Nemu lagu di atas pas lagi muter playlist lama, tiba-tiba jadi keinget sama perasaannya Hainrich. So, sebelumnya boleh diputar dan dipahami dulu yaaa
⚠️ TW // mention of ; death, harsh word, suicide, blood, gun, drugs, etc. (17+) ⚠️
Sebetulnya sempat terlewat musim yang memeluk hangat, saat kerapatan tinggi nebula berpendar seperti bubuk gula halus di atas donat berliner buatan mama. Begitu lembut dengan lelehan coklat serta selai strawberry di tengahnya.
Hainrich tak seacuh tata bahasa. Tak berotasi, presensinya tak begitu ketara namun tak juga berpaling posisi. Bila Jan (bulan) selalu mengejar Jarek (matahari) sebab sukar lurus dalam satu orbit, maka kerlip cakrawala yang layak diselempangkan di pundak Hainrich adalah bintang. Ia selalu berada di langit yang sama mengawasi adik-adiknya sepanjang masa.
Secarik fakta sains sederhana yang mirisnya jarang dimengerti, berbeda dengan bulan yang membutuhkan matahari─bintang justru memiliki kemampuan untuk bersinar sendiri. Terbentang jarak ratusan tahun cahaya hingga acap kali gagal membubarkan barisan cumulonimbus di lapisan langit pertama, bintang tak pernah membiarkan matahari berpura-pura kuat seorang diri. Hanya barangkali, terkadang baskara terang membiaskan kehadirannya. Hingga di penghujung senja kala spektrumnya habis tersebar menyisakan gulita, bintang akan nampak tepat di sisi chandra.
Seolah dengan perginya Jarek, Hainrich baru bersedia muncul menemani Jan menghabiskan masa berduka. Sedang sejatinya sejak awal ia tak pernah berpaling kemana-mana.
* * *
Hainrich memuja kemeriahan yang mengais langit-langit mulutnya sebanding dengan cintanya terhadap kebebasan. Berselonjor di atas kursi pantai, menikmati harmoni sinar matahari serta ice lycheetea yang membasuh kemarau panjang di kerongkongan. Di balik lensa photocromicnya gerhana tersuguh, Hainrich anteng mengawasi si kembar yang masih belum beranjak dari kolam renang─meributkan pasal 'mandi bareng'."Aku betulan melihatnya berdiri di lorong tengah, Jarek. Dekat piano mama, cerita si Hainrich itu bukan bohongan," cerocos Jan dari pinggir kolam. Kakinya yang menjuntai ke bawah kembali terciprat air begitu Jarek jatuh terbalik dari ban apung berbentuk hiu.
"Pembahasan kita masih soal hantu nih?" Tanya Jarek seraya mengucek kelopak mata. Ia mendongak, memandang malas ke arah sang kembaran. Rambut Jan terlihat sudah hampir kembali kering sebab sejak tadi kerjaannya hanya menonton Jarek─selain merayunya untuk mandi bareng tentu saja.
Alasan yang sebenarnya terdengar agak-agak. Sejak kejadian tiga hari lalu saat Hainrich mendongeng perihal wanita yang belakangan ini terlihat sering mondar-mandir di lorong lantai bawah setiap jam 2 malam, Jan yang pada dasarnya memang 'cupu hantu' jadi semakin parno. Ia bukan main lengketnya dengan Jarek; kencing minta ditemani, tidur pun mengungsi, makan mepet-mepet, sekarang ingin mandi bareng pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEVANTER || Jake Shim [OPEN PO]
Fanfiction[[ angst, sicklit, brothership, survival ]] Note : bagian yang ditarik (TMI) hanya berisi teori dan penjelasan dari Prolog sampai Epilog, jadi ALUR utamanya masih LENGKAP walaupun sedang dipersiapkan untuk terbit. ...