1

2 0 0
                                    


•••Happy Reading•••

Nana Yurika, gadis desa yang baru saja pindah ke kota untuk melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Bandung. Desa yang jauh dari perkotaan, membuatnya wajib untuk mencari tempat tinggal di Bandung.

Satu Minggu lagi, masa pengenalan kampus akan dimulai. Tapi, Nana belum menemukan kos yang cocok untuknya. Gadis itu mulai frustasi, "kamar kecil doang, harganya selangit." gerutu Nana sembari memanyunkan bibirnya.

"Copet!"

"Tolong!"

Gadis itu menoleh kearah sumber suara, terlihat dari kejauhan terjadi aksi kejar-kejaran. Nana melihat sebuah balok kayu, ia mempunyai ide untuk menangkap pencopet itu. Nana bersembunyi di balik tong sampah yang ukurannya lumayan besar.

Bugghh!!

Pencopet itu terjatuh dengan sekali pukulan dari Nana. Gadis itu langsung merebut tas yang dicopet dan menendang kemaluan pencopet. "Kalo mau uang itu kerja yang halal!"

Orang-orang mulai mengerumuni pencopet itu dan segera dibawa ke kantor polisi, sedangkan wanita paruh baya itu terus-terusan berterimakasih pada Nana yang telah berhasil menangkap pencopet.

"Kamu orang mana, Nak?" tanya wanita itu sembari memperhatikan sekujur tubuh Nana.

"Saya orang Sumatera, disini mau cari kos. Tapi, belum ketemu." jawab Nana dengan polosnya.

"Nah, kebetulan! Saya ada kos murah, mau?" Tawaran itu terdengar basi bagi Nana, pasalnya tempat yang ia datangi dari tadi selalu menyebutkan murah, tapi tidak sesuai dengan kantongnya.

Karena wajah Nana seperti tidak percaya, akhirnya wanita paruh baya itu mengajak Nana untuk melihat tempat kos-nya.

Sesampainya di lokasi, Nana dibuat tercengang dengan bangunan dihadapannya. "Ini pasti mahal." celetuk Nana. Wanita itu tertawa mendengar ucapan Nana, "nggak, kok. Ini diharga tiga ratus ribu perbulan."

Nana makin dibuat syok setelah mendengar harga yang diberikan wanita itu, ini adalah kos termurah yang ia temui. Nana dipersilahkan masuk dan melihat-lihat isi kos tersebut, interior dan bangunannya terbilang bagus dan mewah.

Setelah berkeliling, Nana memutuskan untuk menyewa kamar di lantai dua. Ia menyewa untuk waktu enam bulan.

"Semoga betah. Oh, perkenalkan saya Bude Ningsih. Kalau ada apa-apa hubungi saya, ya?" ujar Bude Ningsih sembari menyodorkan kartu nama. Dengan senang hati, Nana menerima kartu nama itu.

Jam menunjukkan pukul 17.30 sore. Setelah seharian Nana mencari tempat tinggal, akhirnya ia menetap disini untuk beberapa bulan kedepan. Sepeninggal Bude Ningsih, Nana memilih untuk membereskan barang-barangnya.

Terdengar suara pagar terbuka, membuat Nana menghentikan aktivitasnya. Ia ingat, Bude Ningsih menceritakan bahwa disini terdapat lima penghuni lainnya. Tiga orang di lantai satu dan sisanya di lantai dua.

Nana yang penasaran dengan penghuni kos lainnya, memutuskan untuk turun kebawah, sekedar berkenalan dengan penghuni kos lainnya. Gadis berambut cokelat baru saja membuka pintu utama, sebut saja ia Mita. Penghuni kos di lantai satu, ia sudah cukup lama tinggal di kos tersebut.

"Hai, lu anak baru, ya? Tadi, Bude Ning cerita." ujar gadis itu sembari mengulurkan tangannya. Nana membalas tangan Mita dengan senyuman, "Nana."

"Gue Mita, ada di kamar nomer dua." ujar Mita, sembari menunjuk letak kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu.

Nana menoleh kearah yang ditunjuk oleh Mita. Betapa terkejutnya saat ia menoleh, terlihat sosok perempuan berjalan melewati kamar Mita dan mengarah ke dapur. Nana mencoba berpikir positif, mungkin saja itu mbak-mbak kos yang lainnya. 

"Anak-anak yang lain belum pada pulang, biasanya weekend gini main semua." ujar Mita sebelum ia menutup pintu kamarnya.

Kalimat Mita berhasil membuat Nana merinding ketakutan. Jika baru Mita yang datang, siapa yang ia lihat tadi? Malas ambil pusing, Nana memilih untuk pergi ke kamarnya dan melupakan apa yang ia lihat tadi.

Kamar kos miliknya yang tak sebesar kamarnya di desa, membuat Nana harus mengatur tempat untuk barang-barang miliknya. Nana melirik jam yang ada di dinding, pukul tujuh malam.

Nana baru sadar, ia belum mengabari keluarganya. Ia meraih ponsel yang tergeletak di kasur, Nana mendengar suara langkah kaki yang melewati kamarnya.

"Mungkin udah ada yang pulang anak lantai atas?" guman Nana. Ia yang penasaran langsung mengecek keluar kamar, tidak ada siapapun. Samar-samar, Nana mendengar suara orang bernyanyi dari kamar sebelahnya.

Saat Nana sedang fokus mendengarkan suara dari kamar sebelah, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seseorang yang menepuk pundaknya.

"Kamu anak baru, ya?"

Nana mengelus dadanya, menetralkan detak jantungnya yang berdetak kencang. "Iya, aku Nana." ujar Nana sembari mengulurkan tangannya.

"Gue Luna. Kita seangkatan kok, gue juga maba." sahut gadis bernama Luna sembari tersenyum manis. "Gue di kamar nomor delapan. Main ke kamar gue, yuk? Gue barusan beli lauk lebih nih."

Nana sebenarnya tidak ingin merepotkan Luna, tapi ia tidak enak jika menolak ajakan itu. "Aku juga masih ada sayur, aku bawa, ya? Luna duluan aja, aku nyusul."

Nana kembali ke kamar dan mengambil sayur dan nasi yang ia beli tadi siang. Tanpa ragu, ia menuju ke kamar Luna. Tapi, saat melewati kamar sebelahnya, Nana mendengar suara radio dari dalam kamar tersebut.

"Ternyata, orang kota masih punya radio, ya?"

Tepat saat Nana mengatakan hal itu, suara yang ia dengar tadi menghilang. Mungkinkah suaranya terdengar sampai ke dalam? Nana mencoba menepis pikirannya dan melanjutkan jalannya.

Terlihat Luna sedang menyiapkan karpet kecil untuk mereka duduki. "Ayo, masuk."

"Yang nempatin kamar nomer tujuh itu aktif banget, ya? Tadi nyanyi-nyanyi, terus barusan nyalain radio. Ekstrovert banget, haha." ujar Nana sembari melahap makan malamnya.

Luna yang mendengar cerita itu langsung terdiam, ia memikirkan sesuatu. "Tapi, gue udah dua hari disini, ngga ada suara dari dalem situ."

Lantai DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang