Synopsis
Avarja dan Dinara adalah sepasang kekasih yang telah bersama sejak usia belia. Cinta mereka diuji ketika sebuah ramalan kematian muncul, namun Avarja menolak mempercayainya, menganggapnya hanya tahayul belaka. Keyakinannya runtuh saat mere...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . . .
2023
"Tumbuh dewasa bersama luka"
Bagian 1
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . . .
Buram, aku tidak melihat apa pun selain asap dan api. Samar-samar terdengar suara seorang wanita yang tengah menangis, suara yang nyaring dan terdengar tidak asing di i
ndra pendengaran ku, dia mundur menjauhiku dan kemudian berlari meninggalkan ku, aku tau persis siapa wanita yang berjalan mundur seakan-akan menganggap ku akan mati di tempat ini.
Penglihatan ku kabur karena asap yang hampir menutupi seluruh isi rumah, aku terus menyodorkan tanganku dan masih berharap bahwa gadis itu tidak meninggalkan ku karena tau bahwa aku akan mati di lahap oleh api ini.
"Tolong, seseorang tolong"
Rintih ku mencoba bersuara, lidahku terasa kelu karena harus menahan tebalnya asap yang membuatku kesulitan untuk mengambilnya nafas.
Brakk!
Seseorang memecahkan kaca jendela dengan sebuah tongkat besi, aku enggan menoleh dan memastikan siapa orang itu dan jika bukan karena dia mungkin saat itu aku sudah mati.
Wanita paruh baya itu membungkam mulutku dengan sebuah handuk basah, dan dengan handuk itu aku perlahan dapat menetralkan nafasku yang tadinya tidak beraturan, setelah memberikanku sebuah handuk basah dia pun langsung mendorong ku keluar dari dalam kobaran api, dia memecahkan jendela dan mendorong tubuhku keluar dari dalam tempat yang sudah setengah terbakar itu.
"Pergi ja"
Suara itu? Terdengar sangat familiar.
"Pergi Arjaa!"
Dia masih berusaha untuk mengeluarkan ku dari tempat itu, saat seluruh tubuhku berhasil lolos dari kobaran api, aku melihat dengan jelas wajah orang yang baru saja menolong ku, dia adalah ibu ku, lebih tepatnya ibu angkat ku, beliau tersenyum usai memberikanku sebuah foto yang hampir hangus terbakar.
"Dia ibu kandung kamu Arja, cari dia dan buat dia menyesal karena sudah meninggalkan anak sebaik kamu"
Ibu kandung? sial api ini menghanguskan wajah ibu kandung ku dalam foto itu, mustahil jika aku mencari ibu kandungku hanya dengan bekal foto yang sudah hangus seperti ini.
"Meskipun ibu bukan ibu kandung kamu, ketahuilah ibu sangat sayang kamu Arja!"
Pesan terakhir dari beliau sebelum api membesar dan melahap seluruh tubuhnya, dalam hitungan detik ledakan besar terjadi, aku sempat melihat senyuman indah itu sebelum kobaran api berubah menjadi gas yang hampir meratakan bangunan tersebut.
"IBUU!"
Boom!!
Sontak tubuhku terlempar jauh dan jatuh tepat menimpa sebuah batu besar, darah segar mengalir begitu saja dari kepala bagian belakang ku.
Aku sempat menoleh dan melihat wanita yang baru saja lari dariku itu sudah tergeletak tak sadarkan diri di pinggir jalan, aku sempat tersenyum getir melihat wanita itu sudah tak berdaya, dan jatuh tengkurap di jalan.
"Terimakasih, karena lo udah ada di saat terakhir gue, seenggaknya lo udah jadi cinta pertama dan terakhir buat gue, apa bener ini yang di namakan cinta sehidup semati? sial, namun disini cuma gue yang mati"
Ucapku membatin.
Aku memejamkan mata berpikir bahwa saat ini adalah saat-saat terakhir ku sebagai seorang anak yang belum memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang anak laki-laki kepada ibunya.
"Maaf bu, Arja belum bisa berbakti sama ibu"
Tampa ku sadari air mataku mengalir begitu saja, mengingat ibu ku yang sudah mengorbankan hidupnya demi menyelamatkan nyawa ku yang bahkan bukan anak biologisnya.
Terdengar samar-samar suara sirine polisi dan ambulans yang menyatu padu dengan suara keributan orang-orang di sekeliling ku, aku melihat mereka berkumpul setelah mendengar suara ledakan yang terdengar sangat keras hingga dapat menyapu tubuhku, maaf Bu pesan terakhir ibu belum bisa aku terima, sepertinya aku akan menyusul ibu disana, ibu tunggu aku ya.
Mataku terasa berat dan pada akhirnya aku menutup mata berharap bisa bertemu lagi dengan ibuku di surga.