Mood Taufan

886 108 78
                                    

"Nanti sore ngabuburit, yuk," ajak Thorn dengan gembira, ia lantas duduk di sofa sebelum menyambar remote di meja, mengganti siaran berita menjadi kartun favoritnya.

Halilintar yang merasa kesal, langsung merebut kembali remote di tangan Thorn. "Tonton saja kartunnya di ponselmu."

"Nggak mau, lagi dicas." Thorn menjauhkan benda persegi panjang itu menjauh dari jangkauan Halilintar. Netra hijaunya menangkap sosok lelaki yang tengah menuruni tangga, ia tersenyum lebar. "Bang Ufan! Nanti sore ngabuburit, yuk!"

Merasa dipanggil, Taufan menyahut. "Huh? Boleh, kok. Nanti kita beli jajan yang banyak."

"Asiiikk! Bang Hali mau ikut?" tanya Thorn penuh harap.

"Nggak dulu. Banyak kerjaan," jawab Halilintar tanpa mengalihkan pandangannya dari majalah yang dibacanya. Sekarang TV sedang jadi milik Thorn, ia tidak bisa menonton berita dengan tenang gara-gara anak itu.

"Yahh.. yasudah, deh."

"Kenapa sedih begitu? Kau nggak suka kalau pergi denganku? Begitu, ya. Kukira hubungan kita spesial," ucap Taufan dengan ekspresi kesal.

"Bukan begitu, bang. Kan jarang tuh bang Hali ikut jalan-jalan bareng kita," sahut Thorn.

"Hmm, iya juga, sih. Tapi kau dengar sendiri tadi, dia banyak kerjaan."

"Sudahlah, pergi tinggal pergi," lerai Halilintar.

"Blaze ikut nggak?" tanya Taufan. Kalau Thorn dan dirinya ikut, otomatis Blaze juga ikut. Itu wajib.

"Ikut.. kayaknya."

"Kok nggak yakin?"

"Yaa.. biasanya bang Blaze selalu lemes sebelum buka puasa, nanti takutnya dia nyemilin jajanan pas kita antri beli jajan."

"Iya juga. Yasudah kita pergi berdua saja."

"Oke deh."

.

.

.

"WAAAARRGGHHH!"

Halilintar menghela napas begitu mendengar suara teriakan dari lantai 2 disusul suara gubrakan berkat benturan sesuatu. Meski begitu ia tetap santai menyiapkan 7 piring kaca dan sendok di atas meja.

"BANG! THORN MANA?" tanya Taufan panik. Ia bahkan membiarkan beberapa kancing bajunya terbuka.

Halilintar terdiam sejenak, lalu melirik ke arah pintu utama. "Tuh."

Taufan menoleh, menatap horor pada 3 lelaki yang tengah berjalan dari arah pintu. Masing-masing dari mereka menenteng kantung plastik yang ia yakin isinya adalah jajanan.

Iya, Taufan ketiduran. Ia terbangun pukul 5 lebih 30 menit. Akibatnya ia tidak jadi ikut ngabuburit bareng adiknya. Dan ia sangat kesal di hari itu. Tidak ada satupun yang membangunkannya, bahkan Halilintar. Padahal sedari tadi lelaki itu berada di rumah.

"Eh, bang Ufan udah bangun. Nih, Thorn belikan jasuke kesukaan bang Ufan," ujar Thorn riang, seraya mengangkat plastik kecil berwarna putih, menunjukkannya pada Taufan.

"Selamat sore, bang. Hehe, maaf ya nggak ngajak. Bang Ufan tidurnya nyenyak banget, kita jadi nggak tega mau bangunin," sambung Blaze dengan cengiran khasnya. Tak bisa dipungkiri ia merasa bersalah pada abangnya itu. Melihat wajah Taufan tadi siang nampak sangat ingin pergi ngabuburit.

Gempa yang berada di belakang duo troublemaker pun hanya mampu tersenyum sambil menggaruk kepalanya. Lelaki itu langsung melangkah ke dapur, berniat membantu si sulung menyiapkan untuk berbuka puasa.

Perkara Ngabuburit [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang