"Huh? Aku ini lagi di mana? Kok kayak familiar gitu ya?"aku berdiri menyenderkan bahu pada dinding ruangan yang warnanya perpaduan antara merah muda,biru,dan kuning sembari menggaruk-garuk kepala. Tak lama kemudian, aku melihat 2 anak perempuan yang masuk dan menarik kursi yang terdapat dihadapan ku.
"Ara,Freya mana? Katanya kamu mau bawa adikmu kesini juga" Anak perempuan bermata Hazel memulai pembicaraan dengan pertanyaan pada teman seusianya yang duduk bersebelahan.
Temannya hanya bisa menghela nafas, "Maaf ya Tamara, tadi Freya tiba² sakit perut gara² makan seblak kebanyakan,hehe". Terlihat raut wajah anak perempuan bernama Ara itu sangat takut Jika temannya kecewa akan ketidakhadiran adiknya.
Tanpa sadar,aku tersenyum melihat raut wajahnya yang menurut ku lucu nan menggemaskan.
"Yahhh, gapapa deh. Kalo gitu,mulai aja sekarang kali ya?"Tamara memanggil kurir yang membawa kue ulang tahun berwarna biru cerah. Bukannya senang, Tamara malah kebingungan karena seharusnya yang datang adalah kue berwarna kuning. Sesaat kemudian Tamara tidak menghiraukannya sebab ia berpikir mungkin pembuat kuenya salah mendengar.
"Kamu bawa lilinnya Ra?"
"Iya,7 kan?"
"Iya lah,Zahra Nur Khaulah Jayawardhana ku yang cantik"
Beberapa saat kemudian,7 lilin menyala diatas kue dan siap untuk ditiup. Tak lama kemudian, mereka berdua mulai menyanyikan lagu selamat ulang tahun lalu Tamara meniup ke-7 lilin yang menyala.
Tunggu, kejadian ini mengingatkanku sesuatu. Tapi aku lupa, dan sejujurnya aku merasa tidak asing dengan 2 anak ini.
"Tamara,kamu ga lupa buat permintaan kan?"tanya Ara.
"Astaga Ara,aku lupa hehehe. Tahun depan deh aku bakal buat permintaan" jawab Tamara sambil cengar-cengir.
"Ckckck ya kalo tahun depan kamu Masi idup, kalo engga? Ekhm itu yang dapet kuenya duluan siapa ya?" Protes Ara terputus karena Tamara memotong kue berbentuk lingkaran sempurna yang nampaknya sangat lezat.
"Ini?hmmm buat siapa ya?"goda Tamara sambil mendekatkan sepotong kuenya ke hidung Ara.
Mendengar perkataan Tamara, tiba-tiba tubuhku lemas. Apakah? Jangan sampai itu terjadi,aku harus mencegahnya .
"Pasti buat orang tuamu, potongan kuenya bakal kamu masukkan ke kulkas ya kan?" Tebak Ara.
Ekspresi Tamara seketika berubah dan menggeleng kepalanya pelan,"Salah, ga mungkin juga mereka mau kue ini karena aku ditinggal dirumah sendiri bersama bibi dan pak Didi. Kue ini tu buat kamu Ra"
Benar saja dugaanku. Aku harus memperingati mereka agar tidak memakan kue tersebut dan membuangnya. Anehnya,mereka seakan tidak tau akan kehadiranku. Pukulan yang aku layangkan juga malah menembusnya.
"Uhh sangat romantis ya, ikhlas ga nih ngasihnya?"
"Ga mau nih aku kasih?"
"Ya mau lah, tapi mukanya kayak ga ikhlas gitu"
Tamara yang mendengar perkataan Ara hanya membalas dengan senyuman jahilnya. Sekarang tubuhku terdiam seakan tidak dapat merespon keinginanku untuk bergerak, aku juga tidak tahu mengapa hal ini terjadi.
"Kamu tu kalo mau kasih aku itu harus ikhlas,nanti ka..." Belum sempat Ara menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Tamara memasukkan sepotong kue kecil ke mulut Ara.
Awalnya, Ara tersenyum sambil menikmati kue yang mendarat di mulutnya tadi. Tak lama kemudian, tubuh Ara kejang-kejang dan terjatuh ke lantai disertai mulutnya yang mengeluarkan busa. Tamara yang sebelumnya tertawa setelah memasukkan kue kecil ke mulut Ara pun panik dan segera berlari keluar mencari bantuan, sayangnya semua orang yang seharusnya berada di rumah sedang berbelanja untuk kebutuhan selama seminggu dan ditambah lingkungannya yang sedang sepi.
Dengan putus asa, Tamara kembali menemui Ara yang "mungkin" sedang sekarat, lalu memangku kepala temannya tersebut.
"Ra, maafin aku ya. Kamu jadi gini gara-gara aku. Kamu masih kuat kan? Jangan merem, aku ga mau kamu pergi" ucap Tamara sembari mengelus kening Ara dan mengelap busa yang keluar dari mulut Ara menggunakan pakaian yang ia kenakan.
Perasaanku seakan teriris, entah mengapa aku ikut merasa putus asa seakan-akan aku berada diposisi Tamara. Aku benci mengatakan ini, tetapi kali ini aku benci dengan diriku sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Terlihat tubuh Ara mulai tenang dan mulutnya berhenti mengeluarkan busa, namun pada saat itu pula aku menyadari frekuensi napas Ara juga berkurang seperti orang yang sedang sesak nafas.
"Ta...mara, kamu ja..ga diri baik-baik ya"
"Kamu ini ngomong apa sih, aku baik-baik aja kok. Yang ga baik-baik aja itu kamu"
"Hehe-he gapapa, cu-ma aku ngantuk aja. Aku tidur ga-papa kan?"
"Ga boleh, nanti kamu keterusan" larang Tamara.
"A-da Freya Ra, Se-kalian aku titip dia yah?" Pinta Ara. Walau suaranya mengecil, tetap saja terdengar jelas ditelingaku.
Tamara hanya membalas dengan anggukan. Tak lama kemudian, tubuh Ara kembali kejang-kejang dengan hebat lalu lemas seketika.
Tamara mulai mengomel sembari menggoyang-goyangkan tubuh temannya,"Ra, Ara? Bangun. Aku kan dah bilang tadi kalo kamu ga boleh tidur"
Setelah beberapa saat kemudian, Tamara mulai menyadari apa yang dihadapi teman satu-satunya itu, yaitu kematian. Ia mulai menangis tersedu-sedu berharap bahwa orang yang kepalanya ia pangkuan dapat hidup kembali.
"ARAAA, KAMU KOK CEPET BANGET NINGGALIN AKU?JAWAB RA!" Teriak Tamara hingga membuat telingaku sakit.
Anehnya,suara Tamara terus menggema di kepalaku. Bahkan sekarang,suaranya bercampur dengan sirine mobil ambulance yang tak kulihat. Saat aku memfokuskan pandanganku ke 2 anak itu, tiba-tiba aku berpindah ke pinggiran puncak gedung tinggi yang cat nya sudah mulai mengelupas.
Aku melirik ke bawah, terhitung gedung ini memiliki 8 lantai sehingga mobil-mobil yang sedang berjalan terlihat sangat kecil. Ada apa dengan tempat ini?.
Saat otakku sedang berusaha mencerna, tiba-tiba seseorang wanita yang mungkin seumuran denganku menarik kerah bajuku dari belakang. "Dasar pembunuh, seharusnya kau sudah ada di neraka sejak dahulu",aku tidak bisa melihat wajahnya tapi yang pasti tinggi tubuhnya hampir sama denganku.
"Yahh tidak apalah, mungkin ini cara dari tuhan agar aku bisa menyaksikan kematianmu secara langsung". Aku tercengang mendengarnya. Semakin lama,tubuhku seakan terdorong hingga hampir terjatuh.
Saat aku berusaha melepaskan diri,ia kembali berbicara dengan nada yang tenang. "Apa permintaan terakhirmu wahai nyonya Yessica Tamara?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Kegelapan
Mystery / Thriller"Coba kamu tutup mata kirimu,apa yang kamu lihat?" "Ga ada siapa-siapa,cuma kakak aja" "Kalau mata kananmu yang ditutup? Apa yang kamu lihat dengan mata kirimu?" "Aku melihat kakak dan..." . . . Sebuah cerita yang mengkisahkan kehidupan seorang Yess...