"Aneh, kekuatan macam apa ini?"
"Apa yang anda lakukan? Kenapa menyerang saya tiba-tiba begini?"
Gilsu mengernyit penuh keheranan, saat dihadapkan kobaran cahaya keemasan yang melindungi (name). Bahkan, sedikitpun apinya tak dapat menembus, malah lenyap.
"Jenis kekuatan apa ini? Apa kau sungguhan seorang dewi?"
Barulah saat pertanyaan heran itu gilsu lontarkan agak kencang, (name) mengerti bahwa ini pelatihan mendadaknya. Segera kekuatan ia surutkan, menyisakan keadaan sekitar yang anehnya masih baik-baik saja.
"Mungkin? Jenis kekuatan anda api, ya? Itu keren, tapi kita berbeda. Bagaimana anda akan mengajari saya dengan perbedaan itu?"
Gilsu memilih mengabaikan rasa herannya, untuk sekarang. Alis yang tertekuk mulai rileks, lalu mulut berucap, "mudah saja. Aku tinggal menyesuaikan cara bertarungmu, kau juga harus menyesuaikan dengan menerima titik kontrol ku. Titik kontrol itu hal yang penting dalam rahasia kekuatan kami, loh. Jadi kau harus berbangga diri."
"Tunggu, titik kontrol?" dibandingkan harus bangga dan merasa berterimakasih, (name) malah salfok duluan akan kata itu. Kok sepertinya tidak asing.
"Iya, kemari dan duduklah dengan tenang. Akan ku ajarkan titik kontrol itu, sambil menjelaskan tentang beberapa hal yang belum sempat ku jelaskan."
Ragu sedikit, (name) diam. Sampai beberapa detik memantapkan hati untuk percaya, tubuh menuruti apa yang gilsu titah.
"Kalau diasah, kemampuan mu pasti akan semakin bagus dan hebat! Kau yang mengeluarkan kekuatan tanpa mengangkat tangan saja sudah sangat hebat."
Dipuji adalah hal yang biasa bagi (name), jadinya respon biasa saja. Tetapi, tatapan ambisi gilsu adalah yang paling hatinya respon.
Ketidaksukaan.
"Rasakan dan ingat ini baik-baik. Kau sudah bisa memfokuskan kemampuan mu untuk melihat arus kekuatan mu, jadi aku tak perlu menjelaskan bagian itu."
Telapak menyentuh punggung. Tak disangkanya punggung berbahu kecil ini adalah punggung seorang gadis berusia 17 tahun. Hal yang tidak dapat dipercaya, sebab gadis ini memiliki kontrol pelepasan energi begitu kuat, sampai saat sekarang pun dirinya sama sekali tak dapat merasakan sedikitpun kekuatannya.
Di balik fokusnya (name) dalam merasakan titik kontrol gilsu, seringai amat lebar tercipta. Entah kenapa, (name) jadi merinding. Apa udara mulai mendingin? Tetapi, ini masihlah siang.
Lalu, mulai kembalilah gilsu dalam berceloteh. Sampai pada kata awakened, (name) bagai tersambar petir di siang bolong.
'Pantas saja semua ini tak asing!'
***
Berminggu-minggu dirinya mencoba menerima kenyataan, berminggu-minggu pula perjalanan dan pelatihan mereka terus berjalan tiap istirahat. Sampai akhirnya, hal yang paling membuat (name) lebih berdebar dan bersemangat setelah mengetahui ketidakmasukakalan ini, akhirnya ia hadapi.
Kota.
(Name) melongo. Mata mengedar tak hentinya, membuat gilsu beberapa kali harus berbalik dan menegur, meski percuma karena perhatian (name) sudah sepenuhnya terpusat pada sekitar.
Kasihan dirinya, sudah hidup nolep di dunia nyata, sekarang hanya bisa tinggal di desa, sampai-sampai sekalinya datang ke kota penuh gedung berjejer malah dibuat melongo.
"Sekarang hanya perlu penampilan mu," ucap gilsu seraya mengamati penampilan (name).
Badannya kurus, dan kecil, tidak seperti anak seusianya, pasti kena malnutrisi. Rambut bergelombang jabrik seperti anak yang diurus oleh orang utan. Wajah kumel sisa bercak tanah karena tidur serampangan.
Bagaimana anak seperti ini akan memikat hati para pria?! Lebih bagus disandingkan dengan gelandangan diantara organisasi yang orang-orangnya berpakaian bak pengusaha.
"Ck, ck. Menyedihkan. Apa rambut jabrik dan awut-awutanmu harus dipotong?" gerutu gilsu, matanya menjadi terganggu akan penampakan (name).
Ucapan itu bagai ancaman, (name) segera memeluk rambut sepantatnya dengan tatapan tajam menghunus, membuat gilsu menghela nafas, mencoba mengalah.
"Baiklah, ayo ke salon." dia malah makin-makin di tatap tajam. "Tidak akan di potong! Tapi kalau sedikit, kau harus mau."
"Sedikit?"
"Iya!"
Yah, memang sedikit. Hanya, dari sepantat jadi sepinggang ....
"Sialan! Aku nggak akan membiarkanmu menyentuh rambutku lagi!" Tetapi, tetap saja (name) menangis karena merasa itu masihlah terlalu pendek.
Oh, rambut pirang kesayangannya, yang selalu menemani di tengah menakutkannya tatapan para manusia.
Gilsu menghela nafas jengah, tapi di tengah itu sedikit tersenyum sebab merasa (name) kini lebih baik. Tak sia-sia juga uangnya keluar untuk membelikan baju yang cocok dengan keadaan sekarang.
Rencana selanjutnya. Mata beralih menatap sebuah gedung, lalu kembali pada sosok (name) yang masih saja mendumel di tengah langkah nya. Mendadak berhenti, gilsu pun turut terhenti, dihias heran.
"Kenapa?" bingung gilsu, saat tak mendapati respon akan (name) yang malah bengong menatap, entah pantulan diri di kaca, ataukah isi dalam kaca itu.
'Cantik ... apa, dia sungguhan dewi?' jawabannya, adalah pantulan diri di kaca. Ini untuk pertama kali (name) melihat tubuh yang dirasuki nya, setelah untuk pertama kali dirinya masuk.
Bertahun-tahun lamanya, dari tangan dan tubuh mungil, sampai menjelma menjadi seorang gadis.
Surai pirang yang selama ini hanya dilihat bergantung, kini sepenuhnya nampak. Poni yang dulu selalu dianggap mengganggu, kini berada di potongan bawah mata dan di singkapkan ke kedua sisi telinga.
Tunggu, model rambut norak macam apa ini?!
'Ah, tapi aku lebih leluasa begini.'
Lalu, bagian ujung dekat telinga dibiarkan menjuntai, panjangnya hanya mencapai dada. Mata setengah bulat, iris kuning keemasan. Bibir pink kemerahan yang tipis, saat tersenyum melengkung ke atas, polos dan manis. Iri sekali, bibir nya dulu, kalau tersenyum lurus saja.
Sementara itu gilsu, wajahnya amat menunjukkan raut seolah dirinya manusia teraneh, sebab tiba-tiba menunjukkan kenarsisan, dan tingkah memalukan dengan pose juga senyum-senyum sendiri. Terlebih, di depan orang-orang.
Kepalang malu, gilsu menarik kerah belakang, mencekik (name) yang mengaduh juga berusaha meronta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goddes [Eleceed]
Fanfictionhidup kembali ditempat asing adalah hal yang tidak dikiranya bisa sungguhan terjadi. terpaksa menjalani hidup penuh sepi, tersiksa dalam situasi baru yang sama sekali tak dimengerti. sampai diri terbiasa dan telah menyatu dengan keadaan, rasa jenuh...