"You?"
"Yes, me."
Pria itu membalikkan keadaan dengan mudah dan membuat sang wanita berada di bawah kekuasaan tubuh besarnya. Mata pria itu menatap tajam. Seolah ingin memyusup masuk jauh ke dalam jiwa. Lalu mengintip seluruh rahasia terpendam dalam dirinya.
Ada lengkung senyum di bibir tipis itu. Dengan rahang kokoh membingkai wajah. Semakin menonjolkan ketampanan pria tersebut. Deru nafas mereka saling bersahutan. Jarak mereka terlalu dekat. Sampai dia bisa melihat ada jejak keemasan di iris hijau pria itu. Membuatnya seolah terhipnotis dan melupakan identitas pemiliknya.
Wanita itu menelan ludah susah payah. Harus dia akui pria di atasnya sungguh sangat tampan dan seksi. Terbersit di otaknya untuk menyatukan kedua bibir mereka. Sambil menenggelamkan jemarinya di rambut coklat lebat pria tersebut.
"Sepertinya kamu masih sama seperti dulu, Rabbit."
Rabbit. Panggilan itu sukses membuyarkan pikirannya yang melayang. Sebenarnya dia benci panggilan itu. Apalagi saat diucapkan oleh pria brengsek satu ini. Itu adalah kode nama yang diberikan padanya saat dia mengikuti program pelatihan organisasi. Nama yang selalu mengingatkan dia akan semua kekalahan saat itu dari pria tersebut. Sialnya nama itu tetap melekat sampai sekarang.
"Fox." Wanita itu balik menyebut kode nama pria tersebut dengan geram.
Rabbit kembali memberontak. Namun tetap kalah dalam hal kekuatan fisik. Kemudian tanpa sengaja Fox menggesekkan kejantanannya yang mengeras di balik celana jeans tepat pada permukaan celana dalamnya yang mulai memanas. Damn hormon.
Saat situasinya semakin memanas, tiba-tiba saja layar televisi yang berada di samping tempat tidur menyala dan menampilkan sosok seorang pria berjas yang sedang duduk di balik meja kerja.
Selama beberapa detik keadaan menjadi hening. Seakan semuanya membeku. Tidak ada yang mengeluarkan suara seorang pun. Mereka masih shock dan terkejut. Lalu suasana menjadi canggung.
"Fox, Rabbit... hmm... apa aku harus meninggalkan kalian untuk reuni sebentar? Mungkin satu atau dua jam. Apa itu cukup? Jadi, kalian bersenang-senanglah!" Dan layar datar itu kembali menghitam.
Beberapa detik kemudian barulah kedua orang yang tadi bergulat di atas kasur tersadar bahwa mereka masih berada posisi yang sedikit terlalu intim. Seakan ada api yang membakar tubuh keduanya. Mereka saling menjauhkan diri dengan cepat kilat sesaat setelah kesadaran mereka kembali.
"Gill, you can show up, now."
Wanita itu tahu bahwa orang yang adalah bosnya tersebut, sang direktur, tidak benar-benar memutuskan kontak. Hanya kamera saja, namun tidak untuk alat komunikasi.
Lalu layar datar itu kembali menyala, menampilkan orang yang sama. Hanya saja kali ini ada senyum jahil di wajah orang tersebut, "Apa kalian yakin? Aku tidak keberatan untuk menunggu sampai kalian selesai." Melihat wajah serius keduanya, orang itu memutuskan untuk menghentikan candaannya. Untuk sementara. Dia akan menggoda mereka kembali nanti, "Okay, shall we begin?"
*****
Setelah keduanya tenang, mulailah mereka mengamati hasil dari pergulatan mereka tadi. Hell, kamar ini tak ubahnya seperti telah diterpa badai. Atau seperti kamar honeymoon pengantin baru. Kilas gambaran suatu adegan terbersit dipikiran wanita itu yang membuat suhu tubuhnya meningkat dan membuat wajahnya merah.
Tak ada seorangpun yang bicara. Mereka sama-sama membuang wajah saat tatapan mata mereka tak sangaja bertemu.
"Kalian bisa membuka file yang baru saja ku kirimkan." Suara Gill, memecah keheningan di antara keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE UNDERCOVER
ActionSebuah negara di Asia Tenggara sedang dilanda banyak konflik. Ancaman teroris di berbagai daerah, desas-desus rencana kudeta, dan korupsi pejabat pemerintahan, bukanlah hal yang baru lagi di negara tersebut. Banyak orang yang telah memperkirakan ada...