Prologue

962 118 22
                                    

Happy Reading ❤️😺

— . —

Tubuh ringkih yang berbalut seragam sekolah itu ditarik kasar oleh sang papa. Wajah bengis yang terlihat begitu marah membuat getaran ketakutan menguasai Harvi.

PLAKK

"KAMU BENAR-BENAR MEMBUAT PAPA MALU!"

Suara tamparan keras menggema di ruang tamu yang dingin. Atmosphere terasa lebih mencengkram ketika tangan besar Abram mencekal kasar rahang Harvi yang mulai tidak berdaya.

Wajahnya lebam, akibat berkelahi dengan teman di sekolahnya. Dan masalah itu yang membuat Abram rela meninggalkan meeting besarnya demi menghadiri panggilan guru.

Abram begitu prefeksionis, baginya kesalahan hanya akan jadi bibit kesalahan lainnya. Dan dia benci jika putra bungsunya ini sampai melakukan apa yang seharusnya tidak pernah dirinya perintah.

"Puas berlaku bodoh seperti itu, Harvi? PUAS?"

Brukkk

Tubuh Harvi didorong kasar. Kepalanya menunduk, meringis kecil akibat rasa nyeri itu membuatnya sulit bangkit. Dan sekarang Harvi harus menghadapi kemarahan sang papa.

Bibir bawahnya sudah bergetar jauh sebelum Abram membawanya pulang. Harvi sudah lebih dulu ketakutan, dan Abram lagi-lagi memojokkannya tanpa ingin tahu sebenarnya alasan apa yang Harvi lakukan.

"KEMARIN SUDAH MENDAPAT HUKUMAN! LALU SEKARANG DI SKORSING! BESOK APALAGI HARVI?"

Harvi memejamkan matanya erat mendapat bentakan menakutkan dari sang papa. Tangannya bertautan panik. Dia kebingungan harus menyangkal seperti apa lagi.

"Pa—" Bahkan untuk berbicara saja Harvi tercetak, air matanya ingin luruh namun berusaha mati-matian dirinya tahan.

"Bangun!"

Harvi mendongak pelan, dia ingin menurut ucapan Abram namun persendian tubuhnya terasa hancur akibat seretan sang papa.

"Papa..." Harvi merintih kecil.

"BANGUN HARVI!"

Susah payah Harvi bangkit. Kakinya begitu sakit seperti ingin patah. Dan tatapan tajam Abram semakin membuatnya sesak. Apalagi? Papanya ingin Harvi mengakui apa?

"Lakukan semua yang ingin kamu lakukan, papa sema sekali tidak peduli." Jari telunjuk Abram tepat mengenai dahi Harvi dan mendorongnya kasar.

Kaki jenjang Abram yang dibalut celana kain hitam melenggang pergi. Rumah itu kembali sepi, menyisakan Harvi yang terseok mengejarnya.

"Papa, bukan Harvi—papa!" Harvi ingin terus mengejar namun Abram lebih dulu masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan kekacauan yang ditimpakan pada si bungsu, Harvi.

***

"Kusut bener tuh muka anjir, kayak kain lap mobil?" Rylan, lelaki kecil yang sering ceplas-ceplos itu menoyor kepala Harvi yang baru saja datang.

Fano tertawa keras melihat Harvi yang ingin menghantam kepala Rylan dengan bogeman mentah jika tidak ingat tempat. Melihat keduanya bertengkar adalah hiburan untuk Fano dan Legi.

Kedua lelaki itu hanya bisa menanggapi dengan tawa. Bagi keduanya, Harvi yang sering tersulut emosi adalah bahan olokan yang menggemaskan. Lihat saja bibir itu sudah mengerucut seperti anak kecil.

Siapa yang tidak gemas, pipi tembam Harvi kerap jadi sasaran cubitan Fano. Dan anak itu akan berakhir mengamuk karena perlakuan temannya yang menggelikan. Tidak tahu saja jika Harvi lebih cocok dianggap anak kecil daripada teman sekelas.

Little Things ; Lee HaechanWhere stories live. Discover now