2

18 3 0
                                    

Seto POV_

Malam ini rasanya aku tidak bisa tidur, hujan di luar cukup deras dan aku memilih untuk duduk di teras depan rumah, sembari menikmati secangkir teh yang aku buat sendiri.

Entah mengapa, hatiku tidak tenang. Aku menatap jalanan di luar, jalanan itu begitu basah dan air menggenang banyak. Kota ini memang kota yang aku impikan untuk aku tinggali, karena disini jauh lebih sejuk dibanding kota yang aku tinggali. Sekelebat kenangan tiba-tiba muncul dalam ingatanku, aku benar-benar sudah melupakannya tapi rasanya masih sesak ketika mengingat semuanya.

'Ini salahku, maafkan aku, aku minta maaf' batinku bergejolak.

Rasa bersalah yang begitu terasa menyebabkan dadaku sesak seketika, aku menghela nafas panjang. Seharusnya aku sudah tidak lagi memikirkannya, seharusnya Arabilla sudah kulupakan sejak lama, tapi ingatan ini terus menerus muncul. Aku tidak bisa menepisnya, ia seakan berada di ruang tersendiri dalam hatiku yang sampai kapanpun aku akan terus mengingatnya.

"Bun, jangan lupa makan" Gumam ku lirih, mataku sedikit memanas mempraktikan hal yang sejujurnya sangat ingin aku lontarkan pada dirinya.

Hampir setahun lamanya aku tidak pernah menemuinya lagi, kasihan sekali dia- kuputuskan lewat pesan singkat dan kutinggal ia menikah dengan perempuan lain.

"Aku brengsek ya bun"- Buna, panggilan lucu yang biasanya aku berikan untuk dia.

Selucu itu, tapi kisah kami tidak pernah mungkin bisa menyatu.

"Mas Seto? "

Aku menoleh, melihat istriku datang dengan piyamanya, istriku ini memang sangat apa adanya dan- cantik.

"Belum tidur?" Tanyanya lagi padaku, aku menggeleng singkat, menyuruhnya untuk duduk di kursi sebelah.

"Disini seringkali hujan deras, kau tidak kedinginan?" Tanyanya lagi, aku hanya sesekali mengulas senyum dan menghirup aroma teh yang kubuat.

"Tidurlah, besok masih bekerja bukan?" Ujarku lembut.

Perempuan itu menggeleng, menunjukkan raut wajah cemberut- aku terkekeh pelan, tapi- raut wajah itu? Tiba-tiba hatiku berat,

"Aku tidak bisa tidur jika tidak ada kau disampingku."

"Baiklah, tunggu aku lima menit lagi-" Balas ku memalingkan wajah, aku...

sesak-

Sesak sekali.

"Baiklah kutunggu di dalam yaa.. "

"Hmm"

Sepeninggal istriku, ada air mata yang akan keluar. Raut itu, raut wajah itu- seringkali Arabilla tampilkan di depanku ketika dia kesal.

"Aku merindukanmu, sangat-"

🥀🥀

Seperti biasa, Arabilla sedang menyiapkan bekal sarapannya untuk di bawa ke kantor. Dia tidak bisa makan banyak lagi sekarang, tubuhnya tidak benar-benar kurus, tetapi tetap saja ia kehilangan berat badannya.

"Billa, aku tidak sekalian dibuatkan bekal?" Ujar Sona yang baru masuk ke dapur.

"Aku tidak memasak hari ini, hanya menyiapkan roti panggang, kau mau?"

"Tentu, aku mau-"

"Baiklah, tunggu sebentar".

Sona memperhatikan Arabilla dari tempat duduknya. Perempuan itu terlihat cekatan, menyiapkan bekal untuk Sona.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARABILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang