Dua Puluh Sembilan

1.5K 109 7
                                    

"Apa? Percobaan bunuh diri?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa? Percobaan bunuh diri?"

Nadila tidak menyangka, keputusan-asaanya untuk tidur malam itu membuat dia disangka melakukan percobaan bunuh diri.

"Saya cuma mau tidur, Dok-nggak, maksud saya bukan tidur yang selamanya. Tapi untuk beristirahat sebentar. Saya memang salah karena beli obat tidur tanpa resep dokter, tapi bukak bermaksud buat nyakitin diri sendiri."

Meskipun gadis itu berusaha menjelaskan yang sebenarnya, semua orang di sana tampak kurang percaya. Bahkan dia dirujuk ke poli jiwa untuk pemeriksaan lebih lanjut. Nadila tidak bisa menolak, toh dia sudah berada di sana.

Ia pikir saat berada di poli jiwa, Nadila hanya diminta untuk menjelaskan kejadian malam itu. Namun, nyatanya gadis itu harus menjawab banyak pertanyaan. Bahkan hal-hal pribadi yang terjadi pada keluarganya.

"Nggak apa-apa, kamu udah hebat sekali. Kamu kuat, kamu kebanggaan keluarga, kamu berharga. Saya yang mendengar saja sudah tahu bagaimana tulusnya kamu."

Nadila tidak bisa menahan diri. Pertahanannya runtuh begitu mendengar pujian-pujian itu. Benarkah dia berharga? Benarkah dia membanggakan selama ini? Gadis itu masih menangis sampai bahunya naik turun di ruang pemeriksaan poli jiwa.

Selesai pemeriksaan dan keadaannya lebih tenang, suster mengantarkan gadis itu kembali ke ruang inapnya. Namun diperjalanan, dia bertemu Jay dengan kanvas di tentengannya.

"Boleh dibawa jalan-jalan ke taman, nggak, Sus?" katanya begitu mereka saling berhadapan. Suster tentu saja memastikan keadaan Nadila terlebih dulu. Begitu gadis itu mengatakan baik-baik saja, baru diperbolehkan.

"Lo bawa apa?" tanya Nadila berbasa-basi. Pasalnya sejak tadi mereka saling diam.

"Lo pasti suka apa yang gue bawa."

Mereka berhenti di taman dekat ruang inap gadis itu. Jay memilih bangku panjang di bawah pohon mangga agar Nadila tidak terkena matahari langsung. Lalu laki-laki itu mengeluarkan kanvas, kuas, cat dan juga palet dan menyerahkannya pada Nadila.

"Lo pasti bosen, kan, udah beberapa hari di rumah sakit? Gue bawain ini. Suka, nggak?"

Mata Nadila masih berbinar memandang alat lukis yang masih berlabel itu. Dia membagi tatapannya antara kanvas dan Jay penuh haru. "Lo ... bisa-bisanya kepikiran bawa ini," katanya spontan. Bahkan lupa mengucapkan terimakasih.

"Kenapa? Nggak suka, ya?"

"Suka banget! Kalo kayak gini, gue pengen sakit terus biar dibawain lagi," candanya agar Jay senang. Namun, laki-laki itu malah meraih tangannya, membuat Nadila terkejut bukan main.

"Lo nggak perlu sakit buat gue perlakukan kayak gini. Cukup jadi Nadila yang sehat dan bahagia."

Nadila mengerjap, dia merasa tertusuk dengan tatapan Jay yang dalam. Begitu sadar, buru-buru gadis itu menarik tangannya. Jay tidak menahan, justru terkekeh melihat wajah Nadila yang memerah.

Interested [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang