2 - Narendra Sulit Dibaca

107 21 0
                                    

Pagi itu, Alana akhirnya tiba di kediaman Narendra. Pelatihan lebih dari enam bulan membuat Alana merasa siap memulai tugasnya sebagai pembantu rumah tangga di sana. Derry mengatur semuanya sehingga Alana bisa masuk menggantikan pembantu yang sebelumnya mereka sogok agar mengundurkan diri.

Kumala, ibu Narendra memperkenalkannya Alana kepada pembantu lain yang usianya sudah di atas lima puluh tahun. "Ini Buk Imah, dia sudah bekerja dengan kami selama lebih dari 15 tahun. Nah, Buk Imah, perkenalkan, dia Alana, yang akan bantu Buk Imah di sini."

"Wah cantik banget Mbak Alana ini, yakin bisa kerja sebagai pembantu?"

Alana mengangguk optimis. "Yakin dong, kalau nggak yakin mah mana mungkin aku gabut ngelamar kerja di sini, Buk."

Dengan wajah lembutnya Kumala ikut tertawa mendengar perkataan Alana. "Buk Imah tenang saja, kemarin saya sudah tes Alana untuk mengerjakan beberapa tugas, dan dia saya bawa ke sini hari ini karena pekerjaannya memang bagus daripada beberapa kandidat lain yang melamar."

Imah termasuk hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan Kumala.

"Sebelum Buk Imah antar kamu ke kamarmu, saya mau menjelaskan beberapa hal. Pertama, rumah ini tidak sebesar rumah saya, sebenarnya satu pembantu saja cukup, tapi karena Buk Imah hanya bisa datang pagi dan pulang jam satu siang, kami butuh satu pembantu lagi yang bisa menginap, biar ada yang memasakkan makan malam untuk Narendra, dan melayani dia kalau ada kebutuhan lain yang diperlukan."

"Oh, jadi Buk Imah nggak di sini kalau malam?"

Imah dan Kumala mengangguk serentak sebagai jawaban.

Bagus, dengan begitu gue bisa leluasa membalas dendam ke Narendra....

"Kedua, laporkan apa pun ke saya jika terjadi sesuatu terhadap Narendra. Ada pertanyaan?"

Alana terdiam sejenak sebelum membuka mulut. "Hmmm, kalau boleh saya tahu, apakah Pak Narend—"

"Pangil aja mas, soalnya Mas Ren belum bapak-bapak, Alana," potong Imah mendapat dukungan berupa anggukan dari Kumala.

"Ah, iya Mas, ma-maksud saya, apa Mas Narendra punya alergi terhadap makanan tertentu? Saya bertanya supaya bisa memasakkan makanan yang aman untuk Mas Narendra."

Dan siapa tau gue bisa meracuninya dengan bahan-bahan yang jadi pencetus alergi Narendra!

"Nggak ada, Ren nggak punya alergi, tapi jangan pernah kasih dia makanan pedas, nggak akan dimakan sama dia."

Alana mengangguk paham. "Kalau begitu Alana ikut Buk Imah dulu, biar Buk Imah antar ke kamarmu," ajak Imah sambil membantu Alana membawa beberapa barangnya.

Setelah merapikan barang-barang bawaannya, Alana diajak Kumala ke lantai dua untuk diperkenalkan ke Narendra. Pria itu duduk di ruang kerjanya sambil serius membaca sebuah dokumen.

"Ren, ini Alana, pembantu baru yang menggantikan Wati" ujar Kumala.

Narendra sempat menengok ke arah Alana, pandangannya tertuju pada wajah cantik yang dimiliki gadis tersebut. 'Terlalu cantik untuk ukuran pembantu,' pikirnya, namun ia tidak mengungkapkan hal itu. Ia kembali melanjutkan membaca berkas setelah mengangguk singkat.

Hmmm, rupanya ini Narendra Wisnuhutama ... dingin banget jadi orang.

Melihat suasana tiba-tiba jadi canggung, Kumala mengajak Alana lanjut berkeliling rumah. "Maaf ya, Lana, si Ren emang suka gitu kalau lagi kerja, fokus banget. Sampai kelihatan cuek, angkuh, padahal aslinya dia perhatian banget sama orang-orang di sekitarnya."

"Ah, tidak apa-apa, Nyonya. Lagi pula saya cuma pembantu, tidak ada hak menuntut perhatian lebih dari majikan saya."

Kumala menggeleng tak setuju. "Nggak gitu dong, pembantu itu bagian penting di rumah, jadi kalau mau mereka kerja setulus hati, kami sebagai majikan harus memperlakukan mereka seperti keluarga sendiri."

Ahhh, beruntung banget si songong Narendra punya ibu kayak peri gini. Oke Tante, gue janji, selama misi balas dendam ini, gue pastikan, gue nggak akan nyakitin Tante Kumala.

"Nyonya baik banget, jarang ada majikan berpikiran seperti Nyonya."

Kumala tersenyum dan mengelus punggung tangan Alana dengan hangat. Mereka berkeliling lagi, rumah mewah dua lantai milik Narendra Wisnuhutama terletak di sebuah lokasi yang eksklusif dan tenang. Di lantai pertama, terdapat ruang-ruang umum seperti ruang tamu, dapur, dan ruang makan yang selalu terjaga kebersihannya oleh Imah yang bekerja di rumah tersebut. Namun, lantai dua menurut Kumala adalah area yang sangat pribadi bagi Narendra.

"Ren itu sebenarnya nolak dicariin pembantu baru. Soalnya dulu waktu tinggal di luar negeri, dia terbiasa bersih-bersih sendiri. Dan setalah pembantu lama mendadak berhenti, hanya Buk Imah yang kerja di sini, Rendra lah yang membersihkan lantai dua ini, katanya kasian Buk Imah, takut Buk Imah kecapekan kalau harus mengerjakan semuanya. Syukurlah saya segera mendapatkan kamu, jadi sekarang Rendra nggak perlu melakukan pekerjaan rumah. Beban dia sebagai CEO Agung Sidohayu sudah cukup berat, saya nggak mau dia masih harus bersih-bersih sendiri."

Yakin si iblis Narendra itu kayak gitu? Ah, nggak percaya deh, kayak nggak make sense gitu sama rumor yang beredar, apalagi pertemuan pertama kami tadi dingin banget, masa iya sih orang sedingin itu mau bersihin lantai dua ini demi bantuin Buk Imah? Ngadi-ngadi banget nggak sih? Eh, tapi masa Tante Kumala yang baik bak buperi ini bohong? Ah, bingung gue.

Menurut info yang Alana dapat dari Derry, Narendra Wisnuhutama dikenal sebagai CEO yang dingin dan tegas. Ia selalu mengejar efisiensi dalam segala hal, tak pernah mau membuang waktu. Tak heran bila ia mampu mencapai kesuksesan di usia muda. Namun, keberhasilannya juga membuatnya sulit untuk percaya pada orang sekitar, karena ia tahu banyak musuh yang mengincar posisinya. Narendra menjaga jarak dengan karyawannya, membuatnya menjadi sosok yang sulit didekati.

"Alana," panggil Kumala menarik paksa Alana yang sempat tercenung sesaat mengingat data yang diberikan oleh Derry tempo hari.

"Ah iya, ada apa, Nyonya?"

Kumala menunjuk ke arah ruang tamu di lantai satu yang dapat dipantau dari lantai dua. "Coba lihat itu."

"Itu siapa, Nyonya?" tanya Alana setelah melihat sosok pria seumuran Narendra, yang memiliki penampilan visual tak kalah memikat.

"Dia Krisna, teman karib Narendra. Saya akan kenalin kamu ke Krisna, sebab dia akan sering datang ke sini, jadi kamu juga harus mengenalnya dengan baik."

Krisna menapaki tangga, sementara Kumala dan Alana berjalan ke arahnya. "Eh, Tante, tumben pagi-pagi udah di sini aja," sapa Krisna dengan wajah cerah.

"Kris, kenalan dulu nih sama pembantu baru Ren."

Terbelalak untuk sesaat, Narendra memandangi Alana dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Pe-pembantu? Emang boleh pembantu secakep ini?" Candaan Krisna yang diakhiri dengan tawa itu mau tak mau membuat Kumala ikut tertawa sambil menepuk lengan Krisna yang juga sudah dia anggap seperti anak sendiri.

"Ah bisa aja kamu, Kris."

"Namanya siapa, Te?"

"Alana, namanya Alana." Kumala merangkul Alana untuk melemaskan ketegangan yang menyeruat di wajah gadis itu.

Ya, Alana memang patut merasa tegang, sebab dia baru ingat pernah bertemu Krisna di pemakaman ayahnya.

Duh, nih orang bakal kenalin gue nggak sih? Jangan sampai, jangan plis, jangan.

**

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Should We Marry?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang