Introduction

62 2 2
                                    

Satu persatu suara jeritan dan rintihan itu perlahan menghilang. Waktu seolah berhenti di keheningan malam pekat, kabut dari asap api yang dibuat oleh para pembantai mulai naik mengudara melingkupi mansion tempat Zobelle dibesarkan.

Nanar ia menatap para penjahat itu berlalu lalang di setiap ruangan dalam mansion, tiada yang memedulikan kehadirannya yang duduk diam di samping mayat sang ayah yang sangat ia cintai telah meregang nyawa. Matanya melebar mencari di tiap sudut dan mengawasi tiap gerakan dalam ruangan besar itu.

Tidak ada laki-laki yang dibiarkan hidup dalam pembantaian itu. Semua pengawal dan pekerja ayahnya yang setia telah dihabisi, hanya para wanita yang dibiarkan hidup, para pelayan itu dilihat Zobelle digiring keluar mansion dan sampai saat ini ia tak bisa melihat mereka. Ia mencoba keluar dari ruangan itu untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh para musuh pada para wanita itu. Namun baru saja menegakkan tubuh untuk melihat, pandangan tajam dari para pria yang ada di ruangan itu menghentikan langkahnya.

Zobelle tidak tahu apa yang mereka tunggu, atau kenapa mereka tidak membunuhnya juga? Ia sangat ingin mengetahui kemana perginya pria mengerikan yang tadi telah menembak ayahnya bahkan tanpa berkedip, sambil menyuarakan tawa kepuasan.

Pria itu tidak memedulikan pernyataan menyerah sang ayah yang ingin berdamai, rela mengikuti syarat apapun demi keselamatan semua orang yang menjadi tanggung jawabnya. Namun setelah mendengar pernyataan ayahnya, pria brengsek itu malah meludah. Tertawa, lalu menghujaninya dengan tembakan dan kemudian menyeret tubuh sang ayah ke dalam mansion.

Zobelle tak bisa menjerit, menangis, rasa shock melihat ayah yang dicintainya telah dibunuh membuat suaranya tiba-tiba tak bisa keluar. Ia hanya terdiam di samping mayat sang ayah dengan mata nanar menatap, mencari kesana kemari satu sosok yang ia harap selamat dari pembantaian mengerikan ini.

Suara barang-barang yang dilempar dan ditumpuk ditengah ruangan mengalihkan perhatian Zobelle. Terkejut ia melihat pria kejam itu telah kembali dengan seutas tali menuju ke arahnya.

Para anak buah pria itu sibuk mengumpulkan semua harta yang bisa mereka ambil dari mansion. Mereka merusak apapun yang terkunci, mengobrak-abrik semua isi mansion.

Tanpa ekspresi Zobelle melihat pemimpin pembantaian itu menuju ke arahnya, ia berusaha menjaga agar tak ada yang tersirat di wajah datar yang ia tampilkan.

Tak ada yang tahu betapa jantungnya berdegup tak terkendali, rasa takut, marah dan keinginan membalas menderu di dalam hatinya.

Dengan cepat dan kasar pria itu mengikat kedua tangan Zobelle di depan tubuhnya. Kekuatan ikatan itu terasa menyakitkan di kulitnya yang lembut, dan ia meringis ketika pria itu mengotak-atik tali sehingga menimbulkan gesekan menyakitkan di kulitnya.

Merasa berhasil memancing reaksi dari Zobelle, kembali pria itu menggerak-gerakkan tali sehingga gesekan semakin kuat dan membuat perih kulitnya. Zobelle meringis kesakitan dan pria itu malah tertawa, seolah reaksi Zobelle merupakan sebuah hiburan menyenangkan baginya. Tapi pria itu belum puas bila Zobelle belum menangis dan memohon ampun. Sikap Zobelle yang tenang dan waspada ketika berhadapan dengannya membuat pria itu bertambah jengkel.

"Kau sangat manis, sayang."

Pria itu berkata lalu menarik tali yang mengikat tangan Zobelle dengan kencang sehingga ia terseret dan jatuh tersungkur ke arah kaki pria itu.

"Wah... Kau tak perlu berlutut sayang, tanpa berlutut pun tentu saja aku akan menikmatimu dan membawamu selalu bersamaku."

Tawa menggema di dalam ruangan dari para pria pengawal pria itu. Zobelle tak dapat menahan diri, dengan geram ia meludahi pria di hadapannya. Rasa puas merayapinya ketika melihat ekspresi tak percaya di wajah pria itu.

Plak!

Tamparan begitu keras. Rasa sakit yang membuat telinga Zobelle sampai berdenging. Seketika ia merasa lidahnya juga terasa asin dan darah mulai mengalir di sudut bibirnya yang robek.

"Dasar tak tahu terima kasih! Kau seharusnya bersyukur nyawamu ku ampuni!"

Suara ribut yang mendatangi ruangan mengalihkan perhatian pria itu.

"Alex... Lihatlah. Yang satu ini ku temukan mengendap-endap di sudut mansion. Ia telah menghabisi 10 orang kita diluar sana!"

Suara bawahan pria yang dipanggil Alex itu menggema. Terlihat ia menyeret seorang wanita berambut hitam yang wajahnya dipenuhi oleh darah. Alex melihat sambil mengerutkan alis ke arah bawahannya, seakan bertanya ada apa dengan wajah wanita itu.

"Well... Aku agak kesulitan meringkusnya. Sepertinya ia bukan pelayan. Ia mahir dengan pistol, jadi aku memberikan sedikit pelajaran pada wajahnya."

Zobelle melotot ke arah wanita itu, rasa lega segera membanjiri hatinya. Namun, segera ia mengatur wajahnya agar kembali tanpa ekspresi.

Wanita yang datang itu hanya memandang Zobelle sekilas, lalu segera membuang pandangan. Sekali lihat ke arah wajah Zobelle membuat hatinya geram, rasa marah mulai melingkupinya.

Para bajingan ini telah memukul putri tuannya hingga berdarah. Pipi gadis itu terlihat merah, sudut bibirnya robek dan ada darah di sana. Namun saat ini belum ada yang bisa ia lakukan. Saat ini ia hanya bisa melihat dan menilai sampai ia menemukan celah yang mungkin bisa menyelamatkan mereka berdua.

Dengan isyarat tangan Alex memberikan perintah pada bawahannya untuk mengikat tawanan wanita itu seperti Zobelle. Lalu ia duduk di kursi besar yang biasa dipakai ayah Zobelle di ruangan itu.

Matanya melihat sekeliling. Memandangi hasil penaklukannya ke mansion keluarga Duves. Mereka menyerang tepat setelah tengah malam. Melakukan pembantaian tanpa mau mendengarkan pernyataan menyerah dari kepala keluarga Duves. Senyum puas menghiasi bibir kejam pria itu.

"Sekarang tak akan ada perdamaian yang akan kau bicarakan dengan keluarga keparat ini, Rainer." Bisiknya puas.

***

Rainer Allard Sterne

— Zobelqhis Duvessha Cranelle

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zobelqhis Duvessha Cranelle

— Zobelqhis Duvessha Cranelle

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RAIBELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang