10

1.9K 117 5
                                    

Tepat berada di lorong, Gemini mengernyitkan dahi menatap pria manis sedang berbicara dengan teman-temannya. kacamata hitam pada Gemini untuk menutup mata bengkak, sinar matahari menyinari wajahnya, membuat penampilan lainnya semakin mempesona, bahkan membuat beberapa mahasiswi yang lewat memandangnya.

Setelah melihat Fourth selesai berbicara, Gemini pergi ke loker, dan memandang pria manis itu meraba-raba di loker, Gemini terkekeh melihat kelakuan si manis.

"Hei, pendek, kau kenapa? Butuh bantuanku mengambil beberapa buku?" Tanya Gemini sambil membuka lokernya sendiri dan menemukan surat cinta. "Pfft... sialan, surat cinta lagi? serius? Membosankan" Dia berbicara, sebelum merobek surat itu dan membuangnya, mengalihkan perhatiannya pada Fourth. "Hoi..., mau pergi ke asrama setelah kelasmu berakhir?" Katanya sambil tersenyum gamblang pada anak laki-laki yang lebih kecil, yang nampak hendak menutup lokernya sendiri.

"Tidak..."

Gemini mengangkat alisnya ke arah Fourth, sedikit memiringkan kepala karena penasaran "ahh... Sekarang kau tidak ingin menemui kami lagi yah? Bangsat, sombong sekali" Dia berucap sambil menyilangkan tangan di depan dada.

"Aku ada janji temu dengan beberapa mahasiswa di fakultas, ada festival akhir bulan depan"

"Baiklah, jika kamu berubah pikiran, temui aku setelah kelas selesai" Dengan itu, Gemini berbalik meninggalkan Fourth yang masih berdiri di sana.

Si manis merasakan campuran kebingungan dan kegelisahan. Ada apa dengan orang ini? Kenapa dia merasa begitu aneh mengenai cara Gemini memperlakukannya pagi ini?

"Kenapa Fourth?"

Bahunya di usap pelan, membuyarkan lamunannya. Mencoba kembali tenang, matanya melirik pada Prim yang menyodorkan segelas kopi, dia menerima dengan senyum lebar sebelum tadi sempat mengucapkan terima kasih.

"Kelas akan dimulai, ayo..." Mereka berjalan beriringan, namun tak sengaja seorang wanita menabrak bahu Fourth sempat menjatuhkan dua kertas warna-warni berhias unik.

"Maaf... Maaf..."

Gadis tinggi dengan wajah mengagumkan itu memiringkan tubuh untuk mencapai salah satu loker, Fourth bisa melihat sebuah kertas yang di siapkan sedemikian rupa diselipkan masuk ke lubang kecil permukaan benda besi itu.

"Secret admirer yah..." Cicit Prim tersenyum geli, mereka terus melanjutkan perjalanan dan memilih acuh akan kejadian barusan.

Sepanjang perjalanan melewati sekitaran jalanan gedung kampus, Fourth hanya diam. Terbayang kertas-kertas berjatuhan dari loker pria tegap yang tadi pagi menyapanya, apakah selama ini Gemini memang memiliki banyak orang yang mencintai nya?

Lantas, mengapa pria itu tak mempunyai kekasih? Dari sekian banyak yang mencintainya, kenapa harus membebani diri dengan mencari perkara padanya?

Semacam hal muluk bagai kekosongan yang entah karena apa Gemini nampak puas jika membuatnya kesusahan, dan di waktu lain bertindak seolah peduli dan ingin memilikinya. Apa itu masuk akal? Atau dia sedang bertemu dengan dua orang berbeda? Tidak mungkin!

.
.
.
.
.

Sudah hampir jam dua siang, Gemini berjalan menyusuri lorong. tenggelam dalam pikirannya. Dia baru saja menyelesaikan kelas terakhir hari ini. Cuaca benar-benar tak mendukung, sejak tadi cerah entah mengapa kini sangat mendung. Sedikit menggeser kan tubuhnya ke dekat tiang bangunan, Gemini menyilangkan tangan di depan dada. Dia menunggu Mark, temannya itu masih sibuk menyelesaikan beberapa urusan dengan dosen.

Dari arah lain, dia bisa melihat Fourth berjalan cepat mendekati pijakan rumput di area halaman. Namun jelas sosok manis itu berhenti, memandang air hujan yang mulai turun satu persatu membasahi bumi.

Gemini mengatur ekspresi wajahnya, dengan kacamata hitam yang masih melekat. Dia berjalan pelan menarik lengan Fourth yang langsung memekik.

"Sttt... Diam, ini aku Gemini..."

"Lepaskan..."

"Aku ingin bicara sebentar" Gemini mencoba tersenyum kecil, seketika menampilkan wajah ceria. "Jadi, bisa kita bicara sebentar?"

Fourth mengangkat alisnya melihat perubahan hati Lelaki itu yang sangat tiba-tiba, namun kini dia tidak bisa menahan perasaan berdebar. Berjalan pelan dengan tangan Gemini yang menyeret pelan, kondisinya semakin tak kondusif.

Gemini menuntun Fourth menuju pintu keluar, mengambil jalan memutar melalui tempat parkir untuk menghindari pandangan orang lain. Sesampainya di luar, dia berhenti dan berbalik ke arah si manis, meletakkan tangannya di bahu itu dengan lembut. "Apa yang dilakukan Prim padamu sejak kalian tinggal bersama?" Dia bertanya, sedikit memiringkan kepala, mencoba mengukur emosi Fourth.

"Kau gila?"

"Iya.. aku gila" Gemini mengguncang tubuh Fourth, memaksa untuk menatap wajahnya. Kacamata hitam itu ia turunkan, menampilkan mata sembab yang belum bisa hilang "aku tidak sanggup memikirkannya, bagaimana kalian menghabiskan malam bersama? Itu menyakiti ku"

Jantung Fourth berdetak kencang mendengar kata-kata Gemini. Dia tak bisa menahan perasaannya yang meluap-luap, campuran antara kegembiraan, kegugupan, dan kebingungan. Namun mencoba tetap tenang kemudian memutuskan untuk fokus pada Mata lelaki tinggi itu "Baiklah, sebenarnya apa masalahmu? Kepribadian ganda? Atau kau kadang mencintaiku dan kadang juga membenci ku?" Tanya Fourth, suaranya sedikit bergetar.

"FOURTH...." Suara Prim menggema, gadis itu berjalan cepat menghampiri keduanya.

Gemini menoleh, matanya dipenuhi antisipasi. "Aku dan Fourth sedang bicara, kau tak liat? Jangan menganggu"

"Bicara apa?" Sewot Prim "aku sudah berjanji pada diriku, aku tidak akan membiarkan Fourth ditindas olehmu" telunjuk wanita itu tepat di depan mata Gemini.

Ada sesuatu yang mencengangkan dari tatapan gadis itu, Gemini memundurkan tubuhnya beberapa langkah. "Sialan, pengganggu"

"Kau yang pengganggu, kau selalu membuat Fourth tak nyaman..."

Yang di sebut hanya diam terpaku, nampak tak sadar bahwa ada aura tak bersahabat yang muncul di sekitarannya.

"Apa aku membuatmu tidak nyaman, Fourth?"

Si manis mengangkat dagu, masih dengan wajah setengah tak sadar "humm... Kau membuatku tak nyaman..."

"Hahh... Semoga kalian hidup dalam kesenangan dan saling memahami" suaranya terdengar ceria namun dingin, bahkan Gemini sudah siap menggunakan kaca mata hitamnya kembali.

Dia berbalik untuk pergi, sangat sempurna, dengan condongan kepala yang tepat. Begitulah rasa sakit memenuhi sanubarinya, senjata beracun akhirnya terhunus di dadanya sendiri.

Fourth sedikit mengerutkan dahi, seolah-olah pikiran tentang ucapannya barusan melukai dirinya. omong kosong, bahkan hanya sekedar meminta kepastian, dia tak pernah cukup puas untuk itu. Bukankah pertanda bahwa ia akan dipermainkan lagi?

"Fourth, baik-baik saja?"

"Humm?" Dia menoleh, kemudian mengangguk-angguk bodoh "aku baik-baik saja."

"Ayo kita pulang, aku sudah memesan taksi online"

Keheningan berputar antara mereka, Prim mencoba paham dengan rasa syok dari Fourth, dan disisi lain dia merasa tak nyaman karena membentak Gemini tadi. Mungkin agak berlebihan, terlebih dia belum tau apa yang dua lelaki itu bicarakan sejak tadi.

Di dalam taksi, Fourth melirik ke jendela. Kata-kata Gemini berhamburan dalam pikirannya, dengan cepat semua menjadi semu tak terkira. Gemini mungkin selalu membuatnya tak nyaman sebab kata-kata kasar lelaki itu, lantas... Bagaimana jika itu karena Gemini tak tau cara mengekspresikan perasaan?

Fourth mengepalkan tangannya di atas lutut, dia nampak gelisah. kini bagaikan gelas yang membeku, hatinya terbelenggu. Dia tak tau pasti, tak akan pernah tau apa yang lelaki itu mau. Sebab, Gemini hanya akan hadir membawa wajah sesal tanpa keinginan untuk berusaha.

"Dia mencintai ku, tapi dia malu memiliki perasaan menjijikkan seperti itu..." Cicit Fourth sangat pelan, matanya mendadak sendu.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💜🙏🏻 pliss support biar smngat nulisnya

Unspoken For Love [Geminifourth]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang