1.

5 1 0
                                    


Pukul 12 malam, sebuah toko di tengah pedesaan masih terbuka. Tertera dengan sangat jelas di atas toko tersebut bertuliskan 'Buka 24 Jam'. Dari dalam sana terlihat seorang gadis muda yang sedang sibuk menghitung ulang uang di kasir seorang diri, nampaknya tak ada orang lain selain dirinya di dalam sana.

"Ini baru genap satu minggu aku bekerja disini, dan kini harus merasakan shift malam. Sialnya lagi, mengapa uang di kasir ini kurang? Duh, harus aku yang menggantikan uangnya." Gadis itu menghela nafas, nampaknya ia frustasi setelah berkali-kali menghitung uang di kasir dan totalnya kurang.

Tidak mau ambil pusing karena mesti mengganti uang yang kurang, gadis itu memilih untuk beranjak menuju lemari pendingin dan mengambil sebotol kopi susu. "Setidaknya aku akan menganggap bahwa diriku membeli ini, kemudian membayar dengan uang lebih sesuai dengan jumlah uang yang kurang."

Tiba-tiba saja suara lonceng yang di letakkan di atas pintu berbunyi, tanda bahwa ada seseorang yang masuk. "Tunggu sebentar, tuan." Gadis itu segera berlari menuju kasir.

Belum saja sampai di depan kasir, pria tersebut bersama kedua orang temannya segera menodongkan pistol. Apakah ini sebuah perampokan? Tapi, mengapa mereka bertiga mesti memegang senjata api masing-masing?

"Hai gadis kecil, kami datang untuk membalaskan dendam." Salah seorang pria membuka percakapan, wajahnya tertutup oleh kain yang diikatkan ke wajah.

Gadis itu pun menyeringai, "kupikir kalian sudah lupa, lagipula.. aku sudah bukan pembunuh bayaran" seraya mengangkat kedua tangannya ke udara, gadis itu berkata pelan, "toh, kalian tidak melihat ada pistol ataupun senapan di sini, kan?"

Para pria itu tak menghiraukannya, mereka segera membidik dan menembakkan peluru secara membabi-buta. Seperti yang mereka ketahui, gadis di depan mereka bukanlah gadis biasa, ialah mantan pembunuh yang sempat ditakuti banyak petinggi.

Setiap peluru dapat dihindari olehnya, ia terus menghindar tanpa melakukan perlawanan sedikitpun. "Astaga, merepotkan sekali" gadis itupun mengeluh, ia melihat banyak barang-barang di toko itu mulai rusak karena terkena peluru dan beberapa kaca lemari pendingin pecah dibuatnya.

Salah seorang pria dengan masker dan topi hitam untuk menutupi wajahnya, ia nampak kesal dan mulai mengeluarkan suara. "Tidak bisakah kau diam di tempatmu berdiri? Matilah kau idiot."

"Kasar sekali.." gadis itu tersenyum tipis, kemudian mulai mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Jika bermain jarak jauh saja kalian tidak bisa, maka izinkan aku melawan kalian dari jarak dekat."

Sebilah pisau dapur yang terlihat tumpul, apakah ia dapat membunuh mereka hanya dengan pisau itu? Sepertinya dalam sekali tusukan pun tak akan membuat mereka mati di tempat.

Satu kedipan mata, gadis itu sudah berada tepat didepan mereka. Ia mulai menusuk satu persatu dari mereka, pisau itu memang tumpul, dan itulah yang ia sukai. Tentunya kalian tahu bahwa seorang psychopath lebih menikmati jika mangsanya menderita ketimbang mati dalam sekali tusukan.

Peluru yang mereka tembakkan semakin tak beraturan, bahkan sebuah peluru hampir mengenai salah satu dari mereka.

"Ini benar-benar menyenangkan, matilah kalian semua di tanganku!" Gadis itu tertawa riang, seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan permen dari ibunya.

Tiba-tiba saja sekitarnya berubah menjadi gelap, ini benar-benar sebuah bencana. "Eh.. darah rendah?" Pikir gadis itu, namun tak mungkin itu terjadi hanya karena darah rendah.

Karna melihat gadis itu terdiam di tempat dan kehilangan keseimbangan, para pria itu segera membidik kepala dan menembakkannya berkali-kali.

Gelap.. tak terdengar suara apapun, benar-benar sunyi. "Apakah aku sudah mati? Apakah ini rasanya mati terbunuh? Sakit.. sakit sekali" suaranya bergema di ruangan tersebut, membuatnya yakin bahwa ini sudah bukan lagi dunia.

Beberapa detik keheningan terjadi, setitik cahaya mulai muncul dan perlahan mulai membesar. "Sekarang kau tahu bagaimana rasanya mati? Ini belum seberapa" suara berat terdengar memenuhi seisi tempat tersebut, membuat sang gadis kebingungan dan hanya terdiam.

"Siapa? Siapa itu?" Ia mulai memberanikan diri untuk bertanya.

"Kau tak perlu tahu, yang aku tahu adalah bahwa aku diperintahkan oleh-Nya untuk memberimu sedikit keringanan." Jawab suara itu.

Gadis itu semakin tidak mengerti, "keringanan? Apa yang kau maksud? Jangan membuatku berfikir keras."

"Jika selama hidupmu yang kau lakukan adalah membunuh seseorang demi uang, bahkan hal itu membuatmu lupa untuk takut kepada Tuhan. Maka kali ini Tuhan memberikanmu kesempatan, yaitu untuk mematuhinya" jelasnya.

"Bagaimana aku akan melakukannya? Bahkan kini aku sudah mati" gadis itu mendengus kesal.

"Cara berfikir mu benar-benar dangkal, kau akan ber-reinkarnasi ke masa lalu" suara berat itu terus menjelaskan dengan nada bicara sama seperti sebelumnya, santai dan tanpa membentak sedikitpun.

Dari cahaya itu mulai muncul sebuah sabit yang turun dan mengelilingi tubuh gadis itu, "ini adalah Red Scythe yang akan bersamamu hingga kau mati, lagi."

Gadis itu terlihat kesal, "yang benar saja? Aku ini seorang penembak jitu, mengapa yang kau berikan kepadaku adalah sebuah sabit? Tidak bisakah kau berikan aku pistol, senapan, atau semacamnya?"

"Terlalu banyak request" suara berat itu menjawab dengan nada yang masih sama.

Tiba-tiba saja tangan gadis itu terbuka dengan sendirinya, sabit besar setinggi tubuhnya mulai masuk melalui tangan dengan bagian pegangan terlebih dahulu. Rasa sakit tiada tara mulai ia rasakan, ia bahkan hingga menjerit histeris dan mulai mengeluarkan air mata. "Tolong.."

Setelah sabit itu benar-benar masuk kedalam tangannya, seluruh tempat itu kembali gelap gulita. Gadis itu tak bisa merasakan, mendengar, atau apapun itu.

...

Suara tangisan bayi memenuhi ruangan, seorang bayi perempuan terlahir kedalam kastil keluarga Rosevya. Bayi dengan rambut coklat gelap dan kulit putih yang lembut, pewaris Red Scythe berikutnya.

"Yang benar saja, aku benar-benar terlahir sebagai seorang bayi? Namun.. ingatanku benar-benar masih utuh. Eh.. aku tidak bisa mengeluarkan suara? Astaga."

Sentuhan lembut mengenai pipinya, hal itu membuat bayi itu perlahan mulai tenang. "Apakah ini ibuku? Atau mungkin ayahku?"

Suara berat mulai terdengar, "mau kita beri nama apa padanya?"

"Bagaimana dengan Aretha Rosevy?" Jawab seorang wanita dengan lembut, mungkin ini adalah percakapan antara ibu dan ayahnya yang baru untuk memberinya nama.

"Baiklah, kita beri dia nama Aretha."

Aretha Rosevya adalah namaku yang baru, dan kini aku kembali hidup ke masa lalu untuk mengurangi dosa-dosa yang telah aku perbuat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Girl With ScytheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang