Bab 1

5 0 0
                                    

Di tangan kanannya arum mengangkat keranjang berisi makanan sedangkan di tangan kirinya ia membawa termos berisi air panas. Setelah mengunci rumah ia menuruni tanah yang dibuat seperti bentuk tangga.

Gadis itu berjalan menyusuri setapak jalan yang ditepi kanan kirinya ditanami bunga kertas, bunga mawar dan banyak jenis bunga indah dan memiliki warna menawan lainnya.

Senyumnya mengembang mengembang menyapa para petani yang sedang memupuk padi di sawah, membersihkan gulma, dan ada bapak-bapak yang membawa kerbau ke kubangan ditepi sungai.

Senyum Arum semangkin sumringah ketika langkahnya telah sampai di tempat favorit nya yaitu jembatan penghubung bernama jembatan Kaesi. Diturunkan termos dan keranjang bawaannya dibuat ditepi jembatan lalu ia menepi memegang pembatas jembatan yang terbuat dari bambu, menyaksikan gunung Keranci didepan sana.

Ia lalu memejamkan mata menghiruo dalam-dalam udara menenangkan yang selalu ia damba. Arum membuka mata, tersenyum lagi ia atas keindahan desa yang dikelilingi pegunungan gagah, pertanian dan perkebunan yang tertata rapi serta dari jembatan ini pula ia bisa menyaksikan aktivitas para petani, pekebun, maupun para leternak. Suara sungai dibawah menderu deras bersama anak-anak yang berenang, bapak-bapak memancing, dan ibu-ibu mencuci. Pohon di kanan kiri jembatan membuat Arum merasa adem dan nyaman. Sungguh tempat favorite nya.

"Mau mengantar makan siang dek? "

"Iya Paman" kata Arum menjawab ramah saat Paman Harip lewat dengan menggotong bambu di bahu kanannya yang membawa dia ember karet di tiap ujung bambu.

Puas menikmati pemandangan, Arum melanjutkan perjalanan dengan perasaan lebih lepas membuncah seperti biasa setiap melewati jembatan penghubung sejak kecil. Ia menyusuri setapak jalan menuju sawah, kali ini disisi kirinya terdapat hamparan sawah yang terlihat dari jembatan. Menuju sawah milik mereka jauh, Ia mulai merasa kakinya pegal yang sesekali tersandung kerikil dan jalanan yang licin.

Senyum Arum mengembang saat sudah dekat dengan pondok ia lalu menyusuri gadu-gadu lalu sampailah ia di pondok. Ia letakkan termos dan rantang di pondok panggung. Di pondok tidak ada seseorang, diedarkan pandangan menyusuri sawah lalu ia melihat topi berkebun muncul saat orang yang ia cari berdiri di tengah sawah.

"Mas! " teriaknya

Laki-laki yang dipanggil menoleh sambil mengenggam cangkul, lalu tersenyum.

"Sini! "ajak Arum. Laki-laki itu lantas membersihkan dirinya dipancuran yang jernih lalu menyusul Arum kepondok. Arum menyambut dengan menyalim tangan laki-laki tersebut.

" Ayo makan" Arum mengeluarkan semua bekal dari dalam keranjang. "Emm.. wangi sekali, mas tidak sabar. " katanya memuji.

Arum tersenyum lalu memberikan piring yang sudah ia isi dengan nasi dan lauk pauk yaitu arsik ikan mas, sambal randat dan daun ubi rebus. lelaki itu menunggu Arum menyendok nasinya sendiri lalu mereka berdua makan bersama setelah berdoa.

"emm.. masakan kamu emang selalu nomor satu. " Puji Beril jujur.

"Ah mas, biasa aja padahal. " Kata Arum malu-malu. "Iya loh dek, mas selalu suka. "
Arum tersenyum cantik, "Trimakasih mas" katanya.

"Airnya sumbat lagi ya mas? "

"Iya, besok mas akan memanggil beberapa orang untuk memperbaiki irigasinya. "

Pasangan suami istri yang sah dia bulan lalu, tepat saat Arum lulus SMA itu berbincang-bincang ria sambil makan. Semilir angin menerpa memberi kesejukan bagi dia insan tersebut.

"Mas ngapain? " protes Arum saat Baril malah ikut-ikutan merecokinya di pancuran. "Mas bantuin kamu nyuci piring de. " katanya tersnyum lebar.

"Ih mas istirahat saja di pondok, Arum aja. " "Mas gamau. maunya bantu kamu. " katanya bersikeras,

"Ini gimana nyucinya? " suara besarnya menggema diantara suara pancuran.

"Tuhkan. Rantangnya siniin semua. Arum aja" kata wanita tersebut.

Berik mencipratkan air membuat Arum memekik, "Mas! "

Baril tertawa, "makanya, suami mau bantu malah ga dibolehin. " kata Baril, bibi lelaki itu mengerucut membuat Arum tak kuasa menahan tawanya,

"Inget usia mas, kayak anak kecil deh hahahh" mereka berdua tertawa. Baril semakin memantulkan bibirnya.

"Yaudah Arum yang cuci mas yang bilas ya. "

"Siap bui bidadari"

Arum tertawa, "Bidadari apaan coba"
"Bidadari penjaga pancuran hahahhahahah" Baril tergelak melihat bibir Arum yang manyun.

"iiih mana ada bidadari penjaga pancuran. "

"Siapa? "

"kamu" Baril semakin tergelak sampai terbatuk-batuk mempermainkan Arum. Baginya Arum sangat menggemaskan jika ngambek, polos dan imut.
"Iihh awas ya" dengan kesal Arum mencipratkan Air dari pancuran ke Baril, berakhirlah mereka saling siram menyiram satu sama lainnya.

"hahah mas udah udah ampun. " Kata Arum menyerah saat Baril menggelitikinya.

Arum kemudian mencuci piringnya, ia ambil sabun dari samping pancuran yang sengaja disediakan disitu agar memudahkan siapa saja membersihkan diri setelah dari sawah, mencuci piring, mencuci baju jika air dirumah mati bahkan mandi. Arum senang mencuci disini airnya sangat bersih, jernih dan menyegarkan.

Dengan telaten Arum mengajari Baril, suaminya itu membilas piring. Suaminya yang akan memasuki usia 30 tahun itu sangat kaku jika dihadapkan urusan beginian. Tapi, Baril sangat ahli soal berkebun, bersawah dan membangun rumah (tukang). Arum senang, walau terpaut usia cukup jauh Baril selalu menawarkan dirinya belajar dan membantu walau gak kecil seperti membilas piring, mengangkat jemuran, bahkan menyapu halamanhalaman tanpa malu maupun sungkan.

"Mas.. please ikut. " rengek Arum.

"Jangan. Mas bilang ga boleh sayang. Nanti kamu kepanasan. " Larang Baril.

"Mass, dari kecil aku udah biasa kena panas, kena lumpur kena semua-semua deh jadi aman-aman aja. "

Baril menarik nafas, "Yaudah, sini sayang. " Arum mendekat saat Baril memasangkan topi sawah. Arum tersentum senang akhirnya bisa membantu suaminya memelihara sawah.

Arum terlebih dahulu jalan di gadu-gadu, Baril dibelakang terus menggodanya, merayu, meggelitiki. Karena keasyikan menganggu Arum Baril malah terpeleset dan terjatuh ketepi sawah.

"Hahah.. kualat kamu mas, gangguin aku terus" Arum tertawa melihat celana dan baju Baril kotor terkena lumpur sawah. Tiba-tiba Baril dengan jahilnya menarik tangan Arum membuat gadis itu memekik terjatuh dipelukan Baril. "Hahah.. enak banget kamu ketawain mas ya"

"iihh mas baju aku kotor! " keluhnya.
laki-laki itu tak menghiraukan kebawelan Arum, dengan masih senang menjahilu Arum ia ambil air sawah menggunakan tangannya lalu mencipratkannya kepada Arum. Tawa Baril menggema mengerjai Arum.

"Aduh mas airnya itu keruh loh.. iih Terima nih" dengan kesal Arum balas menyiram, kesal Baril bisa menghindar diam-diam Arum mengambil lumpur dari bawah lalu langsung melemparnya ke Baril.

Arum tertawa terpingkal-pingkal saat lumpur tersebut mengenai dan menempel tepat disebelah kanan Baril.

"Aduuh.. anuku kedinginan. " Keluh Baril melepas lumpur dari dads kanannya, Arum yang melihatnya terus tertawa sampai memegang perut.

"eeh, aku ga mungkin balas begitu. Awas kamu ya.. " Baril mendekat mengangkat tinggi-tinggi arum membuat arum kegelian. Ia menjerit-jerit sambil tertawa. Mereka berdua menikmati waktu dan suasana seolah dunia milik mereka saja.




Halo Pembaca 😃

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Elegi Gadis Sudut DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang