"Bagaimana jika ada yang sedang menahan diri agar tidak jatuh cinta? kecuali denganmu." ucap Laura dalam hatinya menatap sendu ke arah foto seseorang yang telah lama menetap dihatinya.
"Gue Ahsan, gue cowok punya riwayat mati rasa." Ahsan menatap dirinya sendiri ke depan cermin yang menampakkan ruangan penuh alat gym itu. Dia menatap tajam dan ingatannya berpacu pada kejadian sore tadi, sepulang sekolah.
•••
Flashback
"San!"
"Mau apa lo?" balas Ahsan tanpa bergerak menatap ke arah Laura yang kini berada dibelakangnya, suara yang memekikkan telinga itu mampu Ahsan kenali dengan mudah.
"Aku mau ngomong, penting."
"Gak ada urusan nya sama gue, kalo penting itu urusan lo sendiri." Masih sama, tanpa melihat Laura.
Laura menatap sendu bahu itu, kemudian terisak pelan dalam diam. "Kamu kenapa si San? Kenapa kamu selalu gak mau natap aku kalau lagi pengen ngomong? Seenggaknya hargain aku disini, aku disini San! lihat aku sekali aja, please.." nada itu, sudah bergetar dengan air mata yang bercucuran kini kian deras.
"Gue udah peringatin lo kan?" Ahsan kembali membuka suara.
"Aku udah berusaha yang terbaik San. Apapun itu buat kamu. Untuk kita, tap—"
"Wait Laura, wait.. apa tadi? Untuk kita? Lo sendiri yang mau begini." ucapnya tanpa sadar semakin membuat Laura sedih bukan main.
"Buka mata kamu San, aku disini. Jangan ngestuck di masa lalu! Aku udah yakinin kamu San, udah berusaha semuanya, itu semua gak ada artinya di mata kamu?"
"Yang harus buka mata itu Lo Laura! Gue udah ngomongin ini dari awal, jangan berharap sama gue, gue cowok mati rasa!" kata nya dengan tegas mengetatkan rahang nya. Kenangan buruk itu kembali menyeruakkan isi kepala Ahsan.
Deg!
Bagaimana perasaan Laura? Jelas, sakit. Itu menyakitkan. Dan, lebih sakitnya adalah cerita ini nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG RASA
Teen Fictionga bisa deskripsi, hidup tentang rasa ini begitu sulit diartikan.