3.

271 34 5
                                    

"Mash, ayo pulang." Aku menoleh pada Mash yang baru saja menyelesaikan latihannya. Mash mengangguk sebagai balasan.

"Kenapa?! Kenapa merusak engsek pintunya untuk masuk, Mash?!"

Aku menggaruk leher ku dengan canggung.

"Maaf paman, aku sudah berusaha menghentikannya."

Setelah berdebat beberapa saat, Mash menyadari kesalahannya dan pundung.

"Maaf, ayah. Nanti akan ku perbaiki."

"Yah, eng, selama kamu meras menyesal, yah." Akhirnya laman hanya bisa pasrah.

Mash lalu berbalik, mencoba memasang pintunya secara horizontal dengan salah, membuat pintu itu tidak masuk. Mash terus memaksa pintu itu untuk terpasang ke tempatnya.

"ARGHHHH! Putar ke kanan! Putar ke arah kanan!" Lagi-lagi paman berteriak, tapi Mash tidak mendengarnya karena siara pintu itu sangat berisik.

Aku menarik ujung baju Mash.

"Kamu harus memutarnya ke kanan, Mash."

"Hah?" Aku berjinjit untu berbisik padanya, sementara di mendekatkan tubuhnya ke arahku hingga mulutku tepat di telinganya.

"Putar ke kanan, Mash." Mash mengangguk, lalu memutarnya ke kanan, tapi dia terlalu banyak memutar, sehingga posisinya menjadi horizontal lagi seperti tadi."

"Bukan seperti itu!!" Paman berteriak, membuat Mash menoleh ke arahnya.

"Apa ayah? Aku tidak bisa mendengar nya." Terlambat, pintu itu sudah menjadi 3 bagian terpotong.

"ARGHHHH!!!!" Aku terkekeh melihat paman frustasi, tapi juga tidak bisa memarahi Mash. Aku memegang pintu itu.

"Return."

Perlahan cahay berwarna hijau menyelimuti pintu yang patah, dan perlahan kembali seperti semula dan terpasang di tempatnya.

"Ah, makasih (Name)." Aku mengangguk sebagai balasan dari perkataan paman.

"Aku mau keluar sebentar. Tolong jaga rumah, ya." Paman meninggalkan kami, berdua di rumah. Aku melirik Mash yang mengeluarkan selembar kertas.

"Apa itu? Eh?" Aku bingung sat tiba-tiba Mash memasangkan jubah pada tubuhku, dan menggendong ku, kali ini menggendong dengan piggy back, lebih baik dari sebelumnya.

"Tunggu, Mash, kamu akan ke kota? Paman melarang kita ke sana!" Mash berlari kencang ke arah kota.

"Maaf (Name) aku lapar." Aku hanya pasrah, karena saat ini kita sudah sampai di kota. Mau bagaimana lagi, sudah terlanjur, tenggelam sekalian menyelam.

Aku berjalan dengan Mash di kota itu, melihat ke sekeliling. Di mana orang-orang melakukan kegiatan menggunakan sihir.

"Masih saja melakukan hal-hal yang bisa dilakukan dengan tangan, ya." Aku melirik ke arah Mash.

"Mungkin mereka sudah terlalu terbiasa dengan sihir." Aku berjalan di samping Mash, ikut melihat ke sekeliling.

"Lagi pula, kamu mendapatkan brosur kue sus itu dari mana?" Aku melihat Mash mengalihkan pandangannya dengan gugup, aku memicingkan mata ku.

"Kamu pernah ke kota sebelumnya?" Aku bisa melihat Mash yang tersentak kaget.

"T-t-tidak ... A-aku tidak pernah ke k-kota." Aku menghela napas.

"Kamu sangat tidak bisa diandalkan untuk berbohong, kan?" Mash menunduk, aku memegang tangannya.

"Itu, kue sus yang kamu inginkan." Aku menunjuk ke sebuah toko yang memiliki brosur yang sama dengan milik Mash. Dengan cepat Mash mendongak dengan mata berbinar.

Mashle X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang