Chapter 7

3 0 0
                                    

AUTHOR POV.

"So, you're Hakasa Vincent, right?" tanya Magma pada Hakasa sambil tersenyum tipis setelah membalas chatnya dengan Rainer.

Hakasa terpaku. Matanya menatap mata Magma seolah olah tak ingin lepas dari pandangannya.

Magma berdehem membuat lamunan Hakasa terbuyar. Saat itu Hakasa berkedip. Sialan, ia tertangkap basah.

"Aduh hehehe sorry kak. Iya, gue Hakasa Vincent," jawab Hakasa. Ia tersenyum, tersenyum malu.

Tiba—tiba saja Magma tertawa. Hakasa melihat itu. Apa yang barusan ditertawakan nya?

"K—kenapa?" tanya Hakasa dengan hati—hati.

"Lo lucu,"

Mendengar kalimat itu sontak Hakasa melontarkan kekagetannya.

"HAH?"

Magma tertawa lagi, kemudian mengulangi ucapannya, "Ga denger? Lo lucu."

Kalimat itu.. Terkutuklah! Ia sangat ingin tidak mendengar itu lagi karena membuat hatinya bergetar tak karuan.

Hakasa menundukkan kepalanya, menutup muka merah jambu itu dengan rambutnya.

Shh..Sial! Jangan sampe kak Magma tau gue salting! Gerutu Hakasa dalam hati.

Hakasa mendongak begitu ia melihat Waiters yang sedang berjalan mendekati mejanya.

"Permisi kak, dengan meja nomor 16, free Grey Goose Vodka nya ya kak."

Sesudah Waiters itu pergi, Hakasa buru—buru mengambil gelas whisky itu kemudian menuangkannya, lalu meneguknya.

Sekali tuang.

Dua kali tuang.

Tiga kali tuang.

"Ahh seger banget!" seru Hakasa sambil menahan ekspresi pahit diwajahnya itu, menggantikan wajah merona dipipinya.

Sebelum Hakasa menuangkannya lagi, Magma menahan tangan Hakasa membuat mata mereka bertemu kembali.

"Lo gaboleh bohong, lo gasuka vodka pahit," ujar Magma, sambil mendorong vodka itu menjauh.

Hakasa tambah ter—sengsem mendengarnya. Wajah yang kini sedikit merah kian tambah memerah.

"Kak, l—lo tau darimana gue gasuka p—pahit?" tanya Hakasa terheran—heran.

Magma terkekeh, "Dari muka lo udah keliatan."

"Dan Grey Goose juga emang sedikit pahit," Magma mengambil gelas whisky miliknya, menuangkan, lalu meneguknya.

"Vodka ini emang sedikit kandungan alkohol nya, tapi ngga kemungkinan buat mabuk juga. Bisa jadi yang ngga kuat minum ini bakalan langsung mabuk," lanjutnya.

Hakasa diam mendengar perkataan Magma. Apa yang ia dengar kali ini membuatnya tengah berpikir bahwa Magma pasti sering ke tempat yang seperti ini.

"Oke, walau Rainer gak ada hari ini, kita bahas ini aja," Magma membenarkan duduknya. Hakasa masih setia mendengarnya.

"Kenapa lo suka gue?"

Hakasa diam mematung. Pertanyaan kedua kali yang Magma lontarkan.

Hakasa menarik napasnya. "Setiap orang punya rasa suka, dan suka itu hal yang wajar."

"Alasan suka gue?" tanya Magma lagi.

"Nggak tau. Mungkin.. Tanpa alasan?" jawab Hakasa asal.

"Lo bohong. Setiap orang pasti punya alasan suka sama seseorang," tukas Magma.

Hakasa menatap Magma sebentar, lalu menunduk. "Gue suka lo emang tanpa alasan, kak. Tapi gue suka lo karena keinginan besar gue pengen selalu berada di sisi lo, itu aja."

Kini bergantian Magma yang terpesona dengan laki—laki mungil ini.

Hakasa mendongak karena tidak mendengar jawaban dari Magma. Saat itu juga Magma memang menatapnya.

Magma berdehem.

"O—oke, next questions," Magma mengalihkan. "Apa uang jajan lo gak abis ngirim makanan macem—macem ke gue? Dan juga, jaket yang lo kasih, itu beneran pure buat gue?"

Hakasa kembali tersenyum, dengan semangat ia menggeleng. "Gue ini orang kaya yang suka nabung aja! Dan juga jaket gue ada banyak. Karena gue liat baju lo basah waktu itu, gue gak tega liat abs lo diliat sama—" Hakasa tidak melanjutkan ucapannya, ia malah melotot sambil menutup mulutnya.

"Mampus keceplosan...." gumam Hakasa.

Magma tertawa kencang melihat respon itu. "Keceplosan ya?"

Hakasa tersenyum malu sambil mengusap tengkuknya. Sudah saatnya ia jujur dan mengambil kesempatan sekarang juga.

"Jujur, gue cemburu anak sekolah liat abs lo waktu lo buka baju, kak. Gue cuma bisa senyum miris dari jauh," celetuk Hakasa tanpa rasa takut.

Mendengar itu Magma kembali tertawa. Bocah ini sepertinya anak yang lucu dan pintar menghibur oranglain.

"Padahal apa coba yang dibanggain dari abs gue, sa? Emang abs gue semenarik itu?" tanya Magma.

"Lo itu sexy, kak. Itulah salah satu alasan gue suka lo," sosor Hakasa.

Setelah mengatakan itu, barulah rasa malu itu memuncak.

"Shit. Gue malu!" umpat Hakasa. Ia meminum lagi Vodka itu dan meneguknya berkali kali sampai terasa matanya mulai kabur, ditambah dengan sorot lampu laser dan lampu kedap kedip itu menghalangi pandangannya.

Ia merasa kepalanya sangat pusing dan pandangan nya berputar. Tiba—tiba saja Hakasa jatuh dari bangkunya.

Magma sedikit terkejut lalu menggeleng—gelengkan kepalanya. Ia turun dari bangkunya, kemudian membantu mengangkat Hakasa kembali ke bangkunya itu.

Tapi sebelum ia angkat ke bangkunya, Hakasa malah menggeliat. Itulah yang membuat sekarang wajah kedua remaja ini saling berhadapan sangat dekat.

Musik DJ itu sontak berganti genre, seakan—akan tau apa yang terjadi saat ini dengan mereka.

Lagu 'Berdua Bersama' milik 'Jaz' telah diputar. Orang—orang disana yang tadinya asik berdisko kini berubah suasana. Ada yang berdansa berdua, mengobrol dan bercanda gurau berdua, dan lain—lain.

'Bersamamu ku akan dicintai dengan tulus'

'Yakinkan kamu Aku yang terbaik untukmu'

Magma menahan wajah Hakasa yang hampir jatuh. Untung saja ia menangkapnya segera.

Disana wajah Hakasa tampak menatap Magma dengan samar. Wajahnya tampak seperti orang yang tidak bisa mabuk.

Rona merah dipipinya membuat ia tersenyum kecil. Dan lagi—lagi pandangan nya tersita oleh bibir itu yang berwarna merah jambu alami.

Seakan—akan terhipnotis, Magma mendekatkan wajahnya kearah wajah Hakasa.

Kini hanya 5 cm wajahnya berpaspasan, ia menarik napasnya sambil menutup matanya.

Ia menghirup aroma segar dari buah pearl yang manis diwajahnya itu. Ya, ia hanya terhipnotis oleh wangi itu, bukan yang lain.

Tanpa mereka sadari, dari sekian banyaknya orang—orang disana yang berkerumun, salah satu pendatang disana diam—diam menjepretkan flash camera kearah dua sejoli yang sedang berdekatan itu.

Magma tersadar dengan lampu yang berkedip kearahnya, dengan cekatan ia menoleh kearah sumber flash yang berkedip tadi.

Mata Magma menangkap sosok bertudung hitam, yang memasukan handphone nya kedalam kantung jaketnya itu, lalu melesat pergi.













They are not YouWhere stories live. Discover now