III

4.1K 526 39
                                    

"apa maksudnya ini.?"
Katy yang berhasil menyusul Roya, merampas amplop di tangan wanita itu yang akan diambil oleh staf HRD.

"Aku mau berhenti, beberapa hari lagi akan meninggalkan kota ini. Jadi katakan pada Silas, aku tidak akan menganggunya. Tidak akan pernah muncul di hadapannya."
Suara Roya parau, airmata tak bisa dikendalikannya.
"Aku mohon" bisiknya meremas jarinya, membayangkan apa yang sudah dilaluinya di rumah sakit jiwa selama setahun, bagaimana mamanya Rama tunggang langgang mencari biaya berobat.
Kepala Roya seperti mau meledak saat bayangan makam kecil dengan tanah merah yang diguyur hujan deras melintas dan bergoyang di depan matanya.

"Roya.!" Katy merenggut lengan Roya saat melihat wanita di depannya seperti mau pingsan.
"Ada apa denganmu.?"

Roya berdiri tegak, menepis tangan Katy lalu berbalik bersiap kabur meninggalkan tempat ini.
Setengah berlari Roya keluar dari ruangan tersebut menggenggam tasnya ke dada.
Tidak lagi.!
Silas terlalu kejam dan berdarah dingin.!
Dia takut terhubung dengan laki-laki itu lagi.
Orang kaya yang cara membalas sakit hatinya begitu tidak berperasaan.

"Roya.!" Katy mengejar perempuan aneh yang keberadaannya tidak pernah menonjol tapi kini membuatnya pontang panting mengejarnya.
Sore kemarin Silas sudah menekankan kalau besok pagi Roya harus sudah menunggunya di kantor atau Katy tidak perlu datang berkerja lagi.
Silas Benar-benar wujud malaikat maut dalam rupa manusia.

"Roya tunggu dulu. Kenapa kau lari seperti melihat hantu.!"

Roya mengabaikan suara Katy, dia sudah berada di luar bangunan, tinggal melewati gerbang dan pos pengamanan maka dia bebas dan bisa lari dari Silas yang tidak pernah memukulnya tapi rasa sakit yang ditinggalkannya masih terasa di sekujur tubuh Roya.

"Roya mau kemana, kenapa terburu-buru.?"
Subhan yang melihat Roya berlari langsung keluar dari pos jaganya.

"Subhan tahan dia.!"

Kening Subhan berkerut, reflek menahan Roya saat mendengar perintah Katy.
Roya langsung mendorong Subhan, berlari cepat dan menabrak mobil hitam yang terlihat sangat mahal.

Roya jatuh terhempas ke atas kap lalu tersungkur jatuh ke jalanan beton.
Lutut dan telapak tangannya yang pertama mendarat.
Rasa sakit yang membakar membuat Roya mengigit bibir menahan pekik dan hanya bisa meringis.
Untunglah mobil itu sangat pelan, kalau tidak bisa saja Roya sudah bergandengan tangan dengan malaikat maut.

"Roya.!" Katy memanggil berlari mendekatinya.

"Roya.!" Subhan langsung membungkuk memeriksa kondisi Roya.

"Roya.!" Suara itu tak mungkin bisa Roya lupakan.
Jantung Roya langsung menciut, bukan darah yang mengalir di tubuh Roya tapi air es yang membuatnya gemetar seketika.
Perlahan Roya mengangkat wajahnya, melihat sosok yang keluar dari mobil hitam itu mendekatinya, berdiri menunduk dengan wajah tampan yang sedingin vampir.
Silas Armin.!
Sampai mati Roya tidak akan pernah salah mengenali binatang bejat ini.!

Baik Katy dan Subhan langsung diam saat melihat sang bos berdiri dengan kedua tangan di saku celana, menunduk dengan wajah tanpa ekspresi memperhatikan Roya yang susah payah berdiri tegak.

Roya langsung berbalik tidak bicara satu katapun saat rasa sakit di hatinya hanya akan membuatnya terbunuh.
Roya baru sadar, semua kata-katanya yang dulu terucap bahwa dia akan membunuh Silas jika mereka bertemu kembali hanyalah omong kosong.
Sebelum dia membunuh bajingan ini, dia sudah terlebih dahulu mati akibat rasa kecewa dan luka.

"Apa kau pikir kau bisa pergi begitu saja!?"

Langkah tertatih Roya langsung berhenti, dia tidak bicara hanya menunggu apa lagi yang ingin Silas katakan.

"Aku ingin bicara denganmu."

Roya yang dulu si gadis bodoh pasti akan tertawa lalu melompat menerjang dan memeluk Silas yang akan ikut tertawa lalu membawanya berputar-putar seperti dunia ini milik mereka berdua.
Roya ingin bicara tapi lidahnya begitu berat digerakkan.
Semua yang ada di tubuhnya mengingat apa yang pernah Silas lakukan padanya.

"Percuma saja jika kau menghindar.
Sekarang kemanapun kau ingin melarikan diri aku pasti bisa menemukanmu."

Roya menarik napas.
"Aku tidak ingin bertemu denganmu, bicara atau sekedar melihatmu."
Roya menunduk melihat darah yang mengalir dari lututnya yang luka.
"Seperti yang dulu kau katakan, aku terlalu hina dan menjijikkan, jadi sebaiknya kita tidak berjalan di tempat yang sama."

"Aku mencarimu. Aku kembali setahun kemudian.
Ada banyak yang ingin kutanya dan jelaskan.!"

Roya menggeleng masih tetap membelakangi Silas.
"Tidak bagiku. Satu-satunya yang aku mau menjauh darimu, tidak pernah bertemu lagi seumur hidup. Melupakan apa yang sudah terjadi."

Silas bergerak merenggut bahu Roya, membuat wanita itu berbalik menghadapnya.
Ditahannya kedua bahu Roya yang ingin kembali berbalik menghindarinya.
Diamatinya wajah Roya yang kini tidak lagi terlihat Chubby.
Roya cenderung tirus, kulit yang sedikit lebih gelap dan kusam serta garis halus dikening.
Roya sangat kurus, matanya tanpa cahaya seperti mata ikan mati.
Tapi rambut Roya yang panjang hingga menutupi bokong pasti masih sama panjangnya meski digulung asal-asalan.
Perlahan tangan Silas bergerak turun menyentuh jemari Roya, merasakan tapak tangan Roya yang dari dulu memang tidak lembut sebab sudah terbiasa kerja keras dan Saat itu juga Silas bisa merasa jari Roya yang bergetar.
Roya menarik lepas tangannya dari Silas, mendekap ke dadanya dengan sorot mata yang menampar Silas.
Roya takut padanya.!

Ini berbeda dari yang Silas pikirkan.
Khayalan Silas berbeda jauh dari kenyataan.
Tidak ada lagi binar cinta di mata Roya.
Tidak ada lagi sikap memuja dan memanjakan.
Silas mencari-cari apapun yang bisa membuatnya percaya kalau dia masih punya harapan.
Tapi tidak.!
Tidak ada harapan untuknya lagi.
"Bertahun-tahun aku memikirkan semuanya.
Aku sadar sikapku dulu salah. Harusnya aku mendengarkan penjelasanmu tidak langsung menarik kesimpulan sesukaku."

Roya mengabaikan Silas.
Dia terus melangkah meski lututnya sudah mengeras seperti kayu dan setiap kali melangkah membuatnya meringis.
Kenapa.?
Kenapa Silas bicara seakan dia peduli.?
Untuk apa lagi pertanyaan dan penjelasan.?
Waktu yang sudah berlalu tidak bisa ditarik mundur, apa yang sudah hilang dari Roya tidak bisa dimilikinya lagi.!
Satu-satunya perasaan yang tersisa untuk Silas adalah rasa takut dan terancam.
Mungkin Silas menganggap hinaan yang diberikannya dulu hanyalah kesalahan kecil tapi bagi Roya itu adalah penghinaan seumur hidup.
Apa Silas pernah menyesal atau berpikir untuk menghentikan niatnya mempermalukan Roya di pesta ulangtahun Silas dan dihadapan para tamu terhormat yang tersenyum dan tertawa mendengar hinaan Silas untuk Roya.

Roya menarik napas panjang, terus melangkah ke rumah meski gerimis mulai berubah jadi badai, menyamarkan airmata dan gemetar di tubuhnya.
Roya memegang perutnya yang cekung tapi dulu pernah begitu bulat dengan sosok mungil yang tumbuh di dalam dirinya.

Tidak ada Rama, tidak ada siapapun, Roya sendirian.!
Silas seperti bom baginya.
Kini semua luka dan rasa malu yang ingin dilupakannya kembali teringat jelas.
Tapi kali ini Roya bukan lagi wanita muda yang lemah dan dimabuk cinta.
Dia tidak akan membiarkan Silas menindas dan mempermalukanya lagi.
Tapi dia juga tidak punya kekuatan untuk melawannya, jadi cara yang paling baik adalah menghindari  silas sejauh mungkin.

Besok.
Besok tak peduli apapun dia akan pergi bersama Rama.
Dia tidak peduli dengan ancaman Silas yang bilang pasti menemukannya.

Lagipula untuk apa bajingan itu menemukannya.
Apa guna dirinya bagi Silas.
Apa Silas masih marah, sakit hati dan belum puas menghancurkan hidupnya yang tak bernilai padahal semua hanyalah kesalahpahaman kecil tapi Silas bisa begitu kejam menghukumnya.

Roya takut, sangat takut.
Jantungnya menciut setiap mengingat Silas sekarang bertemu lagi dia seakan bisa melihat masa depannya hancur dan gelap.
Tapi tidak, Roya tidak akan membiarkannya.
Cukup sekali dia terlibat dan hancur oleh Silas.
Kali ini dia akan terbang dan menjauh atau mati menukik jatuh ke jurang asalkan tidak jatuh di bawah kaki Silas.

***************************
(10022024) PYK

Lawyer Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang