Bloom - 1

299 31 13
                                    

Satu keranjang bunga yang dibawa oleh seorang nenek-nenek hampir saja terjatuh di jalanan yang ramai. Nenek itu memakai baju tradisional Korea berwarna merah muda. Raut wajahnya memancarkan kebingungan, tapi dia tetap berusaha tersenyum kepada pemuda yang memegangi keranjang bunganya, mencegahnya supaya tidak jatuh.

"Terima kasih banyak, Nak," ujarnya. 

Pemuda itu bernama Dabeom. Dia membalas senyuman si nenek, kemudian berdiri tegak. "Nenek mau pergi ke mana?" tanyanya. Sang nenek tidak langsung menjawab, dia memandangi Dabeom dari ujung kepala sampai kaki, kalau dilihat-lihat dari bajunya yang rapi, juga pemilihan warna yang lembut, maka lelaki ini pastilah seseorang yang berhati hangat.

 Sang nenek tidak langsung menjawab, dia memandangi Dabeom dari ujung kepala sampai kaki, kalau dilihat-lihat dari bajunya yang rapi, juga pemilihan warna yang lembut, maka lelaki ini pastilah seseorang yang berhati hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nenek mau pergi ke restoran 'papa mertua', nenek harus hadir ke acara ulang tahun cucu nenek," jawab nenek. Dabeom membulatkan mulutnya. Jika dilihat dari penampilannya nenek ini sepertinya tidak berasal dari kota, dia tampak kesusahan mengenali jalanan di sekitar sini.

"Apa kamu tahu di mana letak restoran itu, Nak?" tanyanya lagi, Dabeom mengeluarkan ponselnya, lalu mengetikkan sesuatu di sana. Dia tidak terlalu mengenal restoran-restoran yang ada di kota.

"Ada banyak restoran papa mertua di sekitar sini, Nek," ujarnya. Dabeom memerhatikan ponselnya, ternyata restoran yang dimaksud si nenek merupakan bisnis franchise yang memiliki banyak cabang.

"Apa Nenek tahu restorannya yang di jalan apa?" tanyanya lagi. Nenek itu menggeleng, raut wajahnya kian terlihat cemas. Sepertinya dia takut terlambat. Dabeom tersenyum kepadanya, dia tidak bisa meninggalkan nenek ini sendirian.

"Baiklah, Nek. Kalau begitu saya akan antarkan Nenek ke sana." Dabeom berusaha menuntun si nenek, tapi wanita berambut putih itu tidak bergerak, mungkin dia merasa ragu.

"Kenapa, Nek?" tanya Dabeom, kedua alisnya mengkerut.

"Apakah tidak apa-apa?" Mendengar pertanyaan itu, sontak Dabeom tertawa renyah, jadi itu yang dikhawatirkan sang nenek. Ekspresinya seperti anak kecil, sangat polos.

"Iya, Nek, jalanan di kota memang sedikit membingungkan, apa nenek tidak tinggal di sini?" tanyanya sembari berjalan di samping nenek.

"Tidak, Nenek dari desa," jawabnya sembari mengikuti langkah Dabeom, lelaki itu menggenggam lengan si nenek, sembari sesekali melihat arah jalanan di ponselnya. Jarak antara satu restoran dengan restoran lain cukup jauh, menyusuri ketiga restoran itu jadi memakan banyak waktu dan tenaga.

Butuh waktu hampir satu jam lamanya untuk mengantarkan sang nenek ke gerbang restoran yang benar. Dabeom menghela napas lega ketika melihat wanita yang menyambut di gerbang. "Nenek kenapa tidak menunggu sopir kami yang akan menjemput?" tanya wanita itu.

"Aku takut terlambat, cucu-cucuku pasti menunggu." Nenek itu sedikit melongok ke dalam, sesaat kemudian terdengar suara langkah nyaring.

"Nenek!" Seorang lelaki berambut cokelat berlari menyambut neneknya. Lelaki itu memiliki senyuman yang sangat manis, rambut di atas dahinya agak keriting, bibirnya merah muda, hidung bangir dan kulit mulusnya makin menambah kesan cantik.

Bloom || KyungbeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang