Genangan darah yang membasahi aspal di sudut kota membuat sudut bibir wanita berpakaian serba hitam itu tersenyum, dengan cepat ia menutup tas berisi peralatan yang digunakan nya untuk membunuh lelaki itu, dan dengan satu gerakan halus ia melompati atap pertokoan dan mendarat dengan sempurna.
Gadis itu menekan nomor yang sudah di hafalnya di luar kepala, "Merpati jatuh". Ucapnya seraya mematikan telepon nya.
Misi nya untuk membunuh seorang pemerkosa itu sudah selesai. Isaac, lelaki bertubuh gempal yang dibunuhnya tadi adalah seorang politisi yang sedang diselidiki karena tuduhan nya telah memperkosa lebih dari 30 gadis di bawah umur.
Bekerja di bidang sosial membuat Isaac secara aktif berkeliling untuk memberikan bantuan dana dari pemerintah, terutama untuk panti asuhan yang tersebar di seluruh penjuru kota. Perangai nya sebagai sosok politisi yang senang membantu membuat perspektif seluruh warga terhadapnya menjadi begitu baik. Namun beberapa saat lalu ada seorang wanita paruh baya yang menghubungi bos besar untuk membantu membalaskan dendam pada seseorang yang telah memperkosa anak asuhannya. Tentu saja bos besar dengan sigap mau membantu, setelah melakukan penyelidikan mendalam, didapatkan bukti bahwa sebanyak 30 anak perempuan di bawah umur mendapatkan trauma psikis akan perbuatan biadab Isaac ini.
Trisha, seorang wanita paruh baya berusia 55 tahun yang mendedikasikan hampir setengah hidupnya sebagai pengasuh panti asuhan tentu tak terima ketika mendengar anak asuhnya mendapat pelecehan, dengan berbekal tekad dan rasa cinta nya ia membawa kasus ini ke persidangan, hampir 2 tahun kasus sengit ini menjadi topik hangat di berbagai kalangan, namun apa daya Trisha yang tak memiliki apa-apa, bukannya mendapat simpati publik, ia malah mendapat berbagai kecaman yang menuduhnya hanya memfitnah demi mendapatkan keuntungan dari Isaac.
Hasil dari persidangan itu cukup membuat Trisha terduduk lemas sesenggukan menangisi hukum negara ini yang hanya berpihak pada mereka yang berkuasa. Dengan langkah berat, Trisha melangkah pulang menuju rumah panti asuhannya, pandangannya kosong melayang entah kemana. Grace, salah seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan Isaac menunggu Trisha dengan wajah khawatir, begitu Trisha masuk kedalam kamarnya, ia menanyakan pertanyaan yang membuat hati Trisha nyeri
"Apakah bajingan itu mendapatkan hukuman yang setimpal mam?" tanya Grace
Bak seperti di sayat, Trisha menggeleng pelan dengan bibir bergetar bingung menjelaskan segala sesuatunya pada Grace
"Tidak mungkin..." Ucap Grace pelan pada dirinya sendiri, "Mam aku bisa menjelaskan pada mereka, aku korban nya mam, aku mau dia mati di neraka!" teriak Grace lagi
Trisha hanya memeluk Grace dengan sakit hati yang membuat sekujur tubuhnya terasa remuk, ia ingin menghukum bajingan itu, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa.
Setelah hasil keputusan itu keluar, baik Grace dan Trisha tak ada yang berani keluar rumah, banyak tetangga yang mencemooh mereka.
Dihari sabtu yang hujan itu, Trisha memaksakan dirinya berjalan menyusuri kota, entah mengapa batinnya merasa udara segar dapat meredakan amarahnya, rintik hujan yang membasahi baju nya tak membuatnya merasa kedinginan, ia tetap berjalan seperti kehilangan arah hingga kaki kecilnya mulai lelah untuk melangkah. Ia duduk termenung di depan sebuah gudang, andai saja aku dapat membalaskan dendam ini, aku ingin melihat Grace hidup dalam ketenangan, batinnya.
Dari arah barat ada seorang lelaki kurus yang berlari ke arahnya, pandangan Trisha kabur dan ketika lelaki itu berada di hadapannya, ia memberikan Trisha sebuah kertas yang lebih mirip seperti kartu nama, Trisha menggapai dengan pandangan buram karena hujan yang begitu deras, saat sedang memandangi kartu nama itu, ia ingin menanyakan apa maksud lelaki itu, tapi sedetik kemudian lelaki itu hilang entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED RUBI
Mystery / Thrillerbergabung dengan Big Boss membuat Rubi mendapatkan banyak client untuk dihabisi, namun seperti yang kalian tahu, Rubi tak pernah menghabisi manusia, tetapi sampah.