7

280 49 23
                                    

Dengan langkah berat namun mantap, Jeongyeon berjalan menuju kamar Mina. Suara tawa dan desahan semakin terdengar jelas. Rasanya, indra pendengarannya sudah mati rasa tapi hatinya teriris pedas.

Tok tok!

"Ada apa??" Wajah Mina menatap remeh pada Jeongyeon yang dengan palsunya tersenyum manis dan tenang.

"Sebuket lily oranye, untukmu." Tangan Jeongyeon bergerak memberikan buket bunga itu.

"Lily oranye??" Kening sang wanita mengkerut, ini pertama kalinya Jeongyeon memberinya bunga ini. Terlihat perban ditelapak tangan Jeongyeon sudah dilepas juga.

"Ya, hadiah terakhir untukmu." Seketika itu juga Mina menatap wajah Jeongyeon. Ia bisa melihat air mata menggenang di mata indah suaminya itu dan senyuman bodoh terpampang disana.

"Hah? Apa maksudmu!?" Nada tinggi dengan sedikit emosi ... Apa-apaan suaminya ini? Terakhir? Oh ayolah, jangan menggertaknya.

Setitik air mata turun dari nata indah sang suami membuat hati Mina seperti ditusuk ribuan jarum tajam.

"A...aku lelah. Aku ... Tidak sanggup lagi. Semuanya telah aku lakukan tapi tak mampu membuatmu bahagia. Mungkin itu yang membuatmu tak bisa membalas cintaku. Maaf membuatmu terjebak dalam pernikahan bodoh ini. Aku sungguh minta maaf, Mina. Tapi biarkan aku jujur kali ini, aku bahagia bisa bersamamu, melihatmu setiap hari, mendengar suaramu. Itu semua kebahagiaan terindahku. Aku ... Pamit." Jeongyeon memberikan sebuah map merah dan Mina mengambilnya.

Tangannya gemetar, kakinya lemas. Bunga di tangannya jatuh bersama dengan dirinya dan map itu. Tak terbesit di otaknya bahwa Jeongyeon mengajukan perceraian. Tidak, dia menolak percaya dengan apa yang ada di hadapannya sekarang.

"Hei Mina." Panggil lelaki randomnya malam ini dan itu mampu menyadarkan Mina.

"Hah?" Ia mendongak lalu menoleh kearah Jeongyeon, tidak ada Jeongyeon lagi. Jeongyeon sudah beranjak dari situ.

"Ayo kit ..."

"Pergi!! Sekarang!!!" Aura dingin dan tegas membuat lelaki itu takut. Buru-buru ia mengambil barang dan pergi meninggalkan Mina.

Mina masuk ke dalam kamar, mengganti baju, memperbaiki penampilan wajahnya ... Entah, otaknya tak bisa berpikir sekarang, yang jelas ia harus menemui Jeongyeon. Tidak ... Bukan perceraian yang ia mau!!

Langkah kakinya dengan gontai berjalan menuju kamar sang suami yang terbuka lebar.

Kosong ...

Hanya furnitur kosong ...

"Apa-apaan ini? Kapan!? Kapan semua ini ..."

"Nyonya ..."

"Bibi Han, dimana Jeongyeon??"

"Tuan sudah pergi, nyonya. Sehabis menemui nyonya, tuan berang..."

"Kapan barangnya di bereskan?? Kenapa aku tidak tahu???" Mina panik sekarang, emosinya tak tertahankan.

"Tuan perlahan mengangkut barangnya sejak 2 minggu lalu, nyonya."

"Kenapa tidak ada yang memberitahuku!?!!!" Amarah Mina memuncak.

"Sialan!!" Ia berjalan cepat turun menuju parkiran mobilnya. Sekarang hanya satu tujuannya, rumah Yoo.

.

"Oh ... Mina." Sambut nyonya Yoo sedikit canggung. Setelah tahu semua kelakuan menantu dari orang kepercayaannya. Ia merasa malu dan kecewa.

"Eomma, apa Jeongyeon ada disini?"

"Hm? Oh ... Tidak."

Dengab ragu, Mina mendekatkan duduknya ke eomma Jeongyeon.

"Bi...bisakan eomma membantuku? Mencari Jeongyeon??"

"Hm ... Mina ... Kau tidak usah mencari Jeongyeon lagi. Memangnya, apa yang mau kau lakukan? Menyiksanya lagi??"

Seketika Mina terkejut ... Apakah mertuanya tahu? Apa Jeongyeon ... Membeberkannya?

Nyonya Yoo tersenyum tipis, "Aku mengetahui semuanya sendiri. Sampai akhirpun dia tidak membeberkan masalah rumah tangga kalian." Ucap nyonya Yoo.

"Eom...eomma ..."

"Pulanglah, jalani kehidupan barumu. Nikmati hadiah terakhir dari putraku." Nyonya Yoo berdiri dan meninggalkan Mina diruang tamu sendirian.

Air mata Mina mengalir, tak ada isakan.

"Tidak mau berhenti ... Sialan!!! Dimana kau!? Dimana!?" Mina memukul-mukul stir mobilnya.

Tiba-tiba mobil nya di cegat. Beberapa orang turun dan mengetuk kaca Mina. Mina membukanya karena ia tahu itu adalah sekretaris papanya.

"Nona, tuan meminta anda pulang. Mari, biar kami yang membawa mobil anda."

Mina tak menolak, dengan patuh ia berjalan lemah menuju mobil keluarganya.

.

Plak!!

Suara tamparan keras membuat suasana makin mencekam.

"Memalukan! Wanita macam apa kau hah!? Astaga Tuhan, malangnya menantuku memiliki istri sepertimu!!" Tuan Myoui begitu marah.

"Cukup, tahan emosimu pada putri kita!"

Mina menangis tersedu, bukan hanya karena sakit tamparan, tapi hatinya sakit memikirkan dimana suaminya. Bukan ini, bukan ini yang dia mau.

"Mau taruh dimana mukaku!? Apa yang salah Mina? Salah apa dia padamu?! Kalau dia menyiksamu menindasmu, papa yang turun tangan menghabisinya, tapi ini??? Kau Mina ... Kau ..."

"Iya!!! Aku tahu!! Aku salah!!! Maafkan aku!! Bantu aku papa, bantu aku!!! Cari Jeongyeon!!! Papa ..." Tangisan Mina begitu pilu. Ia menjambak rambutnya sendiri.

"Sayang ..." Nyonya Myoui memeluk putrinya.

"Mama carikan Jeongyeon!! Carikan!!!! Cari ... kan ..." Mina pun pingsan.

.

"Bangun ..."

"Je...Jeongyeon!? Jeong ..." Mina sedikit terkejut melihat dirinya berada di kamarnya di rumahnya dengan Jeongyeon.

"Ya?" Jeongyeon terkejut ketika Mina memeluknya erat.

"Hei, ada apa?"

"Jangan pergi. Maafkan aku ..." Mina kembali memeluk erat suaminya.

"Aku tidak kemana-mana ... Aku hanya pergi membeli bunga untukmu." Jeongyeon menunjukan sebuket lily putih.

"Terima kasih." Mina menatap bunga itu namun perlahan warnanya berubah menjadi oranye.

"Jeong ... Warnanya ..." Sosok Jeongyeon seketika menjauh, Mina terus berteriak memanggil Jeongyeon yang semakin jauh.

"Jeongyeon!!!"

Mina terbangun kembali, di kamarnya dikediaman Myoui.

"Kau sudah sadar?" Nyonya Myoui menghampiri putrinya itu.

"Mama, mana Jeongyeon??"

"Mina ..."

"Carikan Jeongyeon, ma ... Hiks ... Tolong ... Hiks."


















Gweh cepetin 😭😭😭. Angst fix nih

Tau gak arti lily oren?! Cari tau!!

Tbc

Orange LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang