2. Pertengkaran

25 2 0
                                    

Jangan lupa vote ya ^^ ~

Bimo menghela nafas lega setelah selesai memarkirkan mobilnya. Tubuhnya benar-benar sangat lelah. Ia baru tiba di rumah ketika waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Posisinya sebagai direktur membuat Bimo menjadi enggan beranjak dari ruang kantor bila tugas tanggung jawabnya dirasa belum selesai. Kebiasaan ini tentu menguras kondisi fisiknya. Namun Bimo tak menunjukan tanda-tanda untuk menghentikan kebiasaannya ini.

Bimo melangkah memasuki apartemennya. Namun kening pria itu langsung berkerut ketika membuka pintu dan menemukan sepatu wanita tergeletak di lantai. Ia langsung masuk ke dalam dan mencari pemilik sepatu itu. Seperti dugaannya, Jeslin sedang duduk di sofa ruang tamunya sambal meneguk jus jeruk.

"Kamu kenapa gak kabarin aku kalo mau ke sini?" tanya Bimo.

"Kalo aku kabarin emangnya bakalan di respon? Kamu kan sibuk banget. Enggak ada waktu buat aku."

Bimo menghela nafas. Ia duduk di sebelah kekasihnya itu, lalu menaruh tas kantornya di atas meja. "Aku bakalan respon kalo udah senggang kok. Aku kan jadi kaget pas ngeliat sepatu kamu tadi di depan."

"Jadi kehadiran aku di sini bikin kamu seneng atau enggak? Kalo ngeganggu... ya aku mendingan pulang aja."

"Jes... bisa gak kita gak berantem terus? Aku baru pulang kerja. Capek banget. Aku udah gak ada tenaga buat berdebat," tegas Bimo.

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Bimo terkejut ketika melihat Jeslin tiba-tiba meneteskan air matanya. Kemudian air mata kekasihnya itu bertambah deras.

"Kamu kenapa nangis, sayang?" Bimo membelai kepala kekasihnya itu.

"Aku tuh sedih... kamu gak pernah ngertiin maunya aku tuh apa. Selalu aku yang harus ngertiin kamu. Aku tuh cuma pengen punya waktu bareng kamu aja. Cuma itu." Jeslin menatap Bimo dengan air mata yang masih terus mengalir.

Bimo tak tega melihat sorot mata Jeslin dengan pipinya yang basah karena air mata. Pria itu langsung mengusap air mata Jeslin dan berusaha untuk menenangkannya.

"Aku gak ada maksud untuk bikin kamu sedih. Aku cuma sedang fokus ke kerjaan. Apalagi dengan posisi baru ini. Kamu kan tau kalau orang tua angkatku tuh baik banget. Mereka adopsi aku dari bayi dan membesarkanku. Aku cuma pengen kasih yang terbaik untuk mereka. Termasuk bertanggung jawab untuk kepercayaan yang mereka kasih untuk megang perusahaan ini. Posisi direktur ini ternyata gak mudah. Aku masih perlu banyak belajar. Maafin aku kalo karena ini... justru bikin kamu jadi ngerasa terabaikan. Aku gak ada niat begitu. Maafin aku ya."

Bimo kembali menghapus air mata Jeslin yang masih terus mengalir. Hatinya ikut merasa sedih melihat gadisnya itu menangis.

"Aku paham sama kesibukan kamu. Aku ngerti beban yang lagi kamu pikul. Cuma kalo begini terus... ya, aku bakal ngerasa kesepian. Jadi ngerasa hubungan kita tuh gak ada spesialnya," ungkap Jeslin.

Bimo menghela nafasnya sambal tetap terus menenangkan kekasihnya itu. Ia masih terus diam, hingga dirasa Jeslin sudah cukup tenang.

"Maafin aku ya. Aku cuma bisa minta pengertian kamu aja sekarang," ucap Bimo.

Jeslin sudah menghentikan tangisannya. Gadis itu menghapus air mata yang tersisa di pipinya. "Sampai kapan aku harus ngerti? Mau sampai kapan?"

"Mungkin sampai aku sudah bisa mencapai target sales yang dikasih orang tuaku. Karena itu sekarang tuh aku lagi fokus banget ke kerjaan."

"Target tuh gak aka nada habisnya, Bim. Sehabis kamu capai target itu, pasti akan ada target yang lain. Mungkin orang tua kamu akan suruh buku cabang di tempat lain atau bahkan negara lain. Terus bisa juga kamu disuruh merambah ke bisnis lain. Jadi aku harus nunggu sampai kapan?" Jeslin mengela nafas dengan raut wajah frustasi.

Bimo mendekatkan tubuhnya ke Jeslin, lalu membuat tubuh gadis itu berhadapan dengannya. "Satu tahun. Kasih waktu aku satu tahun. Nanti abis itu, kita liburan bareng ke paris!"

Jeslin tampak tergiur dengan janji yang diberikan oleh Bimo. "Paris? Kita akan liburan bareng?! Kamu janji ya?!"

Bimo tersenyum lalu menganggukan kepalanya. "Iya. Aku janji. Cuma kasih waktu aku satu tahun untuk fokus ke kerjaan."

"Oke. Cuma jangan bener-bener cuekin aku dan menghilang tanpa kabar. Aku gak suka! Gak bisa digituin," tegas Jeslin.

"Aku akan kasih kabar pas malem hari... atau pas udah kelar kerja. Pokoknya pas aku lagi ada waktu luang pasti akan ngabarin kamu." Bimo berusaha meyakinkan Jeslin.

"Semoga yaaaa... kalo enggak, aku bakalan marah lagi!" ancam Jeslin.

Bimo tertawa melihat wajah cemberut kekasihnya itu. "Makan yuk! Aku laper."

"Masakin aku pasta dongs! Udah lama gak dimasakin kamu."

"Baiklah. Walaupun aku lagi capek sebenernya, tapi demi kamu... akum asak."

"Yeay!" Jeslin berteriak senang.

Bimo mengajak Jeslin untuk duduk di ruang makan yang memang bersebelahan dengan dapurnya. Jeslin bisa menonton Bimo memasak dari posisi duduknya. Bimo memang lebih memiliki kemampuan memasak bila dibandingkan Jeslin. Bimo terbiasa hidup mandiri, apalagi saat dulu kuliah di luar negeri. Ia sering memasak untuk dirinya sendiri.

Bimo mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan dari dalam kulkas. Kemudian mulai memasak menu yang diminta oleh kekasihnya itu. Pasta memang bukan jenis hidangan yang sulit bagi Bimo. Dia sudah sangat sering membuatnya. Untungnya masih ada stock udang di dalam kulkasnya, sehingga bisa menambahkan bahan tersebut ke dalam pasta.

Dua piring pasta sekarang sudah tersaji di atas meja makan. Bimo juga menaruh dua gelas berisi wine untuk melengkapi menu makan malam mereka. Senyum manis mulai terpampang nyata di wajah Jeslin. Gadis itu tampak Bahagia melihat hidangan lezat yang dimasak oleh Bimo.

"Entah kapan terakhir kali kamu masakin aku. Kayaknya udah lama banget," ucap Jeslin dengan senyuman.

Bimo duduk di hadapan Jeslin. Pria itu memberikan garpu dan sendok ke tangan Jeslin. "Aku juga gak inget. Bener-bener udah lama banget kayaknya."

Mereka mulai menyantap makanan. Jeslin terus mengembangkan senyumnya. Sangat jelas terlihat gurat kebahagiaan pada gadis itu.

"Kamu lulus kan tahun ini?" tanya Bimo.

Jeslin mengangguk. "Bulan depan aku wisuda."

"Terus rencananya kamu mau gimana?" tanya Bimo lagi.
"Aku mau buka studio design grafis sih. Mungkin buka agency untuk jasa pembuatan design packaging. Cuma pengen nyoba kerja di company dulu sebelum buka usaha sendiri."

"Kantorku lagi buka lowongan staff social media. Cuma kamu gak boleh ngelamar! Hahaha."

"Dih.... Kenapa? Asik juga tuh kayaknya kalo kita satu kantor. Hahaha."

Bimo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Itu bukan ide yang bagus. Aku pengen kehidupan pribadi dan pekerjaan itu terpisah. Jadi jangan satu kantor!"

"Terus kita gak akan buka bisnis bareng gitu suatu hari nanti?"

Bimo kembali menggelengkan kepala. "Aku lebih suka kita bekerja secara terpisah. Jadi hubungan kita gak akan mempengaruhi pekerjaan. Gitu juga kebalikannya. Pekerjaan gak akan berpengaruh ke kehidupan kita. Aku pengen terpisah aja."

Jeslin tidak menanggapi ucapan Bimo itu. Gadis itu hanya melanjutkan memakan pastanya dan menikmati beberapa potong udang. "Masakan kamu enak," puji Jeslin.
"Yah... seperti biasanya kan?" Bimo tersenyum percaya diri.
"Kalo gitu masakin aku sering-sering."

"Dengan senang hati... yah, tapi kalo aku lagi gak sibuk. Hahaha."

Bimo dan Jeslin melanjutkan menikmati makan malam mereka bersama, sembari berbincang tentang berbagai topik.

OverdoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang