Chap-1 (Karya Pepen)

2 1 0
                                    

Seorang pemuda dengan jaket hitam bergambar Singa di bagian pundak, ia memasuki sebuah gedung kosong yang terlihat begitu menakutkan, dengan ilalang di berbagai tempat.

Saat memasuki gedung itu di ujung koridor terdapat lift terbuka di desain seperti ruang tak terpakai dengan beberapa ilalang di sekitar pintu lift. Ia pun menekan tombol merah lalu memilih lantai 3.

Di lantai 3, terdapat ruangan megah, dengan sofa panjang dan televisi besar di lengkapi ps2. Selain itu, disana juga di lengkapi dengan 3 kamar. Bahkan di ujung terdapat dapur dengan peralatan lengkap.

Disinilah rumah untuk Geng Valeska.

Gedung yang terlihat buruk rupa dan menyeramkan dari luar, tapi berbeda jika di dalam itu adalah ruangan mewah.

Belum lagi, dekat pintu ujung kanan, terdapat sebuah kotak persegi lebih besar, terlihat tidak beda jauh dari cover gedung ini. Satu kesan, menyeramkan. Tapi itu adalah lift otomatiss sebagai akses menuju basement, tempat parkir anggota Valeska.

---

Di lantai 3 seluruh anggota sedang berkumpul untuk mendiskusikan rencana apa yang akan digunakan untuk taruhan nanti malam. Dan beberapa anak yang jago dalam mesin, sedang mengurus motor yang akan di gunakan.

Termasuk Davean, setelah selesai mengurus taktik, ia terjun langsung mengecek motornya yang sedang di urus anggotanya. Bukan ia tidak percaya, tapi ia hanya tidak ingin ada kelalaian yang akan membuatnya celaka.

Waspada itu penting!

"Bos, nanti jangan lupa kumpul di jalan ujung jam 22.00, balapan kali ini jamnya di majuin. Satu lagi, taruhan kali ini jika menang 10 juta di tangan." ucap Jax Alexander biasa di panggil Jaxel sang wakil.

°°°

"Amira!" suara seorang laki-laki berumur 20 tahun lebih itu menggelegar di depan rumah. "Ada apa bang?" tanya sang Ibu menatap anak pertamanya yang terlihat begitu kesal.

Laki-laki itu pun menghela nafas dengan keras. "Bu, suruh si boncel jaga kucingnya sebelum ku kebiri tuh kucing!" ucapnya dengan frustasi.

Bagaimana tidak frustasi? ini sudah terjadi berulang kali saat ia menemukan kucing adiknya membuang kotorannya atas motornya, dimana itu pasti terjadi setelah ia membuat kinclong motor kesayangannya.

"Apa sih bang, heran deh jadi laki kok heboh amat," ucap sang adik dengan menguap lebar, "Ada apa lagi sama pepen?" ucapnya dengan setengah mata tertutup.

Amira Dewitasari menatap sang abang, Rangga Antareza, yang menatapnya dengan kesal,

"Tuh jaga pepen lo, dia udah berulang kali ya buang kotoran di motor gue!" ucapnya menggebu-gebu. Ia berbalik, dan kembali dengan kucing yang tidak berdaya.

"Ya Allah bang! Itu lo apain si pepen gue?" teriaknya begitu heboh, bahkan ia sekarang melebarkan mata melihat kucingnya seakan dianiaya.

Kucing itu ke empat kakinya di ikat dengan kain yang biasa untuk mencuci mobil kakaknya, menjadi 2 ikatan, kaki depan dan kaki belakang.

Belum lagi mukanya penuh dengan kotorannya dia sendiri, hal itu membuat sang Ibu menjauh, karena bau kotoran begitu menyengat.

"Udah! Dek ambil itu kucingmu bersihin, dan kamu bang, bersihin sana ruang sebelah sama motor kamu bersihin jangan lupa!" teriak sang Ibu dari bagian belakang rumah.

Adek dan Abang itu serempak saling membuang wajah. "Sekali lagi, itu kucing buang kotoran di motor gue, lo gak akan lihat tuh kucing di rumah ini!" ucap sang abang, membuat Amira melotot tak percaya.

"Pen, lihat tuh abang. Pokonya jauh-jauh dari monster itu, oke?" monolognya pada si Pepen yang hanya di jawab meong oleh Kucingnya, sedangkan Rangga hanya mendengus, mempercepat jalannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penjara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang