Deep Blue Sea

430 41 0
                                    

Gyuvin sudah terbiasa, ketika pintu apartmentnya yang tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan seorang lelaki bertubuh lebih besar darinya mematung disana, dengan senyum paling memikat— sembari melebarkan tangannya seakan menunggu dirinya menerjang tenggelem ke dalam pelukannya.

Seharusnya Gyuvin tak kaget lagi, kan? Ketika sadar ada yang mencoba membuka pintu apartmentnya, dan kemudian lelaki itu muncul lagi di depan sana.

“Gunwook, kamu kehujanan!” Tanpa membalas apa yang dipertanyakan pikirannya tentang lelaki itu, Gyuvin langsung menyambar handuk yang baru saja ia jemur setelah menyuruh lelaki itu untuk duduk.

Gyuvin kembali dengan selimut tebal dan teh hangat yang baru saja ia buat, mengambil alih handuk dari tangan Gunwook dan bergerak untuk mengeringkan rambut basah kuyup itu,

“Disuruh ngeringin rambutnya malah bengong, netes tuh!” Gyuvin mencibik kala Gunwook hanya membalasnya dengan kekehan kecil.

Terlalu fokus mengeringkan rambut yang basah, Gyuvin mungkin tak menyadari bahwa lelaki di sampingnya itu sedang menatap lamat pahatan indah yang ada di depan mata, dirinya, seolah tak ada hari esok untuk menikmatinya lagi.

“Ganti baju dulu, sekalian mandi ya! Udah aku siapin air, pake baju kamu aja yang ada di lemari aku.” Gunwook hanya mengangguk nurut dan hendak bergerak menuju kamar mandi, sebelum badannya berbalik dan menatap Gyuvin, yang ditatap malah menatap balik dengan tanda tanya di sorot matanya.

“Aku hari ini nginep, ya?”

“Kabur lagi?”

Tak ada jawaban apapun,

Gyuvin hanya merasakan pelukan itu semakin erat, tangan besar yang terus menepuk punggungnya lembut, dan kecupan kecil di layangkan di rambutnya.

“Oke, aku anggap jawabannya iya.” Gunwook tertawa sesaat, mengangguk sebagai jawaban yang sebenarnya.

Suasana malam ini begitu sempurna untuk Gunwook. Dekapan, hujan, dan bersama Gyuvinnya.

Walaupun pada akhirnya Gunwook harus menyadari bahwa situasi sebenarnya bukanlah seperti ini, tetapi ia bersyukur masih ada waktu untuk berpulang sebentar ke rumahnya.

“Bisa berhenti buat kabur kesini?”

“Kamu kabur kayak gini nggak akan bisa merubah apapun yang ada..” Tepukan menenangkan di punggung Gunwook hentikan, beralih ke surai yang lebih kecil untuk di rapatkan ke lehernya.

“Kita nggak akan pernah bisa, Gunwook.”

Suara lirih itu membuat Gunwook teriris, matanya ia pejamkan erat-erat, elusan menenangkan ia lakukan di rambut belakang kesayangannya.

“Aku masih berusaha, Vin. Aku gam—”

“Kita ini sia-sia, Nuk.”

“Shh, kita tidur aja, ya?” Kecupan singkat Gunwook tinggalkan di kening pemuda di pelukannya,

Dan keduanya berakhir terlelap di dekapan hangat masing-masing, diantara dingin yang menusuk hingga perasaan mereka berdua. Keduanya merasakan hal yang sama.

Menurut Gyuvin, menjadi Gunwook itu sakit,

dan menurut Gunwook, tanpa Gyuvinnya sangat sakit. Tapi, menjadi Gyuvin yang selalu menerimanya, dengan keadaan yang berbanding terbalik, akan jauh lebih dari kata sakit itu sendiri.

“Kita beneran nggak bisa ya, Vin?” Gunwook menatap wajah terlelap itu, ia belum tertidur. Kebiasaannya setelah kembali bersama Gyuvin, menatap wajah tenang itu sampai puas,

Sampai ia merasa cukup untuk mengingat keindahan Gyuvin.

Gunwook kecup kedua kelopak mata yang tertutup itu dan menarik selimut untuk melindungi mereka dari udara sejuk malam hari. Gunwook ikut memejamkan matanya setelah merasa cukup.

Dan, yang terjadi setelahnya adalah hanya ada Gyuvin yang terisak hebat seorang diri di pagi hari. Menatap miris buah mangga yang sudah terpotong cantik di meja kecil disebelah tempat tidurnya.

Selalu, akan berakhir seperti ini.

Kamu nggak beneran berhenti kesini lagi kan, Nuk? Kamu bakal peluk aku lagi, kan?” Keinginan Gyuvin yang sebenarnya ketakutan terbesarnya adalah tanpa Gunwooknya.






end.
>>>>>; aneh y >>>>; kangen gunvin

a short cut / gunvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang