1_ Permintaan.

54 5 4
                                    

"Nenek mau kaila bantu ngga?" Tanya gadis berusia sebelas tahun yang bernama Kaila Alvira, kepada sang nenek, "kamu siapin kayu aja, buat nenek rebus singkong." Gadis itu mengangguk dan berlalu pergi untuk menghampiri tumpukan kayu yang berada di gubuk belakang rumah.

Ia mengambil beberapa kayu dan kembali ke dapur untuk menyerahkan kepada sang nenek, yang sedang sibuk mengupas kulit singkong,"Kaila." Panggil nek Desi lembut.

"Iya?"

"Kamu nanti mau ulang tahun ya?" Kaila hanya tersenyum dengan anggukan kecil, "umur kamu udah mau dua belas tahun, kan?" Tanya nek Desi di balas anggukan oleh sang cucu, yang sedang mengupas kulit singkong.

"Umur kamu sudah mau dua belas tahun, sementara umur nenek sudah sangat tua. Kalau misalkan nenek lebih dulu di pangil sama Allah, nanti kamu ngga ada yang jagain." mendegar penuturan dari sang nenek membuat mata indah Kaila berlinang air mata, bahkan ia sempat berhenti mengupas kulit singkong.

"Nenek jangan ngomong kaya gitu!! Kan kita udah janji, nenek akan selalu ada buat Kaila. Dan Kaila akan selalu ada buat nenek,"

"Kaila," nek Desi menatap lekat wajah Sang cucu. Tangan yang sudah keriput dan gemetar itu mencoba mengelus pipi tirus Kaila dengan senyum yang ia ukir, "umur ngga ada yang tau ndo. Kalau nenek di panggil dulu sama Allah, nenek ngga bisa nolak," air mata yang Kaila tahan, kini pecah membasahi pipi tirus nya.

"T-tapi kan, hiks. Nenek udah janji sama Kaila, kalau nenek akan terus ada buat Kaila." Nek Desi hanya mengulas senyum manis, "mbah akan selalu ada buat Kaila, tapi dari jauh," balas nek Desi, dengan tangan yang terus mengusap lembut penuh kasih sayang pipi Kaila.

"Kalau mbah minta sesuatu sama kamu, kamu mau?" dengan cepat Kaila mengangguk, "mbah mau kamu nikah sama anak nya abah Rahman, abis itu kamu masuk kepondok nya." Kaila sempat terdiam dalam pikiran nya.

Nikah? Dia saja baru ingin menginjak umur dua belas tahun. Kalau nek Desi menyuruhnya untuk masuk pondok saja ia tidak masalah, tapi ini nek Desi juga menyuruhnya untuk menikah dengan anak dari abah Rahman.

"Kalau nenek suruh Kaila untuk mondok, insyaallah Kaila siap. Tapi kalau soal nikah," ia tak mampu untuk melanjutkan kalimatnya. Ia memang membutuhkan sosok lelaki yang mampu mengantikan peran sang ayah, tapi ia takut. Saat menikah nanti lelaki itu justru memiliki sifat yang sama seperti ayah nya.

"Kaila. Nenek takut, kalau nenek nanti meninggal dulu. Nenek ngga pernah minta apa-apa sama kamu. Nenek cuman mau kalau nenek udah ngga ada, kamu bakal ada yang jagain, itu doang yang nenek mau." Jelas nek Desi.

"Tapikan Kaila masih kecil nek," mata nek Desi sekarang ikut meneteskan air mata, tak tega melihat sang cucu menangis, "sampai kapanpun, kamu itu masih anak kecil yang membutuhkan kasih sayang. Nenek yakin anak nya abah Rahman bisa kasih kamu perhatian, bahkan kasih sayang." Kaila kembali terdiam mendegar penuturan sang nenek, yang mencoba meyakinkan dirinya.

"Kalau nanti anak nya abah Rahman sama kaya ayah gimana?" Nek Desi sempat terdiam, bahkan manik mata sayu itu kembali meneteskan air mata, "mbah yakin, dia ngga seperti ayah mu."

"kamu mau ya?" Kaila hanya mengangguk pasrah dengan senyum terpaksa yang ia ukir di kedua sudut bibirnya.

Nek Desi kembali mengupas kulit singkong yang masih tersisa, sementara Kaila sedang menyiapkan api untuk merepus singkong tersebut, "kamu mau hadiah apa dari nenek?" Mendegar pertanyaan Sang nenek yang ingin memberikan nya hadiah, membuat Kaila tersenyum girang.

kaila & kisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang