Laut Karunasankara, selalu menjadi kesayangan semua orang. Anak bungsu dari pasangan Barata dan Inaya itu, selalu berhasil membuat orang-orang yang berada di dekatnya merasa nyaman. Laut memiliki kepribadian yang tenang. Selalu mengedepankan orang-orang, baru memikirkan dirinya sendiri—satu kebiasaan buruk Laut yang membuat Meitraya terkadang kesal.
Laut itu, tidak tahu bagaimana caranya merajuk dan marah. Selalu menerima apapun yang orang lain berikan padanya, entah suka atau pun tidak. Rela berkorban demi orang lain. Memiliki perasaan yang sensitif sehingga membuat orang-orang di sekitarnya begitu menjaga dia.
Laut itu, bagi Meitraya, adalah sosok adik impian semua kakak di dunia. Mereka tidak pernah bertengkar, namun Meitraya tidak pernah absen untuk menjahili adiknya itu. Laut tidak pernah membalas kejahilannya, Laut tidak pernah menyimpan dendam padanya. Sampai-sampai Meitraya heran, sebenarnya, adiknya itu memiliki emosi atau tidak? Mengapa rasa-rasanya Laut selalu menjaga perasaan orang lain, di banding perasaannya sendiri?
Padahal menurut Meitraya, tidak apa-apa bagi mereka untuk sesekali bertengkar. Tidak apa-apa bagi mereka untuk sesekali saling mendiami satu sama lain. Selayaknya adik dan kakak yang selalu membuat keributan dan bertengkar untuk berebut sesuatu. Namun, selama ini, Maitraya dan Laut tidak pernah bertingkah seperti kakak adik di luar sana. Itu semua karena Laut yang selalu mengalah dan diam ketika mendapat kejahilan dari yang lebih tua.
Mungkin, selama dua puluh satu tahun hdup Meitraya, ini pertama kalinya dia bertengkar hebat dengan Laut. Selayaknya apa yang Meitraya pikirkan selama ini—tentang pertengkaran kakak dan adik di luar sana. Untuk pertama kalinya, Maitraya melihat kedua bola mata yang sangat mirip dengan mamanya itu terlihat bergetar karena amarah.
"Belum cukup tuntutan keluarga yang minta lo untuk jadi ini dan itu, lo masih diem aja di saat mereka minta lo untuk berkorban demi gue, Bang?! Lo pikir gue suka?! Lo pikir itu tugas dan tanggung jawab lo sebagai kakak, tapi apa lo pernah tanya gimana perasaan gue sebagai adik? Gue adik lo, kebahagiaan gue bukan sepenuhnya tanggung jawab lo, Bang! Lo harus paham itu."
"Laut, gue—"
"Lo nggak harus berkorban untuk semua hal, Bang. Lo boleh nolak kalau lo nggak suka. Lo boleh marah dan memberontak kalau lo capek. Tolong ... jangan terus-terusan berkorban buat gue."
Kedua tangan Meitraya mengepal erat kala melihat setetes air mata jatuh di pipi Laut. "Jangan nangis." ucap Maitraya pelan. "Gue minta maaf. Oke, ini terakhir kalinya gue turutin semua permintaan mereka. Gue janji Laut, ini terakhir kalinya."
"Seharusnya gue yang minta maaf ...," Laut merasa, tubuhnya mendadak lemas tak bertenaga. Dia duduk di tepi ranjang besar miliknya, membiarkan Meitraya tetap berdiri seperti sebelumnya. "Maaf karena lo punya adek nggak berguna yang penyakitan. Yang sebentar lagi bakal—"
"LAUT!! SHUT UP, BERENGSEK!!" Meitraya tidak pernah menangis untuk hal apapun, kecuali satu. Untuk adiknya. Entah sudah berapa banyak air mata yang Meitraya luluhkan untuk salah satu sosok yang paling berharga baginya itu. "Nggak ada yang minta untuk jadi penyakitan! Begitu juga lo! Stop nyalahin diri sendiri!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LaMei (HIATUS)
Teen FictionLaut tahu, pada akhirnya dia akan tetap melupakan semua kenangan yang telah mati-matian dirinya ingat. Pada akhirnya, semua kisah indah yang pernah dirinya lalui, akan menjadi lembaran kertas kosong tanpa goresan. Sesuatu yang kejam itu telah mereng...