01, dear our first meet.

6 1 0
                                    

"Akan ku abadikan rasa ini, agar tidak hanya menjadi sekedar rasa yang berlalu."

Gemericik air hujan memenuhi jalanan kota kecil itu, sementara seorang perempuan berkacamata berlari lincah sembari melindungi tasnya dari butiran-butiran air yang jatuh dari langit. Dia menghindari lubang-lubang jalan yang tergenang, dengan beberapa ocehan kesal terdengar keluar dari mulutnya.

Hari ini, 16 Juli 2019, adalah kali pertama Sasa menginjakkan kaki di sekolahnya. Meskipun sebenarnya dia sudah menempuh kelas 1 semester 2, kedatangannya terasa istimewa.

Karena sejak awal tahun ajaran, Sasa mengikuti pembelajaran daring dari rumah akibat wabah virus yang melanda daerahnya. Semua sekolah di Indonesia terpaksa beralih ke metode online, menghindari kontak langsung demi keselamatan.

Dengan semangat campur aduk, Sasa melangkah maju, siap menghadapi dunia baru di depan matanya.

Gerbang sekolahnya sudah terlihat semakin dekat, Sasa merasa gugup sekarang. Dia melihat sekitarnya, beberapa orang terlihat berjalan bersama sama, dengan teman maupun pasangan mereka, sedangkan Sasa disini berjalan sendirian, dia menundukkan kepalanya merasa kepercayaan dirinya menurun.

Dia jadi sedikit menyesal sekarang, harusnya dia ijin saja tidak bisa hadir sekolah hari ini. Ahh tapi tidak apa lah, lagian hari ini dia ke sekolah hanya untuk melakukan Ujian akhir semester, lalu setelah itu sekolah akan kembali daring lagi sampai waktu yang belum bisa di tebak.

Sasa berjalan di lorong sekolah itu, berjalan ke kelas yang di pintunya bertuliskan 'VII A'. Sasa masuk ke dalam ruangan kelas nya, ruangan itu terdengar ricuh karena beberapa suara obrolan dari beberapa orang di kelas itu, Sasa berjalan mencari meja yang bertuliskan namanya.

Setelah beberapa menit menjelajahi sudut-sudut ruangan, Sasa akhirnya menemukan mejanya yang bertuliskan nama dan nomor absennya. Di samping mejanya, ada meja lain yang bertuliskan nama Alfian. Hatinya berdesir bahagia, berharap bisa menjalin persahabatan dengan teman sebangkunya.

Namun, saat ia duduk dan menunggu. Bel berbunyi,  murid-murid yang sebelumnya berada di luar kelas segera bergegas masuk dan mengambil tempat duduk. Sasa melirik ke arah meja Alfian, namun meja itu masih kosong. Rasa kecewa sedikit menghampirinya.

Tak lama kemudian, seorang guru masuk ke dalam kelas. Wanita itu berpenampilan anggun, meskipun sudah tampak berumur, dia tersenyum lebar dan menyapa seluruh siswa.

"Halo anak-anak, perkenalkan, saya Ibu Rinda, wali kelas kalian. Setelah beberapa bulan belajar daring, akhirnya kita bisa berkumpul untuk melaksanakan Ujian Akhir Semester. Saya harap kalian memanfaatkan waktu ini sebaik-baiknya dan tetap menjaga protokol kesehatan," ujarnya sambil tersenyum lalu langsung membagikan lembaran ujian ke setiap meja.

"Untuk mempercepat waktu, silakan isi lembar ujian ini sesuai dengan petunjuk yang ada. Kalian memiliki waktu 90 menit. Setelah selesai, kita akan langsung melanjutkan ke pelajaran berikutnya."

Seluruh murid mengangguk mendengar instruksi Ibu Rinda. Beberapa menit kemudian, suasana kelas menjadi hening, dengan semua siswa terfokus pada ujian di depan mereka.

Sasa terlihat sangat fokus pada ujiannya, walau beberapa soal di ujian ini agak melenceng dari apa yang dia ajarkan, namun tidak apa karena untungnya dia masih bisa menjawab soal soal tersebut.

Beberapa jam berlalu setelah Sasa menyelesaikan tiga sesi ujian dengan mata pelajaran yang berbeda. Akhirnya, dia bisa pulang ke rumah, karena ujian selanjutnya akan dilaksanakan secara daring.

Keringat di dahinya mulai mengering, dan rasa lega menyelimuti hatinya. Ujian terakhir telah dilalui, dan kini saatnya beristirahat dan kembali ke rumah.

Sasa berdiri dari duduknya, melihat ke sekeliling, banyak murid yang sudah meninggalkan kelas, hanya tersisa beberapa orang lagi. Dia merapihkan lembaran lembaran kertas ujiannya, menyusunya sesuai mata pelajaran lalu membawa nya ke arah meja guru.

Dia langsung menyimpan lembaran lembaran kertas itu di atas meja, lalu langsung keluar dari ruangan kelas tersebut, dia ingin buru buru kembali ke rumah.

Baru saja mau melewati pintu kelasnya, dia teringat sesuatu. Sasa lupa menyusun kertas ujiannya sesuai mata pelajaran yang sudah di perintahkan Ibu Rinda, dia mengerutu kesal lalu memutuskan kembali ke dalam untuk menyusun kertas ujiannya.

Saat dia membalikkan badan, tubuhnya tidak sengaja menabrak seseorang di depannya, Sasa sedikit terhuyung ke belakang namun tangan orang di depannya itu berhasil menangkap tangan Sasa dan menahannya agar tidak terjatuh.

Setelah mendapatkan kembali keseimbangannya Sasa langsung melepaskan genggaman tangan orang di didepannya, dia langsung menunduk meminta maaf kepada orang tersebut. "Ahh, maaf maaf, aku ga liat ada kamu, duh maaf, sakit ya."

"Engga kok, gapapa." Suara berat dan rendah itu keluar dari mulut orang di depannya.

Karena penasaran, Sasa memberanikan diri untuk sedikit mendongakkan kepalanya, dia berniat melihat wajah seseorang di depannya.

Lelaki berkukit kecoklatan itu tersenyum ke arahnya, dihiasi kumis tipis di atas bibirnya yang seolah membuat senyumannya menjadi lebih sempurna, dan mata kecoklatan nya berhasil menenggelamkan Sasa ke dalam ribuan pesona sedalam lautan itu.

Nafas Sasa tercekat, Jantung nya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, namun matanya masih saja sibuk mengangumi karya seni tuhan yang  ada di depannya itu.

"Sasa, ya?" Suara lelaki itu akhirnya membuyarkan lamunan Sasa.

"Ah? iya iya, aku Sasa." Sasa menjawab gugup, dia menundukkan kepalanya kembali.

"Maaf, aku duluan ya." Sasa berjalan sedikit mundur menjauhi lelaki itu, dia tidak mau dia semakin terlihat salah tingkah.

Setelah mundur beberapa langkah, Sasa hendak berjalan lagi mendekati meja guru, namun tangan lelaki tersebut tiba tiba menghalanginya.

"Ehh?" Sasa kebingungan, dia menatap kembali wajah lelaki itu dengan ekspresi penuh tanya nya. Mencoba mengabaikan dulu detak jantung nya yang tak kunjung mereda.

"Kertas ujiannya udah aku susunin, tadi kamu salah naro kan?" Lelaki itu berkata masih dengan senyum di wajahnya, butuh beberapa detik untuk Sasa merespon apa yang dia katakan.

"Iya, tadi salah naro." Ucap Sasa masih sedikit gugup.

"Udah aku bantu susunin sesuai mata pelajarannya kok."

"Oh, makasi ya udah bantu susunin, tadi aku lupa haha." Sasa berterimakasih sambil membenarkan kacamatanya yang padahal tidak kenapa-kenapa.

"Yaudah, aku duluan ya, sekali lagi makasih ya." Sasa berbalik badan, lalu melangkah kan kakinya keluar dari ruangan itu, mendahuluinya lelaki yang membantu menyusun kertas ujiannya tadi. Bukan karena apa, tapi Sasa merasa aneh dengan dirinya, jantungnya berdetak sangat kencang, dan wajahnya memanas, dia merasa tidak nyaman dengan perasaan aneh itu.

Sasa mencoba mengabaikan perasaan itu, mungkin dia hanya sedang tidak enak badan.

Sasa membuka ponselnya dan segera mengirimkan pesan pada ayahnya, memintanya segera menjemput Sasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

enchanted, dear my first love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang