BAB 2

27 7 5
                                    


Selama 21 tahun hidup, aku tidak pernah percaya pada cinta pada pandangan pertama. Bagaimana mungkin seseorang dapat langsung menjatuhkan hatinya ketika pertemuan pertama, bahkan mereka belum saling berbicara. Aku bahkan pernah mengolok temanku yang berkata bahwa dia menyukai seseorang ketika pertama kali melihatnya padahal mereka tidak pernah melakukan interaksi. CATAT: TIDAK ADA INTERAKSI DIANTARA MEREKA. Sementara temanku dapat langsung mengatakan bahwa hatinya telah jatuh terhadap lelaki tersebut.

Tapi kali ini, aku sepertinya harus menjilat ludahku sendiri ketika melihatnya. Dia berdiri di sana, penampilannya tidak begitu rapi dan lumayan berantakan. Rambut dan baju pada bahunya sedikit basah. Di luar sedang turun hujan, dan dia sepertinya baru kembali dari tempat percetakan, terlihat dari kertas-kertas yang dibawanya.

Dia memiliki tubuh yang tinggi dan tegap, tidak kurus dan tidak gemuk. Rahangnya tegas, tatapannya tajam, tapi juga lembut. Kulitnya kecoklatan, menurutku dia sangat mempesona.

Dia bukanlah lelaki tertampan yang pernah aku lihat, tapi entah mengapa saat ini aku tidak dapat mengalihkan tatapanku darinya, dan ada apa dengan jantungku? Mengapa dia berdetak dengan cepat?

"Nih Vy!"

Perhatianku teralihkan. Aku menoleh, Nadi, salah satu temanku di SKI memberikan dua buku kecil berisi doa-doa dan sholawat yang akan kami bacakan. Aku pun menerima buku yang diulurkan oleh Nadi.

"Terima kasih.." Balasku. Kuberikan satu diantaranya untuk Dini.

"Udah dapat Ki?" Tanyaku pada Kiya.

"Belum." Ketika aku memintanya pada Nadi ternyata buku tersebut telah habis dibagikan.

"Udah, aku gak pakai gapapa kok." Ucap Kiya menenangkan.

Aku tentu tidak mau, di dalam diriku telah tertanam suatu prinsip bahwa apa yang telah menjadi hak seseorang harus dimiliki oleh orang tersebut. Buku ini adalah hak kami sebagai peserta, sehingga bagaimanapun caranya aku akan berusaha untuk mendapatkannya.

Aku melihat sekitar, mataku menangkap seseorang yang tengah membagikan buku kecil kepada peserta lainnya. Ketika dia menoleh, aku terpaku. Bukankah itu lelaki tadi?

Dengan jantung berdebar, aku mengangkat salah satu tanganku meminta perhatiannya.

"Permisi Mas, ini bukunya kurang satu." Aku tidak tau bagaimana nada bicaraku saat ini. Apakah bergetar? Atau cukup normal?

Dia menangkap permintaanku, mendekat ke arahku, dan mengeluarkan buku kecil itu dari dalam plastik.

"Ini Mbak." Ucapnya sambil mengulurkan buku kepadaku.

"Terima kasih, Mas." Aku mendongak, melihat matanya. Tuhan... Rasanya jatungku berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Untung saja aku memakai masker, jika tidak bisa kupastikan dia dan orang lain akan melihat betapa konyolnya raut wajahku.

Dia hanya mengangguk, sambil tersenyum kecil tapi mengapa sangat manis di mataku? Kurasa aku sudah mulai berlebihan saat ini.

Aku berbalik kepada Kiya, sambil mencoba mengontrol perasaan dan emosiku. Memberikan buku kecil tersebut kepadanya.

"Terima kasih, dibilangin gak usah gapapa kok." Ucapnya padaku, aku kehilangan kata-kata untuk membalas ucapannya. Sehingga yang bisa kulakukan hanya mengangguk saja.

                                                 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Dari obrolan kami bersama Nadi selaku penanggung jawab acara, aku mengetahui bahwa acara ini diadakan oleh SKI yang melakukan kerja sama dengan salah satu pondok pesantren di Jawa Timur.

Bukan Hanya Tentang 'Aku'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang