Perkenalkan, namaku Ashel. Seorang gadis biasa dari keluarga yang biasa-biasa saja, tidak pintar, tetapi tidak bodoh juga. Biasa saja. Aku berusia 15 Tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Lebih tepatnya, aku masih SMA kelas 10.
Aku adalah anak yang tidak terlalu suka bergaul, tetapi tidak menutup diri juga. Ya, biasa saja. Jika ada yang mengajakku berteman, aku tak akan menolak.
Teman? Aku punya banyak teman. Namun sayang, aku harus meninggalkan teman-temanku, karena aku harus pindah kota mengikuti papa ku yang pindah tugas. Otomatis, aku juga harus pindah sekolah, dan memulai semua dari awal lagi.
Pagi ini, kepala sekolah mengantarkan ku menuju kelas yang akan aku tempati nantinya. Sesampainya di kelas, aku pun memperkenalkan diriku. Semua orang di kelas menyambut ku dengan hangat.
Namun, ada satu orang yang menarik perhatianku. Gadis itu duduk di kursi paling belakang, menyembunyikan wajahnya dengan lengannya. Apakah ia tidur? Mungkin saja.
Kemudian guru yang mengajar pun mempersilahkan aku duduk dan menempati kursi yang ada di depan gadis yang tertidur itu. Oh iya, di sekolah ini, meja dan kursi siswanya itu ada satu meja dan satu kursi untuk satu siswa. Jadi, kami duduknya terpisah dan tidak ada teman sebangku.
Akhirnya, bel istirahat berbunyi. Semua orang di kelas ini pergi ke kantin. Hanya aku dan gadis di belakangku yang tinggal. Aku hari ini membawa bekal, jadi aku memutuskan untuk makan saja di kelas.
Gadis di belakangku? Ntah lah, sebenarnya dia tidur atau pingsan? Kenapa orang-orang di kelas ini tak membangunkannya?
Aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas karena ia menenggelamkan wajahnya di meja.***
Bel masuk pun berbunyi. Tak lama, kelas pun kembali ramai.
Kali ini tidak ada guru yang masuk karena kabarnya para guru sedang ada rapat. Beberapa siswa memutuskan untuk pulang karena memang diperbolehkan, sisanya masih tetap di kelas sambil bersenda gurau bersama kelompoknya masing-masing. Hari pertama masuk sekolah, dan guru rapat. Sungguh betapa beruntungnya aku hari ini.
Setidaknya, begitulah yang aku pikir awalnya.
Namun,pemikiran singkat itu sirna, tatkala ada satu kelompok siswi datang menghampiri mejaku dengan wajah yang tidak enak dipandang.
"Heh, anak baru!" Ujar salah satu di antara mereka menggebrak mejaku.
Mendengar itu, tentu saja aku terlonjak kaget. "Ada apa ya?" Tanyaku berusaha santai dan juga bersahabat. Namun, lagi-lagi yang aku dapat hanyalah suara gebrakan meja.
Brak!!
"Tadi lo tinggal di kelas kan?! Lo ya yang ngambil dompet gue?!" Tanyanya sambil menunjuk ke arah wajahku.
Aku menggeleng dengan cepat.
"Halah, siapa dong yang ambil kalo bukan lo?! Boong nih dia, Jes!" Sahut salah satu siswi lainnya.
Yang dipanggil 'Jes' itu pun menarik kerah kemeja ku.
"Mau lo balikin sekarang, atau gue telanjangin lo?!" Bentaknya. Aku yang dibentak pun tak berani membela diri sendiri walau aku tak salah. Alih-alih memberikan perlawanan, yang aku lakukan hanya menangis.
"Gak usah nangis! Ngaku gak lo ma—"
Tiba-tiba, suara seseorang menginterupsi kegiatan bentak-membentak orang ini terhadapku."Berisik" Ucapnya. Kemudian dia berdiri mendekati siswi yang dipanggil Jes oleh teman-temannya itu.
"Gue yang ambil dompet lo. Gue juga daritadi di kelas" Ucapnya sambil menatap lurus ke arah gerombolan siswi itu.
"Tai lo, Zee! Balikin gak?! Gue lapor ke gu—" Perkaataan siswi itu kembali dipotong oleh gadis yang dipanggil Zee