kalau seandainya kita begini?

2.2K 44 14
                                    

Bagaimana jika mereka tak bersama?

"Sayang."

"Hm?"

"Mau nggak?"

"Nggak deh."

"Ihh, buka nggak!"

"Nggak mau Ashel."

"Aaaa!"

Aku mengalah, aku buka mulutku untuk menerima suapan pizza darinya. Ia tertawa, sungguh menggemaskan. Kami sedang berada di sebuah cafe, yang dia temukan di rekomendasi Instagramnya. Semenjak aku resmi bersama Ashel, hobi baru ku–lebih tepatnya mungkin kami–adalah mencoba cafe-cafe baru yang menurutnya lucu. Istilah kerennya mungkin 'cafe hopping'.

Iya, kini aku resmi bersama Ashel. Setelah sebelumnya Azizi pergi meninggalkan diriku untuk pria bangsat itu, dan dia tidak kembali. Entah kemana dia aku tidak tahu, dan tidak peduli juga. Aku sudah benar-benar kecewa dengannya, tidak ada rasa penyesalan atau bersalah dalam dirinya. Aku merasa untuk apa aku masih menyimpan perasaan pada dirinya, kalau di depan mataku dengan jelas ada perempuan yang mau menggantikan dirinya.

"Dimass..."

"Apa Shel?"

"Itu lucuu..." Ia menunjuk pada satu keluarga muda yang sepertinya masih seumuran dengan kami. Ia membawa anaknya yang menurutku juga menggemaskan.

"Yaudah bikin."

"Ih, enteng banget ngomong! Kalau jadi ntar bingung sendiri!" Ucapnya sambil memukul bahuku.

"Hahaha, ya abis katanya lucu. Yaudah buat aja yuk."

"Ntar malem, awas kalau kamu bilang capek-capek lagi!" Ancamnya. Aku memang sering menghindar ketika diajak main dengannya, dengan alasan aku lelah. Tidak seperti Azizi, dia mau mendengarku dan memberikan aku waktu untuk istirahat.

"Iya sayanggg..." Aku merangkul pinggulnya. Aku merasa bahagia sekarang, dan aku berharap kebahagiaan ini akan bertahan lama. Aku sudah cukup lelah dengan semua hal yang pernah terjadi antara aku dan Azizi. Memang, sebuah hubungan pasti akan ada naik dan turunnya. Tapi, tolong untuk kali ini jangan berikan aku lembah yang terlalu dalam untuk aku lewati.

Aku sadar kalau Ashel memang sebuah copy-paste dari Azizi. Sifat mereka sangatlah mirip, mungkin itulah yang menyebabkan mereka bisa dekat sebagai sahabat. Apa yang aku rasakan pada saat bersama Azizi, aku juga bisa rasakan pada Ashel. Sebenarnya ada rasa takut pada diriku, dimana Ashel pada akhirnya akan melakukan hal yang sama dengan Azizi. Tapi entah mengapa aku menaruh kepercayaan jika Ashel jauh lebih baik dari Azizi. Ashel adalah orang yang sangat terbuka–baik secara sifat maupun pakaian. Oversharing adalah hal yang sering ia lakukan, baik kepadaku maupun orang lain. Ketidaknyamanannya pada suatu hal, walau itu hanya bersifat kecil, ia bisa menceritakannya seolah itu hal yang besar. Tapi itulah yang aku suka darinya, dibanding menyimpan suatu ketidaknyamanan hingga hal itu berubah menjadi sebuah masalah.

"Sayang."

"Iya Shel?"

Ashel menunjukkan sebuah ruangan percakapan, tertulis nama 'Michael' sebagai pengirim pesan itu. Aku tidak tahu siapa dia, dan kenapa Ashel menunjukkan pesan itu. Pesan itu hanya berbunyi 'halo Shel' tanpa ada lanjutannya lagi.

"Siapa?" Tanyaku.

"Mantan aku."

"...Oh."

"Bales nggak?"

"Terserah kamu."

"Ihh, iya apa nggak?!"

"Terserah kamu, kan yang punya mantan kamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

cerita-cerita kecil dari wanita itu jatuh cinta pada seekor kudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang