Bab 1 (melihatmu)

6 2 1
                                    

Dengan muka masamnya dia harus turun kebawah untuk makan sore, dia emang si rajin makan tapi kalau masalah makan sore dia begitu enggan, karena partner makannya selalu tidak sefrekuensi dengannya kalau urusan makan sore.
Belum juga dia sampai di tempat, Dini tiba-tiba berhenti setelah tidak sengaja melihat seorang pria dengan setelan kok putih dengan sarung wadimornya yang sedang mengantarkan abah Yai ke ndalem, dengan ke tawadukkannya, dengan sabarnya dia mengantarkan abah Yai sampai ndalem dengan selamat.
Buru-buru dia segera beranjak setelah pria itu berbalik dan pergi dari ndalem, dia takut jika ketauan mengintip.

***
"Din suwe ne nangdi ae mau"
"Sek talah sabar"
"Engkok ojok lali sakdurung e adzan kuduk mari"
Bukannya menyahut, teman-temannya malah langsung melahap nasi yang sudah ada ditangannya.
Apa salahnya ya, jika sholat lebih awal, kan itu lebih baik.
Dini tidak peduli lagi, dia segera memakan nasinya supaya nanti sebelum adzan magrib dia bisa cepat-cepat menuju ke masjid untuk sholat jama'ah. Dini emang sudah selesai makan dan dia segera beranjak pergi ke kamar mandi untuk cuci tangan dan sekalian wudhu, dia masih hendak berdiri tapi salah satu partner makannya menyuruh dia menunggu dulu hingga yang lain selasai, kalau begi mana bisa dia berangkat awal ke masjid, yang ada malah masbu'.

"Aku buru-buru loh" rengeknya
"Ngga setia kawan" teman yang lain menimpali
"Yo wes lak ngunu, tak enteni, tapi ojok suwe-suwe yo"
"Iyo Din"

Dalam hatinya sudah tidak sabar mau beranjak dan segera menuju masjid, kenapa teman-temannya selalu tida sefrekuensi dengannya.

***
Yang benar saja memang, Diniharus terbirit-birit mengganti mukenah dan segera berangkat ke masjid, tidak hanya ketinggalan satu roka'at saja, dia hampir saja ketinggalan sholat, tapi teman-temannya santai. Tidak seburu-buru Dini, emang mereka harus dapat hidayah dulu supaya mau berangkat ke masjid lebih awal.

***
Keesokan harinya muka Dini tidak masam lagi, dia berubah sangat bahagia karena yang adzan magrib adalah orang yang sama seperti waktu pertama kali dia melihatnya, dia memang pria yang sama yang mengantarkan abah Yai ke ndalem waktu itu.
Bukan hanya senang, hatinya seperti berdebar cukup kencang, tidak biasanya dia seperti itu kalau melihat seorang pria.

"Lapo din"
"Ng-gak po-po"

Untung saja jantungnya tidak copot, kenapa nih orang ngagetin sih, orang Dini lagi bahagia.

"Hayo enek opo?"
"Ngga onok opo-opo Fan"

Teman yang mengagetinya itu bernama Fania, dan dialah salah satu teman kepercayaannya, tapi dia bukan partner makannya, itu beda orang lagi.

"Ape nangdi Fan?"
"Kate wudhu, opo o?"
"Bareng yo"
"Iyo".




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In those daysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang