Prolog-bintang

0 0 0
                                    

Malam itu, Nabu terbangun di atas genangan air yang memantulkan cahaya ribuan bintang di langit malam.

Rambut coklatnya menjadi basah karena genangan airnya, bahkan bagian belakang pakaiannya juga menjadi basah.

Rasanya aneh jika ada yang melihatnya seperti ini di tengah malam.

Ia terduduk, mendongakkan kepalanya ke arah langit-langit, mata birunya menatap ribuan bintang-bintang di langit.

Tiba-tiba, sebuah bintang kecil jatuh di hadapannya. Bintang itu memiliki cahaya kuning lembut yang bersinar terang, cahaya itu bahkan tidak redup sedikitpun saat terjatuh ke dalam air.

Nabu berdiri, mendekati bintang kecil itu. Ia berhenti di samping cahaya itu,
cahaya itu terlihat seperti sedang menari-nari di bawah air.

Nabu kemudian menekukkan lututnya. Ia bisa melihat bayangannya sendiri saya menatap ke arah genangan air tempat bintang itu jatuh.

Cahaya itu kemudian mulai meredup, Nabu cepat-cepat mencoba meraih apapun yang ada di sana, bintang kecil yang jatuh, batu luar angkasa, apa saja.
Tangannya bergerak kesana kemari di air, aneh rasanya, ia bisa memasukan sampai ke lengannya, ia tidak ingat genangannya sedalam ini.

"Bagaimana aku bisa berdiri di atas air jika sedalam ini?" Ucapnya kepada diri sendiri.

Ia merasakan sesuatu di tangannya, ia menggenggam benda itu, dan cepat-cepat menarik lengannya keluar dari air.

"Dapat!" Serunya.

Ia membuka genggaman tangannya dengan pelan, matanya berbinar, jantungnya menggebu-gebu. Perlahan, ia membuka satu persatu jarinya, matanya melebar saat melihat isinya.

Benar, bukan bintang kecil, bukan batu luar angkasa, tetapi sebuah kunci. Kunci itu berwarna emas, dengan ukiran bunga lily putih.

"Sebuah kunci?" Ia bertanya pada dirinya sendiri.

Ia melihat sekeliling, mencari petunjuk tentang kunci itu.

Tiba-tiba, ia mendengar suara seseorang yang memanggil-manggil namanya dari belakangnya. Ia mencium aroma manis yang khas dari asal panggilan itu.

Ia hendak membalikkan badannya saat ia merasakan ada yang menahannya dari tempatnya berdiri, ia berhenti, tak berani memalingkan wajahnya ke bawahnya.

Rasanya seperti ada yang mengikat kakinya, tak mengizinkannya untuk memalingkan pandangannya ke arah entah apa atau siapa yang memanggil-manggilnya dari belakang.

Suara itu terus memanggil, semakin menggema di ruangan kosong tanpa batas itu. Nabu mengambil nafas dalam, lalu memberanikan diri melihat ke arah bawahnya.

Tidak ada apa-apa, hanya air.

"Ini aneh" pikirnya.

Ia mencoba berdiri, ia merasa masih tertahan, tetapi ia sudah bisa bergerak.

Nabu menggenggam kuat kunci di tangannya saat ia mencoba membalikkan badannya, berusaha mencari tau siapa yang sosok yang memanggil-manggilnya.

Mata birunya membelak saat ia melihat sosok yang memanggil-manggilnya. Tidak, bukan seseorang.

"Sebuah.. Pohon?" Ia bertanya pada dirinya sendiri.

Suara misterius itu secara tiba-tiba memenghilang.

Angin meniup rambut coklat Nabu. Anak perempuan itu berjalan mendekati pohon compang-camping di hadapannya.

"Bagaimana sebuah pohon ada di tengah-tengah tempat ini?" Ia bertanya pada dirinya sendiri lagi.

Pohon itu punya batang yang besar, dengan dahan-dahan yang raksasa yang meliuk-liuk, tanpa daun. Pohon itu berada di atas sebuah gundukan tanah yang lebar, dengan rerumputan hijau dan bunga lily yang sama dengan yang terukir di kunci dari bintang jatuh.

Nabu memperhatikan kunci lily itu lagi, memastikan jika bunga lilynya benar-benar sama.

Lily itu memiliki mahkota berwarna merah muda bergradasi ke putih dengan benang sari berwarna hijau keputihan, dan kepala sari berwarna merah maroon.

Ia mengerutkan kening, merasa terguncang untuk melanjutkan langkahnya.

Sampai, suara itu muncul lagi.

Nabu mengedarkan pandangannya kesekelilingnya, mencari-cari arah suara misterius itu lagi. Tetapi anehnya, kali ini, suara itu datang dari segala arah. Memanggil manggil namanya.

Anak perempuan itu merasakan dirinya terguncang, dan pandangannya mulai mengabur. Ia cepat-cepat memasukan kunci lily itu ke dalam kantung kardigan merahnya sebelum kehilangan kesadaran.

『••✎••』

Nabu terkesiap saat terbangun dari tempat tidurnya. Kepalanya terasa pusing saat ia membuka matanya, pandangannya berputar-putar seperti piringan hitam.

Ia mengedipkan matanya, mencoba untuk melihat dengan jelas. Ada seorang anak laki-laki di samping tempat tidurnya, itu Axl. Ia menatap Nabu dengan tatapan khawatir.

"Syukurlah, kau tak apa?" Tanya anak lelaki itu saat ia menyerahkan secangkir teh kepada Nabu.

"Yeah" Nabu mengangguk lemah, menyandarkan punggungnya ke bantalan sambil menerima secangkir teh dari Axl.

Ruangan itu hening, sunyi senyap.

Axl menyentuh tangan Nabu, ia tersenyum, mencoba meyakinkan Nabu kalau ia sudah aman. Nabu mengangguk lembut sebagian balasan.

Axl menyeret kursi kayu berbantal merah ke samping kasur Nabu, lalu duduk di sana.

"Apa yang kau impikan Nabu?" Axl memiringkan kepalanya.

Nabu bergeming, tidak yakin ingin membalas bagaimana, mimpinya terasa begitu cepat dan ada banyak pertanyaan di dalam kepalanya saat ini,
Ia memegang erat cangkir tehnya.

Rasanya aneh jika ia menceritakan tentang mimpinya kepada Axl, walaupun mereka teman sejak kecil. Bahkan mereka sudah menjadi teman sekamar sejak pertama kali datang ke panti asuhan.

Axl menaruh nampan besi dengan sepiring roti panggang dan telur di tempat tidur Nabu.

"Makanlah, tenangkan dirimu dulu"
Axl menyeret kursi kayu dengan bantalan merah kembali ke tempatnya semula.
"Aku akan kembali beberapa menit lagi" lanjutnya.

"Oh ya, jangan lupa habiskan tehnya!" Serunya saat ia melewati pintu hijau di kamar mereka berdua.

Nabu tersenyum tipis, wajahnya melunak.

Anak perempuan itu bergeming di atas tempat tidurnya, ia kemudian mengingat tentang kunci bunga lily di kantungnya.

Tapi, ia tak memakai kardigannya merahnya. Dengan secepat kilat, ia meletakan cangkir teh di atas nampan dan merogoh kantung piyamanya.

"Pasti ada disini" ucapnya kepada diri sendiri.

Ia meraba-raba kantung piyamanya, tak ada apa-apa. Anak perempuan itu mengedarkan pandangannya, mencari-cari dimana kardigan merahnya itu.

"Disitu!"

Ia melompat dari tempat tidurnya saat ia melihat kardigan merahnya itu bergantung di gantungan di belakang pintu.

Anak perempuan itu merogoh kantung kardigan merahnya, mencari-cari kunci itu.

"Dapat!" Ia mengepalkan tangannya ketika berhasil menemukan kunci itu, sebagai perayaan.

Matanya meneliti kunci di genggamannya itu.

"Nyata.. Benar-benar nyata.." Ucapnya.

Kuncinya, benar-benar ada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Telaga BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang