekali nggak bisa menahan dehem yang terasa menyumbat tenggorokan waktu kepala wanita itu mengangguk. Apa ini bisa dinamakan sebagai keberuntungan? Atau ..., kesulitan di masa depan?
Berhubungan dengan wanita tanpa pengalaman pasti akan merepotkan. Tidak ada yang tahu kalau suatu saat dia akan menuntut sesuatu. Aku buru-buru bergerak, berniat menyingkirkan tubuh seksi berbokong semok itu dari atas tubuhku. Namun lagi, telapak tangan dengan jemari lentik itu menahan dadaku. Matanya yang indah dan berbulu mata cantik melayu, menatapku seperti anak anjing yang bersedih akibat akan ditinggalkan.
"Kamu ..., nggak suka jadi yang pertama?" Wanita itu menatapku lama. Aku terpaku. Wajah cantiknya yang memesona dengan bibir sensual yang sesuai porsi benar-benar mengundang gairah dan membuat pikiranku sulit terkendali. Aku menunduk sambil mencengkeram kepalaku yang terasa pusing sekali. Sialan! Sulit sekali menolak godaan hebat yang kini sedang duduk di pangkuannya dan beranjak pergi.
Libya pasti sudah menunggu di rumah menunggu aku pulang dan meminta maaf atas pertengkaran kami barusan. Namun apa yang sekarang aku lakukan di sini? Berbaring di atas kasur hangat setelah puas meneguk cocktail dan bercumbu dengan wanita lain. Wanita asing yang ..., masih perawan? Wanita cantik yang godaannya sungguh sulit untuk aku lawan.
"Baskara ...." Suara itu memanggil namaku untuk pertama kalinya. Seharusnya, aku menyudahi posisi tak senonoh ini dan menanyakan ke dia mengenai kenapa dia bisa tahu namaku? Namun yang terjadi, aku tidak bisa menolak sama sekali ketika lengan-lengan mulus dan lembut itu perlahan melingkar di pundakku seiring dengan dadanya yang montok kembali melekat. Wajah cantiknya miring dan memejam, membuat aku kembali terbuai ketika ciuman lembut itu kembali dia layangkan.
"Ouhhh." Aku melenguh. Bibir kami masih saling mengulum, lidah kami masih saling bergulat dan bertukar saliva. Sementara di bawah sana, aku meremas dua belah bokongnya yang bergoyang, memberi nikmat pada aset ku yang masih terkurung di balik celana dalam. Sialan sekali! Bahkan percintaanku dengan Libya pun tidak pernah terasa senikmat ini!
Pinggul itu bergerak kian binal, memutar membuat kejantananku kian menegang. Goyangan wanita bergaun merah ini benar-benar tampak sudah berpengalaman, meskipun sebelumnya dia mengaku kalau masih perawan. Mataku terpejam, jakun ku naik-turun tidak berhenti menelan saliva ketika pergesekan antar dua pusat intim kami kian tak lagi dapat terkendala.
Oh, astaga Libya ..., maafkan aku. Menikmati sentuhan dari wanita lain yang sebelumnya bahkan belum pernah aku rasakan lewat kamu.
"Sebutin nama aku ..., arghh!" Aku mendongak ketika bibir kami tak sengaja terlepas mencipta bunyi decit yang terdengar erotis. Aku perlu menyebutkan namanya kuat-kuat sebagai apresiasi kenikmatan luar biasa yang dia berikan ke aku atas goyangannya yang membuatku berhasil hampir pingsan. "Aku ..., butuh nama kamu."
Dia menangkup rahangku dengan kedua telapak tangannya yang lembut. Mataku sayu, bibirku terbuka, terengah akibat kelembutannya yang menyesatkan. "Bakal lebih nikmat dan misterius kalau kamu nggak tahu namaku ..., kan?" Dia berbisik. Napasnya yang wangi dan hangat menerpa wajahku. "Kalau enggak, panggil aja aku Red. Miss Red."
"Miss Red?" Ulang ku. Dia menganggukkan kepala sebelum kembali maju dan menyahut bibirku lagi. Lidah kami saling beradu dengan pangutan kasar yang menggelora. Wajah kami bergerak ke kanan dan ke kiri secara berlawanan. Napas kami saling beradu, remasan tanganku pada bokongnya juga membuat desah mendayu Miss Red terdengar merdu. "Aku suka sebutan itu."
Aku tahu dia tersenyum karena garis bibirnya terasa bergerak di bibirku. Tanganku yang semula hanya meremas bokong dan memimpin pinggulnya untuk bergerak mulai menyingkap ujung gaun yang minim itu dengan berani. Celana dalam yang menyelip pada belahan bokong yang montok aku tarik keluar. Miss Red mendesah, napasnya terengah dan membuatku semakin tidak dapat menahan diri.
"Ahhh, Baskara ...!" Dia melepas bibirku, mendongak ketika mendapatkan pelepasan pertama padahal dari tadi yang aku mainkan hanya bokongnya saja. Aku bahkan belum menyentuh ke mana-mana. Bukan hanya bibirnya, aku juga ingin menguasai semua bagian tubuhnya yang sempurna. Ingin menenggelamkan wajahku di antara belahan dadanya yang menggoda, ingin memainkan putingnya yang saat ini pasti sudah menegang dan minta perhatian.
Namun sayangnya, sebelum semua itu dapat terlaksanakan, mataku sudah terlanjur berat. Kepalaku terasa pusing bukan main dan pandanganku akan wajah cantik yang sebenarnya ingin sekali aku lihat dengan jelas itu semakin memudar. Bibirku yang masih dalam kuluman lembut pun sudah mati rasa.
Miss Red ..., kenapa tubuhku jadi lunglai tak berdaya dan berakhir tak sadarkan diri seperti ini? Aku ..., benar-benar ingin menikmati kamu!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayuan Si Gaun Merah
Romance"Kamu masih perawan?" Mataku melotot. Menatap wanita yang kini sedang mendudukkan diri di atas pangkuanku. Gaun merahnya yang licin tersingkap, mengangkangi pahaku dan membuat masing-masing bagian intim dari tubuh kami bertemu meski masih tertutup o...