7. Jangan Ada Lagi

758 106 4
                                    

Jangan lupa vote komen 🩷
Happy reading~

***

Komandan Yudhistira terdiam sembari menatap para petugas pemadam kebakaran memadamkan api di desa Rawa Ungu. Dia memang terlihat bekerja, tapi tatapannya kosong, seperti sedang berpikir sesuatu.

Minggu kemarin terjadi kebakaran di Rawa Biru yang lokasinya berada di desa sebelah. Tadi pagi pasar hewan di Rawa ungu terbakar, kali ini warkop di tempat yang sama.

"Komandan."

Yudhistira menoleh lalu tersenyum saat melihat seseorang yang dia kenal, yaitu Hendra temannya yang berprofesi sebagai seorang polisi.

"Anak buahmu tidak menemukan apa pun yang berkaitan dengan penyelidikan?" tanya Hendra.

"Jangan libatkan anak buahku, biarkan mereka bekerja sesuai dengan ketentuannya," sahut Yudhistira.

"Yud, ini menyangkut keselamatan banyak orang. Tolong kerja samanya," ujar Hendra memelas.

Yudhistira hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa mengenai kesepakatan ini. Sebelumnya dia juga sudah di temui oleh Hendra dan juga rekannya, tapi dia sungguh tidak ingin anak buahnya bekerja lebih keras lagi.

"Yudhi, desa Rawa ini dulu tempat lahir dan bermain kita." Hendra kembali bersuara lalu terkekeh pelan. "Kamu mau, tempat lahir kita di ubah menjadi bangunan tinggi?"

Yudhistira menoleh. "Maksudnya?" tanyanya,

"Ini baru dugaan, kalau kebakaran yang terjadi sejak minggu kemarin adalah di sengaja."

"Jangan lupa kalau tanah ini itu tanah sengketa, Yudhi. Makanya kedua orang tua kita dulu memilih pindah, karena itu," lanjut Hendra.

Hendra dan Yudhi, mereka pernah tumbuh bersama sampai mereka berusia 7 tahun. Namun, keadaan memisahkan karena keduanya pindah ke kota yang berbeda. Dan mereka kembali dipertemukan setelah bertahun-tahun lamanya, mereka dipertemukan lima tahun yang lalu dengan kesuksesan yang berbeda. Yudhistira sebagai komandan kebakaran, dan Hendra sebagai polisi penyidik.

Yang diucapkan oleh Hendra pun benar, kalau desa yang dulu bernama desa Rawa yang kini terbagi menjadi tiga desa. Desa Rawa Biru, Rawa Ungu, dan Rawa Ijo, adalah desa yang tidak jelas tanahnya milik siapa dan berakhir tanah itu menjadi tanah sengketa antara warga dan juga pemerintah.

"Tapi bukankah jika kamu tetap menyelidiki itu akan berpengaruh untuk pekerjaanmu, Hen. Lawannya orang tinggi," tutur Yudhi.

Hendra terdengar menghela nafas. "Kamu lihat orang-orang itu." Tangan panjangnya menunjuk gerombolan warga yang sedang melihat proses pemadaman.

"Itu baru sebagian. Belum yang lain. Bagaimana jika rumah-rumah mereka di ambil tanpa imbalan?" ujar Hendra. "Kebanyakan dari mereka juga hanya berprofesi sebagai buruh harian lepas. Mereka tidak seberuntung kita," jelasnya panjang lebar.

Hendra terus membujuk Yudhistira untuk bekerja sama, bahkan keduanya tidak menyadari kalau api sudah hampir padam.

"Tolong libatkan saya, Komandan."

Sambung seseorang yang membuat dua laki-laki itu menoleh bersama.

"Guntur." Yudhistira dan Hendra terkejut dengan kedatangan Guntur, dengan cepat Yuhistira menoleh ke warkop yang terbakar. Karena jika Guntur sudah keluar lokasi berarti pemadaman sudah selesai, dan benar ternyata sudah padam.

"Libatkan saya, apa yang harus saya lakukan? Kebetulan saya selalu masuk lebih dulu ke lokasi dan keluar paling akhir," ujar Guntur.

"Guntur, apa semuanya sudah teratasi?" Yudhistira mencoba mengalihkan pembicaraan.

Kesatria GeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang