1 - Dendam Alana

621 54 2
                                    

"Jadi, dia suka minum kopi hitam di pagi hari, tapi sangat membenci makanan pedas, ya?" tanya Alana untuk memastikan dia memahami dengan baik.

Duduk di ruang tamu, wajah Alana penuh dengan antisipasi saat Derry membuka berkas latar belakang Narendra Wisnuhutama. Derry menjelaskan dengan antusias setiap detail tentang kehidupan dan kebiasaan Narendra. Alana mendengarkan dengan cermat, mencatat setiap informasi yang mungkin berguna.

Derry mengangguk, "Betul sekali. Dan dia juga sangat teratur dengan jadwalnya. Keluar pagi untuk berlari, kemudian ke kantor, dan pulang tepat waktu setiap hari."

Alana tersenyum puas. Informasi ini akan membantunya memahami lebih dalam tentang pria yang menjadi targetnya.

Namun, Derry tidak berhenti di situ. Dia memberikan rincian tentang hobi-hobi Narendra, film yang dia sukai, dan bahkan jenis bunga favoritnya. Alana menyadari betapa terperinci Derry mengumpulkan informasi ini.

"Kerja bagus, Derry," puji Alana.

Derry menjawab sambil tersenyum, "Ini bagian dari pekerjaan saya. Sekarang, untuk masuk ke rumahnya, Non Alana mungkin harus...." Derry memberikan panduan menyusup yang rinci, termasuk potensi jadwal kosong dan pintu belakang yang mungkin kurang terjaga. Alana mendengarkan dengan seksama, mencerna setiap saran yang diberikan.

"Jadi, maksudmu—"

"Benar, mungkin yang terbaik adalah dengan menyusup sebagai asisten rumah tangga," saran Derry setelah memberikan semua informasi. "Non Alana akan bisa memantaunya dari dekat."

Alana berpikir sejenak, kemudian berkata, "Itu benar. Itu mungkin cara terbaik untuk memantau setiap gerak-geriknya, tapi, aku bahkan nggak tau cara nyapu, ngepel, apalagi masak."

"Nona bisa minta ajari Bi Ratih, dengan kemampuan Non Alana yang cepat belajar, saya yakin tidak sampai dua minggu, Nona pasti bisa menguasai semuanya dengan baik."

"Beneran? Kamu yakin?" tanya Alana ragu, Derry menjawab dengan anggukan dan senyum optimis. "Hmmm, baiklah, aku akan mencobanya."

Dengan tekad yang kuat, Alana meminta bantuan Bi Ratih, asisten rumah tangganya, untuk memberikannya pelajaran tentang tugas-tugas sehari-hari seorang pembantu rumah tangga.

"Duh Non, pekerjaan rumah tuh berat, nanti tangan Non Alana jadi kasar. Mending nggak usah deh Non, kan masih ada Bibi di sini yang melayani keluarga Non, ngapain Non Alana harus repot-repot belajar kerjain semuanya sendiri?"

"Aku harus bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, karena aku mau menyamar jadi pembantu di rumah Narendra, Bi, plis bantu aku."

Bi Ratih melongo. "Ya ampun, Non, ojo nekat toh, masa iya Nona Alana mau jadi pembantu di kediaman musuh almarhum ayahnya Non."

"Biar bisa balas dendam, Bi, makanya Bi Ratih harus bantuin aku."

Ratih tak punya pilihan, dia hapal betul watak nona mudanya, jika Alana sudah bertekad, tidak akan ada yang bisa membelokkan tujuan gadis itu. "Yawes, kalau gitu mulai besok bibi akan ajari Non Alana."

***

Ratih melihat Alana yang duduk di lantai dapur, wajahnya penuh kelelahan setelah seharian berusaha menguasai keterampilan baru. Alana terengah-engah, tangannya tergores sedikit dan wajahnya terlihat lelah.

"Bi Ratih, ini benar-benar sulit. Bagaimana Bibi bisa melakukannya setiap hari?" keluh Alana, memandang Ratih dengan pandangan penuh kelelahan.

Ratih tersenyum lembut. "Ssst, ini baru hari pertama, Non. Semua orang pasti kesulitan di awal. Non Alana harus bersabar."

Alana mendengus kesal, "Tapi ini terlalu berat. Aku bahkan tidak bisa memotong bawang dengan baik."

Ratih mendekati Alana dan memberikan bawang yang sudah dipotong sebelumnya. "Coba lagi, pelan-pelan. Bibi yakin Nona bisa melakukannya."

Should We Marry?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang