Noromenc

16 4 12
                                    

Prompt

"Kamu sangat mencintai dirimu. Tapi saat kamu ketemu sama diri kamu yang lain, bagaimana kamu mencintai kamu?"

***

Mereka membuatku muak.

Bisa-bisanya mereka berduaan dengan lawan jenis. Sambil pegang-pegang tangan, pula. Apa mereka tidak merasa jijik?

"Ini adalah penyakit kronis," kata sahabat sekaligus dokter pribadiku.

"Kenapa, dok?" tanyaku.

"Kau tak bisa merasakan cinta. Ini tidak normal. Kelainan!" teriaknya seraya mengangkat telunjuk.

Aku manggut-manggut saja mendengar penjelasannya.

"Manusia normal pastinya jatuh cinta dengan lawan jenis. Kau tidak. Kau noromenc. Tidak punya ketertarikan cinta!" caranya menekan kata-katanya membuatku geli.

Sarannya sama sekali tidak membantu. Salahku juga mempercayai sahabat se-per-kocakan-ku sebagai dokter.

Untuk mengobati perasaan aneh yang menggelitik sekujur tubuhku setelah berobat, aku mendatangi sebuah toko ramuan. Terciumnya aroma zat kimia bisa membuatku merasa tenang.

"Neng, ini ramuan apa?" tanyaku seraya menuding ramuan berbotol ungu di atas rak kayu. Itu adalah ramuan baru. Tak pernah terlihat sebelumnya.

"Oh, itu ramuan cinta. Siapapun yang meminumnya dapat merasakan indahnya cinta," jawab penjaga toko.

Perkataan sahabat sekaligus dokter pribadiku itu terngiang-ngiang. Apa aku memang memiliki kelainan noromenc?

Aku menyipitkan mata. So sus. Ramuan itu dipasang harga enam sembilan koin. Terlalu murah untuk ramuan yang mampu mengubah nasib seorang diriku.

"Beli satu ya, neng," kataku selagi merogoh saku celana yang ternyata sudah bolong.

Aku mendapat ramuan cinta itu dengan percuma. Seluruh koin yang kubawa tercecer di jalan. Terima kasih saku celana bolong.

Beruntung, penjaga toko sungguh baik. Dia membiarkanku menambah hutang hingga sekali putaran, setengah putaran, bersihkan sel kulit mati dan kotoran–kok malah nyanyi sih!

Ramuan cinta itu kuletakkan di atas meja. Kuamati dengan penuh selidik.

Apa benar ramuan ini bisa mengobati noromenc?

Aku menelan ludah.

Tak terasa, seisi botol ramuan itu habis kuteguk. Rasanya seperti bunga lavender yang disumpalkan sembarangan ke mulut.

Wangy. Tapi membuat mabuk.

Badanku terhuyung-huyung, menabrak cermin yang beruntung kacanya tidak sampai pecah.

"Halo, beb."

"Hai juga, baby."

Aku terkejut hingga jantungku hampir copot. Mataku membelalak. Otot-ototnya mencuat keluar dari rongga mata, seperti naga biru di kartun "Satu Pecahan".

Sosok bayangan di cermin berbicara!

"Beb ... kau kan aku?" Aku bertanya ragu-ragu.

"Iya, my baby my love," suara sosok itu melengking tinggi.

"Kamu cinta aku, beb?"

"Tentu saja, baby. Aku selalu mencintaimu. I love you hundred hundred hundred percent!"

Mau tak mau aku tertawa pelan. Sosok itu kekanak-kanakan. Mengingatkanku dengan masa kecil, saat aku tidak mau mengalah menjadi "Penjaga Berkekuatan" merah.

"Tapi ... kamu kan diriku sendiri, beb."

"Memangnya kenapa, baby?"

Tidak apa-apa, kataku di dalam hati. Kenapa cermin di hadapanku berbicara? Ini bukan mimpi, kan? Apa yang terjadi padaku?

Kulirik ramuan di atas meja yang tinggal botolnya itu.

Ada yang janggal. Aku tidak memperhatikan potongan kertas yang tertempel di botol itu. Di sana tertulis, "Ramuan Cinta. Berindikasi menyebabkan halusinasi."

Oalah, penjaga toko gemblung! Kok gak bilang-bilang sih?

***

Jumlah: 437 kata

Tanggal publish: 15 Januari 2023

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang