9. National Parks with You

2 2 1
                                    

Pagi-pagi saat terbangun, aku udah mikirin Naga bonar. Eh, maksutnya siang-siang. Karena semalam tidurnya udah dini hari, ya wajarlah aku bangun kesiangan. Entah kenapa rasanya seru juga semalam menghabiskan waktu bersama dia.

Tetap saja, aku nggak boleh baper sama cowok aneh itu!

Hari ini tanggal merah, aku bingung banget mau ngapain. Saat aku ingin melanjutkan tidurku, tiba-tiba notifikasi dari ponselku berbunyi.

Ternyata whatssapp dari si Radit.

"MAEN KUY! 1 JANUARI TIDUR MULU IDIH"

"BIASA AJA GAUSAH CAPSLOCK, NAJIS!" balasku yang juga menggunakan caps lock.

Belum sempat aku menaruh ponselku, Radit sudah membalas.

"Cepet mandi tolol, mau ikut nggak?" dih, dasar tidak sopan!

Karena bosan suntuk melanda, aku memutuskan untuk mengiyakan. Kalau dibiarkan bengong di kamar, aku akan semakin memikirkan Naga.

"Kemana, Nyet? Kalo ditumpangin gue gass," balasku.

Rrrrrrt... Rrrrrt...

"Taman Nasional," balas Radit.

"Y" balasku, lalu aku beranjak mandi.

Setelah selesai mandi, aku mengambil ponselku. Ada pesan baru dari Radit.

"Lo di jemput Naga, kita ketemu langsung di sana, sorry motor gue ga cukup, paham lah lu, gw ada pacar baru heheh," sudah kuduga Radit memang sialan!

Baru saja aku hendak membalas bahwa aku tidak jadi ikut, tiba-tiba mama memanggilku.

"Laa.. Udah belom mandinya? Sini!" teriak mama dari lantai bawah. Akupun tergesa-gesa turun dengan masih mengenakan kaos belel dan celana baby doll buluk.

"Iyaaa ma! Udah kok ini," sahutku sembari berjalan menuruni tangga.

Sepertinya mamaku sedang ada di ruang tamu, akupun menuju ke ruang tamu.

Aku sangat terkejut saat melihat Naga sudah duduk di ruang tamuku, sedang asyik ngobrol dengan ayah dan mama. Aku mencoba menyembunyikan rasa kesalku dan menyapa mereka dengan senyum. Lalu segera ngibrit ke dalam, mengingat outfitku saat ini malu-maluin banget.

"Cepet siap-siap, Laa!" ucap mama ketika aku udah ngibrit ke dalam.

Sumpah si Radit! Sengaja ya lo!

Dengan terburu-buru aku masuk ke dalam kamar. Apa yang kulakukan pertama kali? Yaps! Mengirim pesan amarah kepada Radit.

Setelah itu mau tidak mau aku bergegas bersiap-siap karena tidak enak dengan Naga, ehm maksutnya tidak enak dengan orang tuaku.

Aku memilih kaos putih lengan pendek yang terbuat dari bahan katun yang ringan dan adem. Untuk bawahan, aku memilih celana jeans cutbray. Ku oleskan sun screen banyak-banyak karena pasti jam segini taman nasional panas banget.

Aku buru-buru turun dan berpamitan kepada kedua orang tuaku, biar nggak makin aneh-aneh nih si Naga ngobrolnya.

Sejak keluar dari rumah sampai di tengah perjalanan aku hanya diam. Takut salah bicara, nanti dia baper lagi sama aku.

"Ehm, yang," ucap si Naga tiba-tiba.

"Anjir geli, lu ngomong sama siapa?!" balasku, reflek nge-gas.

"Sama elu lah, ada siapa lagi disini?" jawabnya dengan suara yang telfonable banget, bikin rada deg-degan.

"Dih, jangan manggil gitu lah jijik gue," ucapku.

Sejak tadi dalam boncengannya, aku menaruh tas di antara kita. Ogah banget bersentuhan sama dia.

"Gue juga," balasnya, singkat. Kurang ajar! Kalo jijik ngapain diucapin!

"Jangan diem aja dong, biasanya juga resek. Tumben gue jemput anteng-anteng aja," lanjutnya.

"Mau lo apa? Gue nge-reog? Udah bagus nggak gue jitak kepala lu tadi!" ucapku. Repot banget sama dia

Naga hanya diam, tidak menjawab. Cowok ini benar-benar tidak bisa ditebak.

Saat kami mendekati Taman Nasional, aku merasa lega karena berhasil melewati momen canggung tadi.

Aku sudah sangat tidak sabar bertemu Radit, awas aja!

"Tuh anak-anak pada ngumpul di sebelah sana," ucap Naga setelah memarkirkan motornya.

"Hah? Anak-anak? Jangan bilang...,"

"Iyaa, sama temen-temen gue yang semalem," potong Naga.

Hih! Resek banget! Mana mereka udah pada pacaran, tapi entah kenapa perasaan senang menjalar begitu saja saat aku berjalan bersama Naga. Badannya yang tinggi dan body goals kadang-kadang membuatku berdebar.

"Telat amat! Hayo mampir kemana lu berdua?" sambutan pertama datang dari Xavier. Yash! Aku ingat namanya.

Aku langsung berlari ke arah Radit, membisikannya sesuatu sambil mencubit pinggangnya.

"Sialan lo, Dit!" bisikku.

"Ayang, tolonginnn... Aku dicubit nenek lampir," teriak Radit kepada Kirana. Dih, najis!

"Dih, najis!" di saat yang bersamaan, si Naga bonar mengucapkan hal yang sama.

Kirana hanya tersenyum melihat kelakuan najis Radit.

"Kalian udah jadian juga?" celetuk Shena.

"Nggak akan," jawabku dengan senyum yang kelewat lebar pada Shena.

"By the way, ini gue gapapa ikutan kesini sama kalian? Kan gue cuma temennya Radit aja," ucapku agak canggung.

"Santailah, kita malah seneng ramean. Lagian biar genap, biar Naga nggak sendirian," sahut Distra dengan senyum menggoda.

Setelah mengobrol dan bercanda sebentar di bangku taman, tiba-tiba mereka semua asyik memisahkan diri dengan pasangan masing-masing. Aku tetap duduk di tempatku, sementara Naga mendekat.

"Ihhh gausah deket-deket! Mau ngapain lo?!" bentakku.

"Beli es cekek yuk, haus!" ucapnya sembari memandangi langit yang panas.

"Beli aja sendiri sana, ngapain ngajak gue. Gue mau menikmati keindahan taman, males panas-panasan," jawabku tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.

"Yaudah, awas lu minta," ucap Naga lalu berlalu meninggalkanku.

Kenapa aku jadi sedih ya ditinggalin sama dia. Harusnya aku ikut aja tadi. Eh, enggaklah biarin aja.

Tak lama kemudian ia datang dan duduk lagi di sebelahku. Ia membawa dua es cekek di tangannya dan menyodorkannya satu padaku.

Tanpa pikir panjang aku menerimanya,

"Thanks," ucapku singkat, lalu meminumnya.

Kita meminum es cekek berdua di tengan taman dalam diam. Namun entah mengapa, rasanya damai banget dan aku merasa tenang dalam keadaan yang nggak jelas ini.

Baru saja aku merasakan ketenangan, tiba-tiba Naga memegang tanganku.

*****

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alsanaga AtlantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang