1

18.3K 208 20
                                    



Bekerja di salah satu perusahan mertopolitan memang harus menyiapkan mental. Helena bukan terlahir dari keluarga kaya raya, beruntung ia memiliki otak yang cerdas menjadikan ia penyelamat ekonomi keluarganya.

Mendapati beasiswa di universitas ternama sudah sangat bersyukur, apalagi kini Helena diterima kerja di salah satu big 3 company.

Sudah hampir sebulan Helena bekerja sebagai pegawai kantoran. Selama itu juga baru mendapati satu teman kantor, karena tidak ada yang mau berteman atau berdekatan dengannya.

Mungkin karena penampilannya yang ketinggalan jaman atau ia dari kalangan bawah. Helena melihat setiap penampilan karyawan perusahaan ini terlihat mahal.

Apalagi kebanyakan juga membawa mobil, berbeda dengan dirinya yang memakai kendaraan umum.

"Na, nggak makan?"

Helena menggeleng. "Aku bawa bekel, hehe."

Bastian berdecak. "Pasti bawa telur rebus sama masted potato lagi."

Bastian, namanya. Ia dia hanya dekat dengan pria itu selama bekerja.

"Iya hehe. Aku suka banget kentang lagian."

Bastian menghela nafasnya. "Besok lo ikut gue ke kantin. Gue traktir."

"Tap—"

"Nggak nerima penolakan."

Helena hanya menghemat uangnya saja. Apalagi mengingat tungakan listrik yang harus ia bayar minggu ini.

Setelah itu Bastian kembali ke lantai divisinya. Aneh memang, Helena tidak dekat dengan siapapun di di divisinya justru dekat dengan Bastian yang dari divisi lain.

Bastian adalah kakak tingkatnya dulu saat semasa kuliah. Tidak heran Helena bisa dekat dengan Bastian.

"Cih, genit lo."

Mendadak Helena berhenti mengetik, menoleh ke samping mendapati salah satu rekan divisinya menatapnya sinis.

"Nggak usah merasa hebat lo bisa deket sama Bastian. Sadar, lo sama Bastian itu ibarat langit dan tanah. Iya sih, muka lo cantik tapi liat penampilan lo kaya nggak punya duit. Eh, tapi emang gak punya duit kan?" Lantas perempuan bernaman Shella itu terkikik.

Padahal Helena dan Bastian hanya sebatas teman dekat saja. Memang banyak yang salah mengartikan mereka, sebab Bastian yang selalu peduli dengan Helena.

"Aku sama dia cuman teman doang, Shella."

"Masa? Temen tidur kali ya?"

Sesak dada Helena. Ia memilih tidak menangapi dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Selama bekerja di sini, lontaran hinaan sudah Helena terima. Banyak yang tidak suka ia dekat dengan Bastian.

Tidak heran, Bastian itu tampan dan mapan. Banyak yang menyukai pria itu dan karena itu lah Helena semakin dibenci oleh para perempuan kantornya.

"Kok diem doang? Bener ya lo cuman temen tidurnya? Tanggepan karyawan lain kalau tau ini gimana ya?" Shella tertawa mengejek.

Sontak membuat Helena menoleh. "Kamu jangan fitnah. Aku dan Bastian temanan. Kita udah kenal dari masa kuliah."

"Na, aku bawain nasi kuning. Jangan lupa dimakan." Tiba-tiba Bastian datang dan langsung menaruh sebuah nasi kuning di meja Helena.

"Bas—" Belum sempat berterima kasih, Bastian tersenyum dan langsung melangkah pergi.

Mungkin Bastian tidak ingin dirinya tidak enak lalu menolak makanan yang diberikan pria itu lagi. Karena ini bukan pertama kalinya Helena dibelikan makanan oleh pria itu.

Sedangkan, Shella memandang sinis kejadian tersebut lalu langsung mengambil kotak nasi kuning Helena dan membukanya.

"Wih, enak banget keliatannya. Aku mau ya, Na? Tadi si kantin rame jadi belum sempat makan." Dengan tidak sopannya Shella menatap Helena dengan raut wajah sinisnya.

"Bau apa nih? Enak banget," ujar seorang wanita yang baru datang ke arah meja Shella. "Beli dimana Shell nasi kuningnya? Perasaan di kantin gak ada nasi kuning."

"Di kasih Bastian, Mi!" jawab Shella girang.

Helena hanya diam saja.

"Bastian?" Mata Mia membola kaget. "Lo dikasih sama Bastian? Gila Shell, gimana bisa?"

Shella sempat melirik Helena sesaat. Lalu tersenyum miring. "Mungkin Bastian udah sadar, dia sama Helena gak mungkin bersatu. Gue lebih cocok sama dia. Seimbang, apalagi keluarga gue juga kaya raya. Pasti orang tua Bastian juga mau mantunya dari keluarga yang berada. Sedangkan, Helena aja dari keluarga yang nggak jelas gitu."

Helena menahan mati-matian air matanya. Ia tidak boleh menangis di depan mereka, kalau tidak mereka akan semakin senang.

"Yaampun, outfit dia lagi-lagi nggak match gitu. Gue malu banget liatnya." Mia melihat Helena dari ujung kepala sampai kakinya.

"Makanya gue heran kenapa si Helena bisa keterima di perushaan ini?" Shella berdecak sinis.

"Jangan-jangan..."

"Pake tubuhnya kayanya." Shella melanjutkan ucapan Mia dan keduanya pun tertawa.

"Lumayan sih bentuk tubuhnya."

Dan Helena hanya bisa diam. Padahal Shella dan Mia bukanlah senior, tetapi mereka masuk bersamaan dengannya.

Lagi-lagi dunia selalu kejam untuk Helena.

***

Hi 👋🏻

Jangan lupa ramein ya.

Hot Boss [Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang