*kamal
Ruangan itu kecil, debu menumpuk disudut, diatas meja belajar tua, disana. tertumpuk banyak lembaran kertas penuh aksara dan kata, berisi cerita tentang cinta dan dilema itulah karya imajinasi dari seorang pemuda, bernama Kamal Ardiansyah.
"Kamal" suara itu mengalun dua kali.
Suara itu dari arah dapur Kamal menoleh, ia dipanggil oleh sang nenek , dia bangun dari kursi tua yang ia duduki lalu pergi keluar ruangan menghampiri sang nenek yang ternyata sedang mengupas rempah.
"Kamu tolong enya, ambil rantang di atas kulkas kasih kerumah mang Iwan"
Kamal melirik rantang diatas kulkas dan tiba tiba ia merasa sedikit jengkel.
"Nya memang nya cing enur tidak bisa memasak apa nya?, kenapa enya Mulu yang masakin buat mang Iwan?"
Sang nenek mendengar hal itu, ia hanya acuh dan menjawab seadanya sambil masih memotong bawang.
"Udah kamu anterin aja, tuh dalam nya ada sayur ya, hati hati tumpah."
Kamal mengerut kan alisnya, dia berjalan mengambil rantang diatas kulkas, rumah nya tidak jauh namun Kamal tidak kesal karena itu, dia kesal karena anak neneknya nya itu selalu aja minta apa apa sama nenek nya, kalo sekali dua kali dia maklum, tapi kalo berkali-kali mah g tahu diri.
padahal nenek nya kan sudah renta, mang Iwan itu juga sudah berkeluarga, dia itu jika tak bekerja ia suka mabuk mabuk kan dan gatel dengan wanita padahal sudah punya istri dan anak.
nenek nya juga pernah cerita, dulu tak merestui jika anak laki laki nya itu menikah dengan istrinya mang Iwan saat ini, bahkan nenek nya sampai dibawakan golok agar direstui untuk menikah, sekarang malah di sia sia kan begitu.
Kamal sibuk melamun sambil berjalan, menatap punggung kaki nya dengan sendal baru tiba tiba ada yang memanggil nya.
"Kamal!"
Merasa dipanggil, Kamal menoleh kearah suara itu, ternyata mang Alif.
guru yang mengajari nya bela diri.
Mang Alif adalah seorang pendatang, dia itu abis pulang dari luar negeri katanya mau menetap disini permanen, karena sudah tak punya keluarga lagi diluar sana juga.
Kamal berfikir Jika melihat nasib guru nya ini Kamal merasa sedikit banyak bersyukur, ia bersyukur masih punya orang yang bisa disebut keluarga.
mang Alif yah, Walaupun begitu mang Alif udah tegar dia udah menerima nasib nya dari lama, sekarang aja dia mau menetap disini karena ada wanita yang dia suka.
Dia bertanya sambil tersenyum
"Mau kemana kamu, bawa bawa rantang begitu.""Biasa nih mang, buat mang Iwan dari nenek" Kamal berkata dengan nada jengah dan kesal sambil mengguncang pelan rantang yang ia bawa.
"Ohh begitu, tapi kenapa muka mu cemberut gitu?" Mang Alif yang tau situasi nya dari Kamal yang selalu musuh misuh saat latihan dengan nya, bertanya main main.
Lalu Merasa di ledek Kamal hanya memasang wajah datar lalu berbalik pergi. sambil berbicara "Mamang mah kayak tidak tahu saja. udah ah Kamal mau anterin ini, biar bisa cepet pulang, kasian nenek juga sendiri dirumah".
Sesampainya dirumah mang Iwan, ia mengetuk pintu, mengucap salam lalu membuka pintu yang memang tidak dikunci, menaruh rantang diatas meja lalu berbalik pergi.
Sudah pesan dari istrinya mang Iwan jika mengantar makanan, masuk dan taruh saja diatas meja nanti rantang nya akan dikembalikan saat sudah di cuci.
.
.
.