07

179 18 1
                                    

Derasnya hujan diluar ruangan membuat rami terus menatap rintikan air yang turun kebumi itu dari jendela rumahnya. Helaan nafas terus menerus keluar dari hidungnya. Sudah hampir sebulan perasaan ini terus menerus menggundah tak pernah mendengar kabar sama sekali tentang laki laki yang telah membuat perasaan ini muncul. Entah sejak kapan rami juga tidak tau. Tapi setelah kejadian dirumah sakit itu rami terus menerus berusaha untuk mendekati jihoon. Mendekati dalam artian, ia tidak ingin terjadi apa apa dengan jihoon. Ia khawatir akan kondisi mental jihoon setelah mengetahui bahwa woojin bukan darah dagingnya.

Flashback on

Rami terus mengejar jihoon hingga parkiran kemudian ia menggapai tangan laki laki itu. Jihoon menepis dengan kasar dan memandang rami tajam, matanya mengisyaratkan kemarahan yang amat besar.

" apaa? Lo mau apa?? ".

Rami terdiam, ia juga bingung harus berbicara apa. Tiba tiba mulutnya kelu dirinya ciut, keberanian yang ia punya tadi menghilang setelah melihat jihoon seperti ini.

"Cih, Kalau gak penting jangan ngejar gw sialan !!!". Bentak jihoon membuat rami menatap jihoon terkejut.

Jihoon baru saja mengumpatnya?

" gw cuma khawatir lo lakuin hal bodoh ". Ujar rami terselut emosi.

" jangan pedulikan gw, dan lo gak ada hak untuk itu, lo cuma orang asing bagi gw. Dan lo gak tau apa apa tentang kehidupan gw".

" karena itu lo jangan bikin gw khawatir sama keadaan lo sekarang ini. Gw emang bukan siapa siapa bagi lo,tapi secara tidak langsung gw udah ikut serta dalam masalah lo".

" kalo gitu lo bisa pura pura aja untuk gak tau apa apa, apa yang lo dengar apa yang lo liat lupakan semuanya, jangan ikut terlalu dalam sama masalah gw".

"Gak bisa"

"Kenapa gak bisaa???".

" gw tetap gak bisa ".

"KENAPAAAA???! ".

Rami menatap jihoon tajam, dirinya ikut emosi. Ternyata berdebat dengan jihoon tidak mudah apa lagi saat laki laki ini sedang tersulut emosi. Kini jihoon melangkah mendekati rami, dan menyudutkan rami hingga punggung rami bersandar dimobil.

"Lo kasihan kan sama gw, atau lo mau tertawa atas penderitaan gw. Gw tau lo benci sama gw, boss yang paling nyebelin dan suka nyuruh lo sesuka hati dikantor. Iya kan? Lo dendam sama gw karena laporan lo gw tolak dan gaji lo gw potong , jadi ini kesempatan lo buat jatuhin gw dengan masuk kedalam masalah gw agar lo bisa kasih tau ke publik iya kan??? ".

" pikiran lo terlalu jauh, ternyata lo lagi emosi gini jadi bodoh ya. Otak lo jangan kotor coba. Niat gw baik, gw khawatir karena lo lagi tersulut emosi lo bakal lakuin hal bodoh. Terbukti kan sekarang. Otak lo miring".  Jihoon tetap lah jihoon. Ucapan rami tadi ia abaikan, Tatapan tajamnya masih menatap rami, entah keberanian dari mana. Rami membalas tatapan tajam milik jihoon.

"Kenapa harus pakek emosi kayak tadi kalau bisa dibicarakan baik baik ". Sambung rami

"Kalo lo diposisi gw, lo bakal baik baik juga setelah lo tau kalau anak yang lo rawat selama ini bukan darah daging lo? ". Nafas rami tercekat, dirinya menatap mata jihoon yang sudah berkaca kaca.

"Kalo lo diposisi gw, apa Lo bakal baik baik saja setelah lo tau kebenaran yang menyakit, apa lagi orang yang lo cintai selingkuh? ". Rami mengerutkan dahinya tak paham pada ucapan jihoon. ia tidak mengerti.

" sera selingkuh ? ".

Jihoon terdiam tidak menjawab pertanyaan rami. Jihoon menjauhi tubuhnya dari hadapan rami dan menghapus jejak air mata yang keluar entah kapan.

A WIDOWER'S WIFE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang