☼ ⋆。˚⋆ฺ 𖦹

2K 234 42
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Laki-laki yang tinggal bersama mu itu, apakah dia saudara mu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Laki-laki yang tinggal bersama mu itu, apakah dia saudara mu?"

Dahi ku mengernyit tipis sementara pikir ku melalang buana memikirkan satu nama. Orang yang tinggal bersama ku? laki-laki? jawabannya sudah pasti Lee Jeno. Tapi jelas dia bukan saudara ku.

"Bukan," aku menggeleng.

"Bukan? kalau begitu teman?"

Teman? Antara saudara dan teman, entah lebih bagus disebut apa hubungan ku dan Jeno. Mungkin sudah lebih dari dua puluh tahun kita hidup dengan saling melihat satu sama lain. Aku dan Jeno tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan yang terletak jauh di pinggir kota. Dan sejak hari kelulusan, aku memutuskan untuk melihat kehidupan yang sebenarnya. Ini tidak terduga, tapi Jeno membuat keputusan nya sendiri untuk ikut bersama.

Pintu berderit begitu ku dorong terbuka. Sebuah ruangan sunyi tempat kita tinggal menyambut ku pulang. Ini sudah lewat dari jam sepuluh malam.

Dahi ku mengernyit tipis rasai pening yang menyerang datang. Air dari rambut ku yang basah sebagian turun melewati leherku yang terbuka. Sudah tidak ada tenaga untuk mengeringkan.

Daksaku lantas di hempaskan ke tepian kasur. Sejenak mengambil gawai untuk melihat apakah ada sesuatu hal yang perlu ku tahu sebelum habisi hari ini.

Pukul sebelas tepat dan belum ada tanda-tanda batang hidung Jeno akan muncul. Dia bahkan tidak selipkan pesan apapun.

Sudah terlalu berat untuk tetap terjaga. Pada akhirnya mata ku terlelap di detik yang entah ke berapa.

☼ ⋆。˚⋆ฺ 𖦹

Tubuh ku yang meringkuk sebab suhu rendah ruangan dipeluk erat. Entah sejak kapan, tapi kehangatan yang kupikir tadinya berasal dari selimut ternyata berasal dari suhu tubuh orang lain yang saat ini ikut meringkuk di belakang.

Ini kebiasaan melepas rasa takut tiap kali hujan badai terjadi sejak umur kita enam tahun. Aku dan Jeno berada di kamar yang sama. Saat itu hujan turun beserta kemarahan nya yang menggelegar. Anak kecil yang ketakutan dari balik selimut menarik perhatian ku. Mana tahu kalau tawaran untuk berbagi pelukan ini malah dinormalisasi.

The Boy Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang