PROLOG.

69 14 4
                                    

“Ingat tujuanmu.”

“Jangan pernah lupa. Ingat, nasibmu di tanganku.”

“Astaga,”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Astaga,”

Secarik surat berisi ajakan untuk datang dan menjadi murid di sekolah khusus penyihir——Hogwarts, akhirnya tiba juga di jendela kamar Kim Dokja. Laki-laki yang sudah 5 tahun menunggu. Ia ingin secepatnya hengkang dari rumah penuh kesialan yang dia huni bersama dengan kerabatnya: bibi dan paman. Keduanya sama sekali tidak pernah memerdulikan Dokja, yang mereka perdulikan hanyalah uang yang dititipkan oleh Ibunda Dokja.

Bagaimana dengan Ibunda Dokja?

Wanita paruh baya yang malang itu dijebloskan dan diasingkan dalam penjara Azkaban atas kejahatannya 6 tahun silam.

Padahal, Ibunda Dokja terpaksa untuk menyihir Ayah Dokja dengan mantra mematikan. Malangnya, Ayah Dokja yang adalah seorang muggle berakhir terkapar tak berdaya setelah habis-habisan menyiksa Dokja cilik. Berita kematian Ayahanda Dokja yang disebabkan oleh Ibunda Dokja menyebarluas hingga menjangkau telinga kementerian sihir.

Namanya insting seorang Ibu, pasti untuk melindungi anak satu-satunya, bukan begitu? Sayang, Ibunda Dokja harus berakhir diasingkan karena sudah melanggar aturan sihir.

Begitulah, sekarang Dokja hidup mengenaskan didiskriminasi oleh bibi dan pamannya. Bibinya, terutama, yang paling parah.

“Apa itu?”

Mendengar suara berat penuh selidik seorang wanita dari belakang buat Dokja tersentak dan berbalik badan, surat dari Hogwarts disembunyikan di belakang punggung.

“B—bibi..!”

“Perlihatkan padaku!”

Dokja menggeleng keras, “tidak, bibi! Ini bukan apa-apa... hanya- surat cinta yang aku tulis—”

Langkah wanita itu terhenti, mata sipitnya terbuka lebar. Kemudian, dia tertawa begitu kencang menggelegar. Pipi Dokja menghangat dan memerah, dalam batin menyesal sudah beralasan menulis surat cinta. Orang yang dia taksir saja tidak ada, boro-boro menulis surat cinta, ‘kan?

“Surat cinta? Kau? Jatuh cinta?”

Dokja mengangguk. Ekspresi wajahnya dibuat semenyedihkan mungkin. Biasanya berhasil, bibi tidak akan tahan melihat kedua mata besar milik Dokja yang berkaca-kaca dan bibirnya yang manyun.

Sangat jelek, menurutnya.

“Terserah. Kuharap orang bodoh yang kau taksir itu cepat-cepat menerimamu. Aku tidak perlu repot lagi mengurusimu kalau kau menikah dan serumah dengannya.”

Dasar bibi sialan.

Ahaha... Iya, bi...”

Sayangnya Dokja hanya bisa merutuk demikian dalam hati saja. Mungkin suatu saat nanti, dia bisa menyuarakannya pada bibi sekeras mungkin.

Mungkin suatu saat nanti, ketika dia menjadi penyihir hebat yang ditakuti. Siapa tahu.

Sepertinya bibi Dokja pun tidak tertarik untuk menggali kepada siapa surat cinta di belakang punggung Dokja itu tertuju. Buktinya wanita paruh baya itu sudah meninggalkan kamar Dokja. Disebut kamar juga tidak pantas, lebih seperti gudang berukuran kecil, sempit, dan menyesakkan.

Dokja yang malang.

Makanya, kehadiran surat dari Hogwarts membangkitkan semangat hidupnya. Bukankah artinya dia keren? Dia adalah penyihir. Dia berdarah penyihir! Impian anak-anak! Menjadi penyihir dan bersekolah di sekolah khusus penyihir untuk menjadi penyihir hebat!

Dokja menampar pipinya sendiri, memastikan bahwa ini bukan mimpi belaka.

Syukurlah, tidak ada apa-apa yang terjadi. Dia tidak terbangun di atas ranjang dengan tubuh basah oleh keringat. Syukurlah, semuanya nyata.

Surat Hogwarts ditatap lekat-lekat, senyuman kecilnya terbit dengan lugu. Senang sekali. Harapan kecil yang akhirnya terkabul. Sepertinya, Tuhan memang tidak tidur. Permintaan bisu Dokja untuk pergi dari rumah ini terjawab.

Menurut isi surat, dalam waktu kurang dari 3 hari Ia sudah harus bersiap. Tepat ketika Dokja ingin bertanya, 'bagaimana dengan alat-alatnya?' sudah terjawab di dalam surat:

Segala keperluan sekolah dapat dibeli di Diagon Alley. Dari tongkat sihir sampai burung hantu.

Dokja jadi semakin tidak sabar. Dia akan mendapatkan tongkat sihir khusus untuknya sendiri dan seekor burung hantu untuk menemani! Sangat keren! Dengan jantung berdebar, Dokja melipat kembali suratnya secara rapih dan menyimpannya di bawah bantal. Usai membaca tulisan ‘Sampai bertemu di Hogwarts’ Dokja semakin yakin Ia akan sulit untuk tidur malam ini saking semangatnya.

Ia berharap, hari keberangkatannya tiba secepat mungkin.

[ PROLOG, fin. ]


* Muggle: manusia tanpa sihir dan tidak bisa menggunakan sihir.
* Diagon Alley: tempat di mana para penyihir membeli barang-barang keperluan mereka seperti tongkat sihir, baju, dan hewan peliharaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALOHOMORA! your heart! | JOONGDOK.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang