1 • warna b i r u

0 0 0
                                    


Pada akhirnya, sekeras apapun berjuang, sebanyak apapun melangitkan doa.. Yang tidak ditakdirkan untuk kita, selamanya tidak akan pernah menjadi milik kita.

sore itu di bulan suci Ramadhan, di sebuah pondok pesantren, Air mataku jatuh. Aku menangis, menangis dibalik pintu lemari di dalam Asrama. Tulisan berlatarkan biru itu, tidak secerah warnanya. Oh Allah, Aku memang pernah meminta warna biru untuk pengumuman penerimaan mahasiswa baru jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi.. Tapi tidak kusangka, warna biru kali ini membawa pesan kata semangat... bukan selamat.

jemariku bergetar, jantungku berdebar kencang... Aku masih tidak percaya.

Aku sudah berusaha, kenapa Aku gagal?

Aku. Sudah. Berusaha. Kenapa. Aku. gagal?

Pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku, berisik sekali. Sakit sekali. Dan bingung sekali. Sementara beberapa santri putri penghuni kamar nomor 02 sudah kembali dari Aktivitas mengaji Alquran, Aku melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 05.20 lalu menundukkan pandangan ku lagi, menatap kembali layar handphone yang memberikan informasi yang mematahkan harapan ku berkeping-keping.

"Teh vi, teteh kenapa?" Salah seorang adik kelas bertanya padaku, Aku menaruh ponsel dan berbalik badan. Aku tersenyum padanya. "Nggak apa-apa."

"Teteh kenapa?" Katanya bertanya lagi.

"Aku-"

Aku gagal.

Bagaimana cara ku menyampaikannya pada ibu?

Air mataku jatuh lagi tanpa bisa ditahan. Disini, didalam Dadaku rasanya sesak sekali. Sesak. Sangat menyesakkan.

Sehingga Aku menangis dengan Mukena berwarna putih polos yang masih membalut tubuhku, Aku menangis diatas sajadah berwarna coklat tepat didepan lemariku.

• ‧͙⁺˚*・༓☾☽༓・*˚⁺‧͙

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ {1:153}
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."

Menjelang magrib, beberapa santri menyibukkan diri dengan ber-i'tikaf di Masjid sambil membaca Ayat suci Alqur'an, termasuk Aku. Aku membaca indeks di halaman belakang Alquran, mencari Ayat mana saja yang menjelaskan tentang sabar. Aku mencari setiap halamannya, membaca setiap kalimatnya beserta terjemahan nya, untuk menenangkan hatiku. itu berlangsung sampai Adzan magrib berkumandang. Saat itu Aku sengaja duduk di shaf paling belakang. Aku belum siap menatap wajah orang-orang yang mengetahui perihal ketidakberhasilan ku, Aku belum siap ditanya orang-orang perihal kenapa tadi Aku menangis.

Aku...

"Sa?" seorang pengurus menegur ku.

"Iya, ada apa, teh?" Jawabku.

"Itu didepan masih kosong, diisi dulu. Kamu kan santri senior, harus bisa jadi contoh untuk Adik-adik nya, ya. Gih, sana, pindah ke shaf depan."

AAAAAAA- rasa sedihku tiba-tiba saja hilang dan berganti menjadi rasa dongkol. Aku kan mau sendiri dulu, kenapa situasi ini mendadak menjadi sangat menyebalkan bagiku?!

"Nggak mau."

"Savaa~"

Pengurus itu menatapku terus tanpa berkedip sekalipun. Baiklah, pada akhirnya Aku tetap pindah. Aku duduk di antara Adik kelas yang tidak begitu dekat dengan ku, sambil mengusap dada karna rasanya Aku muak pada keadaan saat ini. Sehingga saat berbuka puasa pun, sudah tidak antusias lagi.

• ‧͙⁺˚*・༓☾☽༓・*˚⁺‧͙

Keesokan harinya Aku tetap masuk sekolah seperti hari-hari biasanya. bertemu dengan teman-teman ku yang non-santri, dan kami berbagi cerita.

"Aku dapet biru masaaa."

"sama, Aku juga!"

Mengetahui biru apa yang kami maksud, kami berdua refleks tertawa. menertawakan nasib kami yang malang.

"Kita do'anya kurang komplit, sih! Harusnya disebutkan yang jelas, biru-nya biru selamat, bukan biru semangat." Celetuk teman ku yang bernama fajri.

sementara evina dan nidia menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Iya lagi."

Ujung bibirku tertarik membentuk senyuman. Benar. Bukan hanya Aku yang gagal. Kenapa Aku harus semenyedihkan itu sementara teman-teman ku bisa begitu tenang mengetahui mereka tidak berhasil?

mereka sama sepertiku, bedanya mereka bersabar. Mereka percaya bahwa rejeki yang Allah takar selamanya tidak akan pernah tertukar. dan Aku masih belajar, belajar untuk ikhlas menerima apa yang bukan milikku.

Yaallah, tabahkan hatiku, luaskan hatiku seluas stadion rungrado. Tidak, kalau boleh, seluas lapangan di surga yaallah.

Ya Allah...

Have You Ever Been In Love? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang