Setengah lusin botol beer tergeletak di atas meja. Yoo Jeongyeon menghela napas kasar, di remasnya sebuah kaleng beer dengan erat, lalu dihempaskan dengan asal. Layar televisi yang menyala terang sama sekali tak dihiraukan. Mata tajam gadis itu justru fokus pada sebendel skrip yang tergeletak di atas meja.
Suara pintu apartemen yang dibuka tak membuat Jeongyeon bangkit dari duduknya. Ia bahkan tak melirik Jihyo yang datang menghampiri. Dengan tenang Jihyo mengambil remote dan mematikan televisi, seakan meminta Jeongyeon untuk fokus kepadanya.
"Jeongyeon." Panggil Jihyo.
Jeongyeon akhirnya mendongak lemas, menatap sahabatnya dengan tatapan sendu. "Gue harus apa Ji?"
Jihyo menggelengkan kepalanya pelan, tak habis fikir dengan tingkah sobat seperjuangannya saat ini. Ia pun mendudukkan diri disebelah Jeongyeon. "Aigoo, temen kesayangan gue yang malang." Ujar Jihyo sambil merengkuh sahabatnya yang nampak rapuh nan kacau itu.
"Aaahh, gue tolol banget dah sumpah. Duh, masa gini aja gak berani. Masa gini aja mau mundur." Rengek Jeongyeon. Air mata mulai meleleh dari kedua matanya.
Jihyo melotot mendengar kata mundur terlontar dari mulut Jeongyeon. "Hehh! Apa nih mundur-mundur? Mundur apaan coba Jeong? Jangan bilang lo mau mundur dari drama debut lo itu? Ngapain pingin mundur segala Jeong? Duhh lo itu kenapa sii?!" Rentetan pertanyaan langsung keluar dari mulut Jihyo. Ia jadi panik dan khawatir. Awalnya Ia mengira Jeongyeon hanya cemas biasa, sebab akan menjalani debut sebagai seorang aktris. Rupanya rasa cemas yang Jeongyeon alami cukup besar, sampai Jeongyeon mempertimbangkan diri untuk mundur.
Rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Jihyo justru membuat derai air mata turun semakin deras membasahi pipi Jeongyeon. Rasa panik menyerbu Jihyo, membuat Ia kembali memeluk Jeongyeon dengan erat.
"Lo kenapa sih Jeong?" tanya Jihyo lembut, sebisa mungkin menahan diri untuk tidak ikut menangis.
Jeongyeon melepaskan pelukannya dari Jihyo. Ditatapnya mata Jihyo yang kini ikut berkaca-kaca. Dengan suara terisak Jeongyeon pun menyebutkan satu nama, "Kim Taehyung."
Jihyo kaget ketika nama itu keluar dari mulut Jeongyeon. Meski terlihat sebagai pribadi yang penuh perhatian dan kadang suka usil, Jeongyeon sering sekali memendam apa yang Ia rasakan. Dan sebagai sahabat terdekat Jeongyeon, Jihyo paham betul apa makna seorang Kim Taehyung bagi sosok Jeongyeon.
Jihyo mengusap-usap lengan Jeongyeon, mencoba memberikan sahabatnya sedikit ketenangan. "Kenapa sama Kim Taehyung, Jeong?"
Jeongyeon mengusap air matanya. Dengan tersenggak-sengguk Ia pun menjelaskan. "D-d-dia gabung di projek drama yang sama, Ji. B-bukan pemeran u-tama. T-tapi t-tetep aja. I-i-itu artinya, gue harus kerja sama dia. Ar-artinya, g-gue harus terus lihat mukanya, ha-harus denger suaranya, ha-harus ngobrol sama dia."
"K-kenapa harus dia, Ji? K-kenapa harus Kim Taehyung? G-gue gasiap kalau ha-harus ber-berurusan sama d-dia."
Jihyo mengangguk-ngangguk, kini paham betul seperti apa masalah yang dihadapi oleh Jeongyeon. Ia paham betul seperti apa rasa cemas yang mencoba melahap Jeongyeon bulat-bulat. Jeongyeon memang punya cukup banyak teman, tapi hanya Jihyo-lah yang tahu rahasia terdalam seorang Yoo Jeongyeon. Dan Jihyo tahu bahwa Kim Taehyung adalah salah satu rahasia terdalam Jeongyeon yang ingin dipendam dalam-dalam.
Jihyo tahu kalau selama lima tahun ini Jeongyeon memendam rasa untuk sosok Kim Taehyung. Jeongyeon sendiri masih tak mengerti kenapa Ia bisa jatuh hati pada personel BTS yang satu itu. Padahal Ia belum kenal secara dekat dengan Taehyung. Jeongyeon juga baru berinteraksi langsung dengan Taehyung beberapa kali saja, itupun karena tuntutan pekerjaan.
Jeongyeon merasa konyol karena Ia diam-diam menyukai sosok Kim Taehyung. Padahal Jihyo sudah mengingatkan bahwa menyukai orang lain bukanlah hal yang konyol. Menjadi pengagum rahasia tentu bukanlah hal yang mudah. Jeongyeon harus berusaha mati-matian untuk menyembunyikan perasaannya. Saat ini hanya Ia, Jihyo, dan tuhan saja yang tahu mengenai perasaan konyolnya kepada seorang Kim Taehyung.