Surat

3 0 0
                                    

Semua bermula saat ia akhirnya memutuskan untuk tak lagi melanjutkan nafsu yang selama ini aku salah artikan menjadi cinta.

ia membiarkan aku jatuh hati pada segala prosa yang ia buat, membiarkan aku percaya pada segala kebohongan yang ia nyatakan sebagai janji beberapa purnama lalu. ia juga tak lupa membiarkan aku memberikan segala yang ia minta meski tak seharuskan kubiarkan menghilang.

Sore itu, semasih aku duduk di bangku taman museum kota bersama seorang teman: Reno. Aku bercerita padanya mengenai persoalan kecil tentang Haykal
yang kini perlahan bertumbuh tinggi, belum saja selesai kuceritakan perjalanan kerumitan hubungan kami, Reno menyela menyuruhku segera menghubungi Haykal lebih dulu.

Dengan setengah ragu-ragu, nomor telepon Haykal yang kini tertera dilayar Smartphoneku, mulai menderingkan nada tunggu,

"Halo Kal?"
"Iya, halo, kenapa Rin?"
"Selasa besok, kamu datang kan?"

tak seperti biasanya, ia menolak ajakanku,

aku mematikan telepon, menenangkan hati dari segala resah dan memulai perbincangan bersama Reno yang sempat terjeda.

katamu, kau akan mencintaiku tanpa jeda, tapi aku tak tau mengapa koma bisa begitu lama.

•••••

Aku pulang,
rumah tingkat dua diantara pepohonan rimbun tengah desa menjadi saksi kepulanganku tengah malam itu.

Malam larut berlalu dengan cepat, keesokan harinya, pukul delapan malam, aku menghubungi Haykal lewat pesan singkat

"Hai"

Tiada balasan, sepertinya aku bakal memilih untuk segera tidur, meski keputusanku untuk meninggalkannya sudah bulat, hatiku tak sampai untuk melihatnya bersedih ditengah keriuhan hatinya.

Setelah matahari terbit membangunkan ayam, ayam berkokok mengingatkan ibu untuk segera pergi ke dapur, ibu membangunkanku.

Dalam selimut tebal, aku membuka mata, sedikit membenahi rambut. Di detik lain, cintaku sepertinya telah kembali. Kunyalakan ponsel yang sedari malam tak lepas dari arus listrik, nama lelaki itu terpancar dalam kolom pemberitahuan

"Arina, hadiah ulang tahun yang kau berikan untukku, mungkin adalah hal yang tak terkira membahagiakannya. Namun yang paling penting adalah bahagiamu untuk tak lagi bersamaku, karena aku bukan lagi rumah."

aku membacanya lagi

"Saat cinta tak lagi ada, maka hanya kaulah yang akan berdiri disini, menyeringai pada setiap sakit yang mungkin akan kau terima tiap kali aku menyatakan perasaanku yang hilang"

aku masih belum mengerti,

"Aku tak lagi menyayangimu sebagaimana pertama kali kita bertemu. Aku nggak mau kamu terjebak dalam suatu lingkaran dimana hanya kamu yang berjuang. Kita harus selesaikan."

aku ditinggalkan.

Seperti tak mampu membalas dan membacanya berulang, aku matikan ponselku bersama padamnya segala kepercayaan yang ada, bersama gemuruh pertanyaan yang datang tiada habisnya.

Aku harus bagaimana?
Hatiku berkata sudah saat diriku belum ingin berpisah dengan lagu-lagu yang selalu kau kirimkan tiap malam menjelang.

Perpisahan datang bahkan sebelum aku bercerita tentang bagaimana pelukan hangatmu pada tubuhku yang berperasaan rapuh.

Malam ini, aku jatuh terlalu jauh.

DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang