Bagian 1

2 0 0
                                    

Surat Pembawa Kabar

Pada masa itu, kotaku sebenarnya sudah ada universitas walaupun hanya satu, dan memang sesuai dengan target jurusanku Teknik-Informatika. Hanya saja, aku ingin mencari ke tempat yang lebih bagus, dan universitas itu ada di kota besar. Universitas itu bernama PRATAMA.

Di universitas itu terdapat banyak jurusan dan mahasiswa. Tidak hanya dari berbagai pulau di dalam negeri, bahkan dari negara tetangga ada yang menimba ilmu disana. Maka aku mulai mencari beasiswa, sebab aku sadar hidup di kota besar itu memakan biaya yang tidak sedikit.

Maka aku mulai mencari pengumuman beasiswa dari internet, koran-koran, bahkan pada pedagang yang baru pulang dari kota besar pun kutanya. Ibu yang penasaran sebab melihat kegigihan ku dalam mencari informasi lalu bertanya lokasi kuliah yang menjadi targetku itu. Aku dengan semangat menjelaskan lokasi kuliah dan sekitarnya, juga tempat aku tinggal nanti.

Saat sedang asyik menjelaskan, aku sekilas melihat wajah ibu yang tiba-tiba muram, "Ibu? Ada apa?" tanyaku khawatir. Ibu yang sadar, hanya menggelengkan kepala lalu menenangkanku, "Bukan apa-apa, cuman tadi dagangan ibu sedikit kurang laku dari kemarin." Ujarnya menenangkanku, "Menurut ibu universitas itu cukup bagus. Bagaimana dengan biayanya?" "Bisa lewat beasiswa bu, palingan yang tidak ada hanya uang jajan." Aku dan ibuku tertawa sejenak, sebenarnya aku bisa cari kerja sampingan, tapi ada kemungkinan ibuku akan menolaknya.

"Kapan tesnya?" lanjut ibuku, aku menyebut tanggal H. Ibuku mengangguk, "Kalau begitu siapkan dari sekarang." Aku mengangguk, "Tapi sekarang aku ingin makan makanan terenak di dunia, soalnya perutku sudah tidak sabar." Ucapku dengan senyum simpul, ibuku tertawa mendengarnya dan langsung pergi ke dapur.

Saat itu aku tidak tahu cerita yang disembunyikan oleh ibuku.

***

Sudah hampir 3 bulan sejak tes kuliah kemarin, aku cukup gelisah menunggu kabar dari target kuliahku. Universitas itu hanya menerima beberapa murid dari setiap gelombangnya, 3 bulan untuk gelombang 1 dan 2, dan 1,5 bulan terakhir untuk gelombang 3.Aku sedikit takut untuk memilih gelombang 3, jadi kupilih yang pertama saja. Lebih cepat lebih baik. Aku kadang penasaran, siapa yang membuat aturan beberapa murid dari setiap gelombangnya ya?

Aku lalu memutuskan keluar rumah sebentar untuk mencari udara segar, siapa tahu bertemu dengan tukang pos jadi bisa kutanya sekalian. Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi ke taman yang tidak terlalu jauh dari rumah. Sekitar 50 meter mungkin? Entahlah, tidak mau kupikirkan, tapi yang pasti jalan kaki kesana tidak akan memakan waktu lebih dari 5 menit.

Aku pun mulai mengitari taman itu, dari pohon-pohon mangga, bunga yang beaneka warna, dan ikan-ikan yang cukup banyak di kolam yang terdapat di tengah taman. Kolam ini cukup luas, berbentuk lingkaran dengan diameter 15 meter. Yah, taman disini memang cukup besar karena warga biasanya setiap akhir pekan main kesini. Entah bagaimana nanti.

Setelah berkeliling cukup lama, aku pun duduk di bangku yang tersedia di beberapa tempat. Aku memutuskan duduk di bangku sisi kanan, sebab aku bisa melihat jalan dari sana, dan bukan membelakanginya. Jadi aku juga bisa melihat kendaraan-kendaraan di jalan.

Saat aku sedang fokus menatap jalan, tiba-tiba saja ada perempuan yang duduk di kursi seberang. Ya, kebanyakan kursi di taman ini memang hadap-hadapan sisi kanan dengan sisi kiri. Aku tidak melanjutkan tatapan ku jalan, aku tidak ingin membuat suatu kesalahpahaman dengan perempuan itu, jadi aku pun memutuskan melihat-lihat ke arah lain.

Hei? Ada mangga yang terlihat sudah matang diatas sana. Ini kan taman umum, tidak masalahkan kalau aku ambil satu? Atau dua?

Bruk!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diantara Rak NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang