"Prabu"
"Liz"
"Jadi Liz, ini anak temen mama namanya perabu Artama.. kalian udah kenalan kan, nah Prabu kuliah di deket rumah kita jadi untuk sementara dia tinggal disini"
"Kok gitu? Disini banyak kossan, banyak kontrakkan juga yang lumayan bagus" Liz mendapatkan cubitan kecil di lengannya yang spontan membuat wajahnya meringis. "Kamar kamu di atas ya Prabu, anggap aja rumah sendiri" ujar wanita paruh baya yang menyenggol-nyenggol lengan Liz.
"Apa?"
"Anterin Prabu ke kamarnya, dia kan gak tau" omel sang mama, "lewat sini om"
"Heh, kalian cuma beda 2 tahun gak usah panggil..."
"Ini keatas kan tante?" Prabu membawa tas gendong juga kopernya mengikuti Liz dari belakang.
"Nih kamarnya, sebelah sini--" Prabu langsung menutup pintu ruangan yang menjadi kamarnya mulai hari ini, memotong kalimat Liz yang sedang menjelaskan bahwa ruangan tidur mereka bersebelahan.
"Wahh parah banget, dasar gak sopan" Liz menendang pintu kamar Prabu hingga membuka, "apa?"
"Gak, anggap aja rumah sendiri" ujar Liz dengan nada meledek mengikuti apa yang dikatakan oleh mamanya.
Liz kembali ke kamar, membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memainkan ponsel untuk melihat media sosialnya.
Teringat laki-laki yang kini tinggal disebelah kamarnya, Liz mencoba mengingat siapa nama lelaki itu. Mungkin saja ia bisa mendapat sedikit informasi. Hanya untuk iseng, ia tidak tertarik dengan laki-laki kulkas seperti itu.
"Prabu.. prabu siapa ya..." Liz mengetuk-ngetuk keningnya, karena rasa penasaran yang tinggi akhirnya ia berdiri di depan kamar Prabu. Sedikit ragu untuk menanyakan nama lengkapnya.
Apa tidak aneh tiba-tiba menanyakan nama?
Menghela nafas panjang, sebelum Liz sempat mendaratkan kepalan tangan ke pintu, Prabu sudah muncul di hadapannya. "Apa? Mau mukul dengan tangan kecil itu?" Tunjuk prabu. "Nama om siapa?"
"Emang semuda apa kamu manggil saya om?"
"Yaudah mas? Bang?"
"Kenapa nanya nama? Mau melet saya? Maaf saya gak suka sama bocah"
"Heh, bocah apanya? Umur kita cuma beda dua tahun. Ngapain melet kamu? Kayak ganteng aja, dah gak jadi" kesal Liz. "Prabu Artama, kalau saya ada apa-apa berarti ini ulah pelet kamu ya"
"Eh" Liz yang belum sempat menjawab, pintu kamar Prabu sudah tertutup. "Dasar om omo gak sopan, belum selesai ngomong padahal.. Prabu Artama" gumamnya dengan cepat menuliskan beberapa huruf di layar ponsel.
Ketemu!
Liz terus mengusap layar ponselnya, memperhatikan setiap postingan foto di media sosial Prabu yang kebanyakkan adalah foto pemandangan.
Hingga sebuah foto perempuan menarik perhatiannya, " siapa ini?"
Liz mengetuk nama yang tertandai dalam foto, Olivia?Sayangnya akun Olivia terkunci, Liz masih penasaran siapa gadis dengan seragam SMA itu. Dari wajahnya sepertinya mereka sebaya. Tapi bagaimana bisa orang yang tak peduli seperti Prabu memiliki kekasih?
Yah, Liz menganggap gadis itu mungkin adalah kekasih Prabu. Layar ponselnya masih diam dengan foto Olivia yang terpampang tanpa caption di dalamnya.
...
Hari mulai gelap, Liz membantu menata meja begitpun Prabu yang turut bergabung. Saatnya makan malam.
Seperti biasa akan ada obrolan random di meja makan, dengan kehadiran Prabu diantara keluarga tersebut menambah topik permbicaraan.
"Besok kalian berangkat bareng aja" sahut mama yang langsung di tolak Liz, "aku naik bus aja, lagian arahnya berlawanan"
"Kamu gak keberatan kan?" Kini pertanyaan mendarat pada Prabu, "gak masalah tante, tapi kalau Liz gak mau ya gak apa"
"Gak ah, nanti dikira selingkuhannya" gumam Liz membuat Prabu menoleh, Liz membalas tatapan bingung lelaki di sebelahnya. "Dasar pedofil"
"Apa?".
Usai makan malam, semua anggota keluarga termasuk Prabu kembali ke ruangan masing-masing karena besok adalah hari senin yang akan sangat sibuk.
Prabu berjalan mendahuli dan berhenti di depan Liz, "badan kamu nutupin jalan"
"Apa maksud kamu pedofil?"
"Gak tau pedofil?"
"Tau, terus apa hubungannya sama saya?" Liz hanya menghela nafas dan berjalan melewati Prabu yang masih diam melihat tingkah Liz.
Sementara Liz yang berada di kamar, bersandar pada pintu menunggu suara kenop dari kamar Prabu. "Keliatannya aja pendiam, ternyata orang dingin begitu bisa punya pacar. Kapan ya aku bisa punya pacar juga? Udah mau lulus nih".
...
Liz mengikat tali sepatu dengan potongan roti tawar di mulutnya, Prabu lewat begitu saja. Mengeluarkan motor besar dan pergi tanpa bicara apapun pada Liz yang seakan tidak terlihat.
Liz berdecak melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, bergegas ke tempat pemberhentian bus.
"Kok tumben ya busnya belum lewat, bisa telat nih" gumamnya melihat jam dan jalanan secara bergantian.
Tanpa sadar tali sepatunya terlepas lagi, "hish" kesalnya kembali mengikat simpul hingga sebuah kendaraan berhenti tepat di hadapannya. Liz mendongak mengangkat wajah dengan tangan kanan yang menutupi atas keningnya.
"Naik"
"Loh?" Liz beranjak dari posisi duduknya menunjuk Prabu, "gak sopan nunjuk nunjuk" ujarnya menepis jari telunjuk Liz.
"Bukannya tadi -- "
"Cepet naik sebelum saya berubah pikiran terus akhirnya kamu terlambat" Liz akhirnya menurut, mengenakkan helm yang di sodorkan Prabu. "Pake" perintah Prabu yang sadar bahwa Liz terlihat enggan memakai helm itu.
"Gak mau, nanti rambutnya berantakkan.. udah jalan aja, deket kok" Prabu menurunkan standar motor dan merampas helm di tangan Liz. "Eh.."
"Bisa gak sih nurut aja, tinggal pake. Kalau kepala kamu kenapa-kenapa saya yang disalahin.. dah pegangan, saya juga buru-buru jadi mau sedikit kebut" akhirnya Liz mendengat kalimat terpanjang yang Prabu ucapkan.
Liz tidak banyak berdalih, mendaratkan genggaman tangannya di ransel Prabu hingga akhirnya kendaraan roda dua tersebut berjalan melintasi jalanan aspal yang basah karena hujan semalam.
Liz menepuk-nepuk bahu Prabu, "berhenti disini aja"
"Kenapa?"
"Tinggal jalan dikit, makasih.." Liz mengembalikkan helm dan menatap rambut sebentar di spion motor Prabu.
"Sama-sama" ujar Prabu meski Liz sudah berlari jauh di depannya.