Senin, 7 April 2147
📍-Tembok yang tingginya yang hampir melampaui langit berawan dan berkabut, mengurung sebuah kota penuh dengan dosa, tunggu ... membicarakan tentang dosa saja rasanya tidak ada gunanya lagi. Lingkaran takdir yang terbagi menjadi tiga, menentukan nasib manusia. Keberuntungan atau kesengsaraan.
Dinginnya yang menerpa kulit. Suramnya salju yang berjatuhan di hamparan putihnya salju, dengan kabut yang menari-nari menikmati kematian yang membeku. Di atas tumpukan salju menonjolkan sebuah bercak-bercak merah, darah.
Begitu terlihat memprihatinkan melihat seorang gadis muda berdiri di depan rumahnya dengan tatapan yang hampa, seolah jiwanya sudah meninggalkan raganya.
Telapak kakinya membiru karena tak memakai alas kaki, bajunya yang berwarna biru membuat gradasi warna dengan lumuran darah. Tak ada yang peduli walaupun ada seorang pria tua gelandangan melihatnya. Terlihat dari raut wajah pria gelandangan itu, dia tak ingin ikut campur dengan perumahan yang elitis itu.
Sebuah motor salju meluncur melalui salju tebal dengan mudah. Motor salju canggih itu terparkir tak jauh dari si gadis muda. Seorang wanita melepas helmnya dengan tergesa-gesa, ekspresi paniknya terukir jelas diwajahnya. Tubuh gadis muda itu di guncang kuat, wanita itu berteriak di depan wajahnya, "Apa yang terjadi!?" Si gadis tidak menjawab. Netra hijaunya melihat ceceran darah mengarah pada pintu yang terbuka lebar. Segera wanita itu berlari. Saat diambang pintu kakinya kehilangan kekuatan untuk menopang tubuhnya. Dia menutup mulutnya untuk tidak terisak. Kakaknya, ibu dari gadis muda itu terkapar tak berdaya dengan pisau yang tertancap di jantungnya.
Suara langkah kaki kecil terdengar menuruni tangga, dengan cepat wanita itu mengusap air matanya, lalu segera bangkit untuk mendekati seorang anak perempuan. Tubuhnya yang mungil dibaluti oleh selimut yang memiliki gambar kartun kucing. Mata kanannya tertutup oleh perban yang penuh oleh darah. Dengan senyum yang getir, si wanita menarik anak perempuan itu kedalam pelukannya, kemudian menggendong membawanya menaiki mobil saljunya bersama gadis muda tadi.
Entah kemana si wanita membawa dua anak itu. Dalam perjalanan gadis muda yang duduk sambil berpegangan erat dengan wanita, dia menyeringai tipis.
***
Senin, 7 April 2154
📍Pusat kota DehenGadis campuran asia-eropa bermata biru es dan berambut seputih salju di sebuah bar kecil, Ia duduk sambil mengamati seseorang dari kejauhan yang sedang meminum-minuman yang baunya saja seperti bangkai.
Tiba-tiba televisi menampilkan berita terkini, semua mata tertuju pada tv di tengah bar itu. Di sana menampilkan seorang jurnalis wanita dengan raut berduka dia berucap, "Neobor berduka atas kematian Arya Dakara dan istrinya, dengan putri semata wayangnya yang terbaring koma." Bukannya berduka semua orang di bar bersorak senang.
Ketika semua mata tertuju pada berita, gadis itu bangkit dari tempat duduknya dan perlahan berjalan menuju targetnya. Ia memanfaatkan situasi ini.
Melihat tiga pria disalah satu meja, terjeda bermain poker jadul. Dia mendekat dan duduk di kursi kosong. Para pria saling memandang bingung dengan gadis yang tiba-tiba bergabung.
"Siapa kau?" Pria bertubuh kerdil bertanya dengan bingung sambil menghisap rokoknya. Gadis itu melemparkan sebuah foto yang membuat pria kerdil itu membelalak kaget.
Foto tersebut memperlihatkan seorang pria kerdil bersama pria yang wajahnya sengaja dicoret dalam foto itu, walaupun begitu pria kerdil pasti masih tahu betul siapa pria di sampingnya, yang berpakaian serba putih dan rapi bak ilmuwan.
Kedua anak buah dari pria kerdil itu pun ikut kaget dengan apa yang mereka lihat. Mereka bertiga saling bertatapan seolah saling bertelepati. Pria kerdil sedikit berdeham lalu bertanya, "Apa ini?"
Si gadis menyeringai kemudian menjawab, "Kau beritahu aku di mana pria yang ada di samping mu ini akan ku berikan kau uang." Pria kerdil tertawa diikuti oleh anak buahnya dengan suara cempreng mereka.
"Memangnya berapa uang yang kau tawarkan kepada kami?" Pria gendut menyapu sedikit air mata di ujung matanya.
"20 dollar," ucapnya tampak meyakinkan. Tiga pria bervarian kerdil, jakung kurus dan gendut tertawa keras. "Hhhhh .... Ha-hanya itu!?" ejek pria kerdil.
"Jadi kau tidak mau?" tanya si gadis, lalu berkata, "aku bisa saja menyebarkan ini." Dia mengeluarkan sebuah foto buronan yang dicari-cari oleh para Purok.
Tawa mereka bertiga seketika hilang. Raut marah tampak terlihat di wajah pria kerdil. "Kau .... Kau mengancam kami!?" Suara cempreng nya kini mulai meninggi.
"Kau anak dari pria ini kan!?" Pria kerdil menunjuk foto pria yang berdiri di samping nya.
Dia menunjuk si gadis dengan Putung rokok nya, dan berkata, "Dengarkan aku baik-baik." Dia tampak serius membuat wajahnya tampak sangat konyol di mata gadis itu.
"Ayah mu berada di pihak Purok, menikmati hidup nya dengan kemewahan tiada batasss," ucap pria kerdil dengan sedikit berbisik.
Raut wajah gadis itu mulai mengeras dia mengeluarkan sesuatu di balik jubah hitam. Kedua anak buah pria kerdil dengan cepat melindungi bos nya saat gadis itu mengeluarkan bom asap membuat satu bar panik kepalang dibuatnya.
Murka atas apa yang dilakukan oleh gadis itu. Pria kerdil berteriak, "Kejar dia!" Perintahnya pada kedua anak buahnya.
***
Ini sangat menyenangkan tiga pria itu terus mengejar ku. Kaki ku terus berlari di tengah kerumunan, hingga keributan terjadi didepan sana membuat semua langkah terhenti. Seseorang memegang bahu ku tanpa ragu aku melirik kebelakang melihat pria jangkung ini menemukan ku.
Dia mencengkram bahu ku dengan kuat. "Kau tertangkap." Aku tersenyum mengejek padanya, aku meraih tangannya yang ada di bahu ku lalu ku pulas pergelangan nya dengan kuat hingga pria itu berteriak kesakitan.
Hal ini mengundang perhatian walaupun begitu tak ada yang peduli, kejadian seperti ini sangat biasa dan malah di anggap lumrah menjadi tontonan hiburan.
Aku langsung berlari dua pria di belakang menghampiri, namun sebelum berlari aku mengejek mereka dengan menjulurkan lidah ku.
Sekencang mungkin aku berlari membelah kerumunan di depan mata, tak sedikit yang memberikan ku penyemangat dengan sumpah serapah mereka.
Hingga seorang wanita berteriak, "Hey! Ini jalan bukan milik ibu mu!" Suaranya begitu melengking aku pikir mungkin dengan jarak 100 km akan masih terdengar teriaknya.
Aku tetap menyeret kaki ku, aku melirik dari belakang punggung ku melihat ketiga pria cukup jauh dari ku. Aku hampir terjatuh kesulitan mengendalikan kecepatan lari ku untuk berbelok. Aku berhenti berlari saat melihat tembok tinggi aku berdecak adalah hati, 'sial jalan buntu.'
Ketiga pria itu tertawa melihat ku tak bisa berlari kemana-mana lagi, Aku menunduk.
Pria kerdil melangkah maju sembari menyeringai. "Serahkan foto itu."
Aku masih menunduk tak menjawab. Pria kerdil meledek, "Sayang sekali tak ada yang akan menolong mu."
"Aku takut," gumamku aku menatap pria kerdil dan kedua anak buahnya yang menatap ku dengan tatapan mengejek.
"Tapi bohong!" Aku mengeluarkan jokes basi untuk memanaskan suasana. Dengan cepat aku menggambil bom asap persis seperti di bar tadi. Namun, lebih banyak membuat pandangan mereka terganggu.
Sebelum aku pergi menjauh dari mereka aku berbisik pada pria kerdil, "Sayang sekali ... kalian terlalu tua untuk bisa mengambil foto ini dari ku ...." Aku ertawa lalu pergi, membuat para pria itu semakin geram dan marah.
❄️
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkaran Takdir
Science FictionTembok yang tingginya yang hampir melampaui langit berawan dan berkabut, mengurung sebuah kota penuh dengan dosa, tunggu ... membicarakan tentang dosa saja rasanya tidak ada gunanya lagi. Lingkaran takdir yang terbagi menjadi tiga, menentukan nasib...